10 Masalah Layanan Transportasi yang Sering Diadukan Warga Jakarta Selama Pandemi COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Selama masa pandemi COVID-19, Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) banyak menerima pengaduan dari masyarakat. Setelah dikumpulkan ada 10 kategori masalah yang sering diadukan warga Jakarta terkait pelayanan transportasi publik .
Melalui akun twitter resmi @DTKJ_Official, berikut 10 masalah pelayanan transportasi yang banyak diadukan warga Jakarta. Pertama, Reaktivasi Trayek Bus Transjakarta yang Non Aktif Sejak Awal Pandemi.
“Sejak awal pandemi COVID-19, pemerintah berupaya membatasi mobilitas masyarakat, salah satu implementasinya adalah penonaktifan sejumlah rute yang dinilai non-esensial. Saat ini mayoritas masyarakat meminta rute-rute antar wilayah yang non-aktif agar diaktifkan kembali,” tulis @DTKJ_Official, Sabtu (12/6/2021).
Kedua, masalah Kemacetan di Jalan Protokol DKI Jakarta dan Perbatasan Kota. Kepadatan jalan oleh pengguna kendaraan pribadi kian meningkat dengan adanya relaksasi pembatasan kegiatan masyarakat. (Baca juga; Ombudsman: Pengawasan Prokes Transportasi Publik Berantakan )
Ketiga, Lamanya headway (waktu tunggu armada) menyebabkan penumpukan penumpang dalam halte/stasiun. Pengguna transportasi publik mengeluhkan mengenai informasi kedatangan serta informasi di PIS dan aplikasi yang tidak sesuai.
Keempat, Tidak optimalnya penerapan physical distancing dalam moda transportasi publik. Masyarakat mengeluhkan kurang optimal physical distancing dalam moda transportasi publik akibat penumpukan penumpang.
Kelima, Kurangnya kesadaran penerapan protokol kesehatan dari awak angkutan umum reguler. Sering ditemui awak angkuran umum reguler tidak menggunakan masker dan membiarkan jumlah penumpang melebihi kapasitas.
Keenam, Kebijakan dan jam operasional transportasi publik yang tidak konsisten. Padahal masalah ini sangat berdampak masyarakat pengguna transportasi publik. Kondisi ini diperburuk dengan penyebaran informasi yang cenderung tidak merata sehingga masyarakat kebingungan dan perlu adaptasi kembali.
Ketujuh, Kenaikan tarif Angkutan Umum reguler secara sepihak. Kondisi ini dipengaruhi kebijakan physical distancing dan rendahnya pengawasan institusi terkait. (Baca juga; Raih Pahlawan Transportasi Dunia, Anies Puji Pejalan Kaki dan Pengguna Transportasi Publik )
Kedelapan, Parkir liar yang menyebabkan kemacetan atau hambatan samping. Parkir liar di pinggir jalan yang marak kerap memberikan gangguan terhadap kelancaran arus lalu lintas.
Kesembilan, Calo tiket angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Praktik calo masih marak di sejumlah terminal besar di Jakarta. Keberadaan calo meresahkan masyarakat karena menjual tiket bus dengan harga tinggi.
Kesepuluh, Pro Kontra Jalur Sepeda. Keberadaan jalur sepeda dianggap meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pesepeda. Sebaliknya sejumlah pihak menilai jalur sepeda tidak esensial dan hanya menambah kepadatan. (Baca juga; Jalur Sepeda Sudirman-Thamrin Dipermanenkan, Terintegrasi dengan Transportasi Publik )
Melalui akun twitter resmi @DTKJ_Official, berikut 10 masalah pelayanan transportasi yang banyak diadukan warga Jakarta. Pertama, Reaktivasi Trayek Bus Transjakarta yang Non Aktif Sejak Awal Pandemi.
“Sejak awal pandemi COVID-19, pemerintah berupaya membatasi mobilitas masyarakat, salah satu implementasinya adalah penonaktifan sejumlah rute yang dinilai non-esensial. Saat ini mayoritas masyarakat meminta rute-rute antar wilayah yang non-aktif agar diaktifkan kembali,” tulis @DTKJ_Official, Sabtu (12/6/2021).
Kedua, masalah Kemacetan di Jalan Protokol DKI Jakarta dan Perbatasan Kota. Kepadatan jalan oleh pengguna kendaraan pribadi kian meningkat dengan adanya relaksasi pembatasan kegiatan masyarakat. (Baca juga; Ombudsman: Pengawasan Prokes Transportasi Publik Berantakan )
Ketiga, Lamanya headway (waktu tunggu armada) menyebabkan penumpukan penumpang dalam halte/stasiun. Pengguna transportasi publik mengeluhkan mengenai informasi kedatangan serta informasi di PIS dan aplikasi yang tidak sesuai.
Keempat, Tidak optimalnya penerapan physical distancing dalam moda transportasi publik. Masyarakat mengeluhkan kurang optimal physical distancing dalam moda transportasi publik akibat penumpukan penumpang.
Kelima, Kurangnya kesadaran penerapan protokol kesehatan dari awak angkutan umum reguler. Sering ditemui awak angkuran umum reguler tidak menggunakan masker dan membiarkan jumlah penumpang melebihi kapasitas.
Keenam, Kebijakan dan jam operasional transportasi publik yang tidak konsisten. Padahal masalah ini sangat berdampak masyarakat pengguna transportasi publik. Kondisi ini diperburuk dengan penyebaran informasi yang cenderung tidak merata sehingga masyarakat kebingungan dan perlu adaptasi kembali.
Ketujuh, Kenaikan tarif Angkutan Umum reguler secara sepihak. Kondisi ini dipengaruhi kebijakan physical distancing dan rendahnya pengawasan institusi terkait. (Baca juga; Raih Pahlawan Transportasi Dunia, Anies Puji Pejalan Kaki dan Pengguna Transportasi Publik )
Kedelapan, Parkir liar yang menyebabkan kemacetan atau hambatan samping. Parkir liar di pinggir jalan yang marak kerap memberikan gangguan terhadap kelancaran arus lalu lintas.
Kesembilan, Calo tiket angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Praktik calo masih marak di sejumlah terminal besar di Jakarta. Keberadaan calo meresahkan masyarakat karena menjual tiket bus dengan harga tinggi.
Kesepuluh, Pro Kontra Jalur Sepeda. Keberadaan jalur sepeda dianggap meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pesepeda. Sebaliknya sejumlah pihak menilai jalur sepeda tidak esensial dan hanya menambah kepadatan. (Baca juga; Jalur Sepeda Sudirman-Thamrin Dipermanenkan, Terintegrasi dengan Transportasi Publik )
(wib)