3 Fakta Jakarta Langganan Banjir, Nomor 3 Bikin Geram Menteri PUPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jakarta langganan banjir . Banjir terparah di Jakarta terjadi pada 2007. Bahkan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sempat geram dengan banjir yang merendam Jakarta akibat buruknya sistem drainase.
Tak cuma di tahun 2007, banjir juga kerap melanda sebagian wilayah Jakarta setiap tahunnya. Sejumlah wilayah yang rawan kebanjiran antara lain Cipinang Melayu, Kampung Melayu, Cempaka Putih, dan Kemayoran. Lantas, apa yang menyebabkan Jakarta rawan banjir?
Baca juga: Cerita Pengungsi Banjir Kalideres, Kurang Makanan, Demam hingga Gatal-gatal
1. Wilayah Cekungan Banjir dan 13 Sungai
Selain curah hujan yang tinggi, Jakarta merupakan daerah cekungan banjir. Dalam Jurnal Sains dan Teknologi Cuaca bertajuk “Mengulas Penyebab Banjir di Wilayah DKI Jakarta Dari Sudut Pandang Geologi, Geomorfologi dan Morfometri Sungai”, banjir Jakarta tidak akan pernah bisa diselesaikan dengan sistem kanal.
Selain wilayah cekungan banjir, daerah utara Jakarta seperti Ancol dan Teluk Jakarta mengalami pengangkatan lantaran proses tektonik. Hal tersebut menyebabkan 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta sulit mengalir ke laut. Air sering kali terjebak di cekungan besar.
2. Penurunan Muka Air Tanah
Jurnal Sains dan Teknologi Cuaca karya Budi Harsoyo itu juga menyatakan cekungan yang dimaksud terbuat dari tanah sedimen muda yang belum menyatu. Tanah Jakarta akan mengalami penurunan permukaan tanah. Adanya penurunan ini memang terjadi secara alami. Namun, kondisinya akan diperparah dengan pengambilan air tanah secara masif oleh masyarakat Ibu Kota.
Baca juga: Waspada! Ini 5 Wilayah Utara Jakarta Terancam Banjir Rob
3. Drainase Buruk
Hasil penelitian lain berjudul “Impact of Drainage Problems in the City of Jakarta” yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal internasional JGED (Journal of Global Environmental Dynamics) oleh Arief Putra Ajie Wicaksono menunjukkan bahwa sistem drainase Jakarta yang kurang baik juga turut menjadi penyebab banjir. Lokasi Jakarta yang lebih rendah dibandingkan wilayah sekitarnya seperti Bogor, karena itu pemerintah harus terus mengoptimalkan sistem drainase kota Jakarta.
Sistem drainase di Jakarta memiliki beberapa masalah seperti kualitas drainase kurang memadai dan terputusnya sistem drainase di wilayah perkotaan. Melansir laman Pantau Banjir Jakarta, sistem drainase Jakarta dirancang untuk menampung debit air dengan curah hujan maksimal 120 mm/hari. Lain cerita jika terjadi hujan ekstrem terus-menerus. Debit air yang ditampung tentunya jauh lebih banyak dan mengakibatkan banjir.
Kecilnya drainase ini juga diakui Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Sejumlah wilayah Jakarta yang terendam banjir pada 25 Februari 2020 karena drainasenya lebih kecil dibandingkan volume air. Dia menggarisbawahi untuk memaksimalkan kapasitas drainase dan melakukan pembersihan.
Cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan sistem drainase Jakarta dengan membuat tangki penyimpanan dan filter, menata ulang sistem drainase yang bermasalah, serta menerapkan konsep eco drainase demi mendukung kinerja sistem drainase buatan.
Lihat Juga: Banjir Bandang Mengerikan Tewaskan 158 Orang di Spanyol, Pemerintah Dikecam karena Lamban
Tak cuma di tahun 2007, banjir juga kerap melanda sebagian wilayah Jakarta setiap tahunnya. Sejumlah wilayah yang rawan kebanjiran antara lain Cipinang Melayu, Kampung Melayu, Cempaka Putih, dan Kemayoran. Lantas, apa yang menyebabkan Jakarta rawan banjir?
Baca juga: Cerita Pengungsi Banjir Kalideres, Kurang Makanan, Demam hingga Gatal-gatal
1. Wilayah Cekungan Banjir dan 13 Sungai
Selain curah hujan yang tinggi, Jakarta merupakan daerah cekungan banjir. Dalam Jurnal Sains dan Teknologi Cuaca bertajuk “Mengulas Penyebab Banjir di Wilayah DKI Jakarta Dari Sudut Pandang Geologi, Geomorfologi dan Morfometri Sungai”, banjir Jakarta tidak akan pernah bisa diselesaikan dengan sistem kanal.
Selain wilayah cekungan banjir, daerah utara Jakarta seperti Ancol dan Teluk Jakarta mengalami pengangkatan lantaran proses tektonik. Hal tersebut menyebabkan 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta sulit mengalir ke laut. Air sering kali terjebak di cekungan besar.
2. Penurunan Muka Air Tanah
Jurnal Sains dan Teknologi Cuaca karya Budi Harsoyo itu juga menyatakan cekungan yang dimaksud terbuat dari tanah sedimen muda yang belum menyatu. Tanah Jakarta akan mengalami penurunan permukaan tanah. Adanya penurunan ini memang terjadi secara alami. Namun, kondisinya akan diperparah dengan pengambilan air tanah secara masif oleh masyarakat Ibu Kota.
Baca juga: Waspada! Ini 5 Wilayah Utara Jakarta Terancam Banjir Rob
3. Drainase Buruk
Hasil penelitian lain berjudul “Impact of Drainage Problems in the City of Jakarta” yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal internasional JGED (Journal of Global Environmental Dynamics) oleh Arief Putra Ajie Wicaksono menunjukkan bahwa sistem drainase Jakarta yang kurang baik juga turut menjadi penyebab banjir. Lokasi Jakarta yang lebih rendah dibandingkan wilayah sekitarnya seperti Bogor, karena itu pemerintah harus terus mengoptimalkan sistem drainase kota Jakarta.
Sistem drainase di Jakarta memiliki beberapa masalah seperti kualitas drainase kurang memadai dan terputusnya sistem drainase di wilayah perkotaan. Melansir laman Pantau Banjir Jakarta, sistem drainase Jakarta dirancang untuk menampung debit air dengan curah hujan maksimal 120 mm/hari. Lain cerita jika terjadi hujan ekstrem terus-menerus. Debit air yang ditampung tentunya jauh lebih banyak dan mengakibatkan banjir.
Kecilnya drainase ini juga diakui Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Sejumlah wilayah Jakarta yang terendam banjir pada 25 Februari 2020 karena drainasenya lebih kecil dibandingkan volume air. Dia menggarisbawahi untuk memaksimalkan kapasitas drainase dan melakukan pembersihan.
Cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan sistem drainase Jakarta dengan membuat tangki penyimpanan dan filter, menata ulang sistem drainase yang bermasalah, serta menerapkan konsep eco drainase demi mendukung kinerja sistem drainase buatan.
Lihat Juga: Banjir Bandang Mengerikan Tewaskan 158 Orang di Spanyol, Pemerintah Dikecam karena Lamban
(jon)