Diduga Jadi Korban KDRT, WNA Panama Minta Bantuan Jokowi

Kamis, 21 Oktober 2021 - 21:25 WIB
loading...
Diduga Jadi Korban KDRT, WNA Panama Minta Bantuan Jokowi
WNA Panama berinisial R dan dua anaknya yakni APV (11) dan PPV (3) menjadi korban KDRT. Mereka diduga mendapat kekerasan fisik dan verbal dari PSV, mantan suami sekaligus ayah dua anak itu. Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Seorang ibu WNA Panama berinisial R dan dua anaknya yakni APV (11) dan PPV (3) menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT ). Mereka diduga mendapat kekerasan fisik dan verbal dari PSV, mantan suami sekaligus ayah dari dua anaknya itu.

Kuasa hukum korban, Elza Syarief mengatakan, klien dan 2 anaknya kerap ditelantarkan oleh PSV. "Selama berumah tangga, PSV tidak pernah memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri dan anak-anaknya. Dia juga sering mabuk-mabukan, memberikan kekerasan fisik dan verbal serta suka menjalin hubungan dengan wanita lain," ujar Elza di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/10/2021).
Baca juga: Tersangka KDRT dan Penganiayaan, Kombes RW Terima 2 Sanksi Ini

Tak tahan menerima siksaan, R menempuh upaya hukum dengan membuat Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya sesuai dengan Surat Tanda Laporan Polisi Nomor TBL/3878/IV/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 27 Juni 2019 atas dugaan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Faktanya PSV telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka, namun tiba-tiba laporan polisi tersebut dihentikan penyidikannya dengan adanya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) tertanggal 10 September 2020 dengan Nomor B/14679/IX/RES.1.24/2020/Ditreskrimum dan Surat Ketetapan Penghentian Nomor S.Tap/2535/IX/2020 Ditreskrimum tertanggal 9 September 2020.

Atas penghentian penyidikan tersebut, korban R tetap berjuang dengan melakukan upaya hukum praperadilan dengan nomor register perkara 132/Pid.Prap/2020/PN.Jkt.Sel dan dalam amar putusan praperadilan tersebut dinyatakan bahwa proses penyidikan atas laporan polisi Nomor LP/3878/IV/2019/PMJ/Dit.Reskrimum harus ditindaklanjut kembali. "Namun, hingga kini tidak ada progres dan tindak lanjut terhadap laporan polisi itu," kata Elza.

Selain itu, PSV juga menelantarkan R dan 2 anaknya dengan tidak memperpanjang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).

PSV dilaporkan telah menelantarkan R dan tidak memperpanjang KITAP R dan dua anaknya. "Ketika PSV yang saat itu masih berstatus suami sah R dan ayah kandung dari APV dan PPV membuat laporan terhadap Dirjen Imigrasi terkait izin tinggal tetap R yang sudah habis masa berlakunya dan PSV secara sengaja tidak mengurus perpanjangan izin tinggal tetap R dan mencabut sponsor terhadap KITAP R. Tidak hanya itu, PSV menggunakan Lembaga Keimigrasian Republik Indonesia hanya untuk memaksa R segera menyerahkan anak kandungnya kepada PSV," urainya.

"Bahkan, pihak keimigrasian telah menyatakan PSV memenangkan hak asuh anak pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung ketika putusan kasasi belum terjadi dan masih dalam proses pendaftaran berkas. Namun, Imigrasi bersikap seolah-olah mereka telah mengetahui PSV akan memenangkan putusan MA dan hak asuh anak akan jatuh di tangan PSV lalu memaksa R menyerahkan anak kandungnya," sambungnya.
Baca juga: Bali Siap Sambut Turis Asing 14 Oktober, Ini Syarat WNA Masuk RI

Saat pertemuan di Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, proses perceraian R dan PSV masih dalam proses kasasi sehingga seharusnya PSV bertanggung jawab untuk memperpanjang KITAP milik R yang pada saat itu masih berstatus sebagai istrinya sebagaimana pasal 63 ayat 2 UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang menyatakan penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing yang dijamin selama tinggal di wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan setiap perubahan status sipil, status Keimigrasian, dan perubahan alamat.

Faktanya PSV sengaja tidak memperpanjang KITAP R dan 2 anaknya serta berupaya mendeportasikan, bahkan memisahkan antara R dengan anak-anak kandungnya.

Elza menduga PSV berhasil menguasai penegak hukum karena menggunakan jasa advokat atau pengacara ternama. "Sehingga bisa menguasai seluruh instansi seperti Imigrasi dan MA agar dapat memenangkan perkaranya," ujarnya.

Dia berharap para lembaga terkait membuka mata hatinya untuk memperjuangkan nasib ibu dan kedua anaknya yang diduga menjadi korban KDRT.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto mengatakan, 2 anak tersebut mengalami trauma mendalam. "Bahkan, APV sampai takut dan menyatakan ingin bunuh diri karena tidak tahan dengan kelakuan sang ayah," ujarnya.

Sementara itu, APV bocah 11 tahun meminta bantuan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Pak Jokowi, tolong bantu saya. Saya dan adik saya mau ikut ibu," kata APV.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1434 seconds (0.1#10.140)