Sejarah Jakarta Fair, Bermula dari Pasar Malam hingga Jadi Pameran Modern
loading...
A
A
A
Gagasan Haji Mangan itu kemudian disambut dengan baik oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang juga ingin membuat event besar dan terpusat dengan waktu yang tidak sebentar. Pameran itu bertujuan untuk menyatukan berbagai pasar malam sesuai keinginan Pemerintah DKI. Karena, saat itu pasar malam di Jakarta masih menyebar.
Seperti pasar malam yang ada di wilayah Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada yang saat ini menjadi kawasan Monas, juga merupakan inspirasi dari pameran yang diklaim sebagai “Pameran Terbesar” ini.
Foto: Dok/Sudinpusarjakut.jakarta.go.id
Haji Mangan terinspirasi dari berbagai event pameran internasional yang sering diikutinya sebagai seorang konglomerat di bidang tekstil di kala itu serta Pasar Malam Gambir yang dari dulunya sudah ramai dikunjungi. Ide ini disambut baik Pemerintah DKI dengan membuat gebrakan dengan langsung membentuk panitia sementara yang dipercayakan kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang ketunya dijabat oleh Haji Mangan.
Bahkan, panggung terbuka di area PRJ biar lebih sah dan resmi, Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1968 yang antara lain menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.
Pada Jakarta Fair berikutnya atau tahun 1969, Presiden AS pada waktu itu Richard Nixon datang ke lokasi pameran terbesar itu. Tidak hanya itu, PRH 1969 atau DF 69 “memecahkan” rekor penyelenggaran PRJ terlama karena memakan waktu penyelenggaraan 71 hari. Padahal, pada umumnya acara ini digelar hanya 30 atau 35 hari.
Kemudian, penyelenggaraan PRJ atau Jakarta Fair mengalami perkembangan pengunjung atau pesertanya. Berawal dari sekadar pasar malam, acara ini berubah menjadi ajang pameran modern yang menunjukkan berbagai produk.
Area yang dipakai juga bertambah. Dari yang hanya berawal tujuh hectare di kawasan Monas, pada tahun 1992 dipindah ke kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat yang menempati area seluas 44 haktare hingga saat ini.
Pada tahun 2011, Jakarta Fair dapat menghadirkan 2.600 perusahaan dengan 1.300 stand. Saat itu tema Jakarta Fair yakni “Jakarta Fair Turut Mempercepat Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia” dengan sub tema “Melalui Kegiatan Jakarta Fair Mengajak Seluruh Warga Bangsa Fokus Pada Perbaikan Iklim Investasi, Perluasan Lapangan Kerja, Memajukan Kesejahteraan Rakyat, dan Perkuat Daya Saing Indonesia di Pasar Dunia.”.
Pada tahun 2019, Jakarta Fair bahkan mencatat rekor transaksi hingga Rp7,5 triliun dan dibanjiri oleh 6,8 juta pengunjung.
Seperti pasar malam yang ada di wilayah Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada yang saat ini menjadi kawasan Monas, juga merupakan inspirasi dari pameran yang diklaim sebagai “Pameran Terbesar” ini.
Foto: Dok/Sudinpusarjakut.jakarta.go.id
Haji Mangan terinspirasi dari berbagai event pameran internasional yang sering diikutinya sebagai seorang konglomerat di bidang tekstil di kala itu serta Pasar Malam Gambir yang dari dulunya sudah ramai dikunjungi. Ide ini disambut baik Pemerintah DKI dengan membuat gebrakan dengan langsung membentuk panitia sementara yang dipercayakan kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang ketunya dijabat oleh Haji Mangan.
Bahkan, panggung terbuka di area PRJ biar lebih sah dan resmi, Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1968 yang antara lain menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.
Pada Jakarta Fair berikutnya atau tahun 1969, Presiden AS pada waktu itu Richard Nixon datang ke lokasi pameran terbesar itu. Tidak hanya itu, PRH 1969 atau DF 69 “memecahkan” rekor penyelenggaran PRJ terlama karena memakan waktu penyelenggaraan 71 hari. Padahal, pada umumnya acara ini digelar hanya 30 atau 35 hari.
Kemudian, penyelenggaraan PRJ atau Jakarta Fair mengalami perkembangan pengunjung atau pesertanya. Berawal dari sekadar pasar malam, acara ini berubah menjadi ajang pameran modern yang menunjukkan berbagai produk.
Area yang dipakai juga bertambah. Dari yang hanya berawal tujuh hectare di kawasan Monas, pada tahun 1992 dipindah ke kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat yang menempati area seluas 44 haktare hingga saat ini.
Pada tahun 2011, Jakarta Fair dapat menghadirkan 2.600 perusahaan dengan 1.300 stand. Saat itu tema Jakarta Fair yakni “Jakarta Fair Turut Mempercepat Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia” dengan sub tema “Melalui Kegiatan Jakarta Fair Mengajak Seluruh Warga Bangsa Fokus Pada Perbaikan Iklim Investasi, Perluasan Lapangan Kerja, Memajukan Kesejahteraan Rakyat, dan Perkuat Daya Saing Indonesia di Pasar Dunia.”.
Pada tahun 2019, Jakarta Fair bahkan mencatat rekor transaksi hingga Rp7,5 triliun dan dibanjiri oleh 6,8 juta pengunjung.