Warga Puri Serpong Berseteru Gara-gara Polisi Tidur, Cek Faktanya

Jum'at, 05 November 2021 - 11:44 WIB
loading...
Warga Puri Serpong Berseteru...
Sejumlah warga yang tinggal di Puri Serpong, RT/RW 08/02, Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), berseteru. Alasannya, karena ada polisi tidur. Foto: MNC Portal/Hambali
A A A
TANGERANG SELATAN - Sejumlah warga yang tinggal di Puri Serpong, RT/RW 08/02, Setu, Kota Tangerang Selatan ( Tangsel ), berseteru. Alasannya, keberadaan sebuah 'polisi tidur' yang terletak di jalan menurun salah satu sudut perumahan.

Awal 'polisi tidur' dibangun kurang lebih 3 pekan lalu, sebenarnya warga yang tinggal di Blok D12 dan D13 telah menyampaikan teguran. Mereka memertanyakan bentuk serta peruntukannya yang tak jelas, di mana 'polisi tidur' dibuat diagonal pada jalan menurun dengan ketinggian di luar batas.

Protes bermula saat motor dan mobil milik warga yang melintasi polisi tidur itu kerap terbentur keras di bodi bagian bawah. Teguran telah disampaikan langsung, namun pihak pembuatnya tak juga menggubris.

Polisi tidur itu dibuat oleh sebuah lembaga pendidikan Assa'adah yang letaknya berada di area Blok D perumahan. Semula ada 2 buah 'polisi tidur' yang dibangun, namun satu di antaranya sudah diperbaiki dan dipapas.

Ketua RT08, Ajri Setiawan menjelaskan, keberadaan 'polisi tidur' di wilayahnya itu telah mengundang kesalahpahaman antara warga. Dia menyebut, kendaraan motor dan mobil sering tersangkut jika melewatinya.

"Sekarang pun kalau kendaraan kayak motor saya itu, motor matik, juga nyangkut. Matik nggak boncengan aja nyangkut, apalagi boncengan," terang Ajri kepada wartawan di Tangel, Jumat (5/11/2021).

Berikut fakta-fakta keberadaan polisi tidur yang memicu perseteruan warga di lokasi.

1. Ketinggian dan tingkat kelandaian tak sesuai ketentuan.

Kondisi itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2021 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan. Di dalamnya dijelaskan secara rinci soal jenis, ketinggian, hingga tingkat kelandaian dari alat pembatas kecepatan atau 'polisi tidur'.

2. Polisi tidur dibuat pada jalan menurun.

Berdasarkan pantauan di lokasi, posisi 'polisi tidur' di sana justru dibuat di jalan pemukiman yang sedikit menurun. Kondisi itu bisa membahayakan pengguna jalan yang melintas.

3. Kesepakatan mediasi oleh pengurus lingkungan diabaikan.



Guna menghindari perselisihan antar penghuni perumahan, pengurus lingkungan RT08 RW02 dibantu sekuriti setempat sudah memediasi. Kesepakatannya adalah pihak Assa'adah segera memangkas serta melandaikan 'polisi tidur'.

Namun kesepakatan mediasi yang digelar 2 pekan lalu itu hingga kini belum juga dilaksanakan. Pantauan terkini, 'polisi tidur' di lokasi masih tinggi hingga memancing kembali keresahan warga sekitar.

"Saat ini kayaknya masih tinggi, saya lihat itu masih tinggi. Saya untuk saat ini diam, maksudnya enggak mau ngejar-ngejar soal itu. Kecuali ada timbul permasalahan, misalnya ada selisih paham saya nanti akan turun lagi menengahi," kata Ajri.

4. Polisi tidur dibuat untuk menahan aliran air di permukaan jalan saat hujan.

Pihak Assa'adah menyebut, 'polisi tidur' dibuat atas kesepakatan salah satu warga Blok D3. Di mana disebutkan, rumah warga itu sering tergenang manakala aliran air hujan turun melalui permukaan jalan dari bagian atas pemukiman.

"Jadi warga di bawah itu (Blok D3) setiap hujan, air dari atas meluber turun ke rumahnya. Maka nya dibuat itu, supaya aliran air tertahan (polisi tidur) terus dialihkan ke samping," ucap salah seorang pengurus Assa'adah, Mahrus Syafi'i.

5. Kelalaian membuat 'polisi tidur' terancam pidana dan sanksi denda Rp24 juta.

Ketentuan pembuatan 'polisi tidur' telah diatur lengkap. Artinya bentuk dan fungsinya tak boleh melanggar ketentuan sebagaimana disebutkan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum.

Secara rinci ancaman pidana dan sanksi denda bagi para pelanggarnya itu dijelaskan pada Pasal 274 dan 275 UU Nomor 22 Tahun 2009 yang berbunyi;

"Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)".

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangsel, Ika menjelaskan, setiap pengerjaan 'polisi tidur' harus sepengetahuan pihaknya karena harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah (Perda).

"Ada ketentuannya. Dan memang dalam pemasangannya pun harus ada pihak berwenang, dalam hal ini Dishub. Jangan sampai dibuat sendiri, lalu malah mengganggu kenyamanan pengguna jalan," katanya.

Lebih jauh, Ika mengingatkan agar 'polisi tidur' yang sudah terlanjur dibangun namun tak sesuai ketentuan untuk segera diperbaiki. "Ada ancaman sanksinya, tapi kita serahkan dulu kepada lingkungan untuk memediasinya. Paling nggak diperbaiki, dipapas, ketinggiannya disesuaikan," pungkasnya.
(mhd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0864 seconds (0.1#10.140)