Cegah Banjir, Kenneth: Prioritaskan Early Warning System Curah Hujan, Jangan Manual
loading...
A
A
A
"Kalau kita siap secara teknologi, kita akan mampu menghitung berapa curah hujan yang akan turun per harinya dan bisa disandingkan dengan kesiapan volume drainase kita. Kita mau menanggulangi banjir ini tidak cukup hanya dalam konsep pembangunan infrastruktur saja, data itu penting. Jadi saat kita berbicara tidak terkesan asbun (asal bunyi)," ketus Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) PPRA Angkatan LXII itu.
Kent mengkritisi statemen Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya Ahmad Riza Patria yang menyebut DKI telah mempersiapkan lokasi pengungsian untuk penanganan banjir. Ia menilai hal ini terkesan pasrah. ”Apa tidak ada strategi lain untuk menekan dampak banjir selain hanya menyiapkan tempat pengungsian saja. Kalau berbicara seperti itu, berarti sama saja mengangkat bendera putih dong," katanya.
Maka itu ia menyarankan agar membenahi upaya deteksi dini supaya Jakarta tidak keteteran lagi ketika musim hujan datang. Jangan lagi pakai ombrometer manual karena banyak kelemahannya, salah satunya frekuensi pengamatannya tidak intens dan jarang.
"Seharusnya menghitung curah hujan permenit tetapi dengan ombrometer ini bisa 1 atau 2 kali per hari. Kemudian karena pola pengamatannya manual, maka risiko salah baca juga tinggi, sehingga data yang didapat akan kurang akurat. Pola menghitung curah hujan dengan ombrometer ini masih menggunakan gelas plastik. Masa zaman sekarang ngukur curah hujan masih pakai gelas plastik,” beber Kent.
Kent meyakini anggaran DKI Jakarta dapat mem-back up hal-hal urgent seperti penanganan banjir, termasuk menggerakan perangkat dari kecamatan hingga RT sebagai upaya antisipasi banjir. Ketika sudah ada penerapan teknologi maka kolaborasi dengan unsur kecamatan, kelurahan, sampai dengan RT, harus berjalan.
"Beri insentif yang cukup untuk mereka yang bertugas. Ini namanya kolaborasi. Soal angggaran, APBD DKI itu tumpah ruah. Jadi pakai teknologi yang mutakhir supaya masalah banjir ini bisa teratasi di tahap awal, dan saya optimis jika Gubernur Anies bisa mengelola APBD dengan baik. Saya yakin semua masalah ini akan bisa teratasi,” paparnya.
Sejalan dengan itu, Kent juga berharap tiga aspek penanganan banjir di Jabodetabek baik secara teknis, ekologi hingga sosial, terus dimatangkan dan diselaraskan dengan kementerian terkait. Termasuk dengan daerah satelit penyangga Ibu Kota.
”Jangan sekadar hanya fokus pada antisipasi air yang datang dari hulu sampai hilir dan pembangunan infrastruktur saja. Tapi early warning system yang memadai harus menjadi skala prioritas. Ingat, sebentar lagi kita akan memasuki akhir tahun dan biasanya akan terjadi curah hujan yang tinggi di bulan Desember, Januari, dan Februari. Antisipasi konkret harus segera berjalan,” pungkas Kent.
Kent mengkritisi statemen Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya Ahmad Riza Patria yang menyebut DKI telah mempersiapkan lokasi pengungsian untuk penanganan banjir. Ia menilai hal ini terkesan pasrah. ”Apa tidak ada strategi lain untuk menekan dampak banjir selain hanya menyiapkan tempat pengungsian saja. Kalau berbicara seperti itu, berarti sama saja mengangkat bendera putih dong," katanya.
Maka itu ia menyarankan agar membenahi upaya deteksi dini supaya Jakarta tidak keteteran lagi ketika musim hujan datang. Jangan lagi pakai ombrometer manual karena banyak kelemahannya, salah satunya frekuensi pengamatannya tidak intens dan jarang.
"Seharusnya menghitung curah hujan permenit tetapi dengan ombrometer ini bisa 1 atau 2 kali per hari. Kemudian karena pola pengamatannya manual, maka risiko salah baca juga tinggi, sehingga data yang didapat akan kurang akurat. Pola menghitung curah hujan dengan ombrometer ini masih menggunakan gelas plastik. Masa zaman sekarang ngukur curah hujan masih pakai gelas plastik,” beber Kent.
Kent meyakini anggaran DKI Jakarta dapat mem-back up hal-hal urgent seperti penanganan banjir, termasuk menggerakan perangkat dari kecamatan hingga RT sebagai upaya antisipasi banjir. Ketika sudah ada penerapan teknologi maka kolaborasi dengan unsur kecamatan, kelurahan, sampai dengan RT, harus berjalan.
"Beri insentif yang cukup untuk mereka yang bertugas. Ini namanya kolaborasi. Soal angggaran, APBD DKI itu tumpah ruah. Jadi pakai teknologi yang mutakhir supaya masalah banjir ini bisa teratasi di tahap awal, dan saya optimis jika Gubernur Anies bisa mengelola APBD dengan baik. Saya yakin semua masalah ini akan bisa teratasi,” paparnya.
Sejalan dengan itu, Kent juga berharap tiga aspek penanganan banjir di Jabodetabek baik secara teknis, ekologi hingga sosial, terus dimatangkan dan diselaraskan dengan kementerian terkait. Termasuk dengan daerah satelit penyangga Ibu Kota.
”Jangan sekadar hanya fokus pada antisipasi air yang datang dari hulu sampai hilir dan pembangunan infrastruktur saja. Tapi early warning system yang memadai harus menjadi skala prioritas. Ingat, sebentar lagi kita akan memasuki akhir tahun dan biasanya akan terjadi curah hujan yang tinggi di bulan Desember, Januari, dan Februari. Antisipasi konkret harus segera berjalan,” pungkas Kent.
(thm)