Vonis Kasus Mafia Tanah, MAKI: Cek Kesehatan Terpidana Eks Juru Ukur BPN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memutuskan mantan juru ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur Paryoto bersalah kasus pemalsuan sertifikat alias mafia tanah di Cakung. Sebelumnya Paryono divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sayangnya, Paryoto belum bisa dieksekusi atau ditahan dengan alasan sakit. Paryoto dikabarkan stroke dan berada di salah satu rumah sakit di Bekasi.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Maki) Boyamin Saiman berpendapat jaksa harus membawa dokter independen untuk memastikan apakah Paryoto benar-benar sakit atau pura-pura sakit. Pengecekan harus dilakukan karena sudah banyak terjadi kasus alasan sakit digunakan untuk menghindari eksekusi. Baca juga: Menteri Sofyan Tegaskan Sanksi Bagi ASN yang Ikut Komplotan Mafia Tanah
“Kalau pura-pura sakit itu bisa langsung ditahan. Kalau beneran sakit itu ditunggu sampai beneran sembuh langsung ditahan,” katanya kepada wartawan Kamis (27/5/2021).
Kepala Sie Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur Ahmad Fuady membenarkan Paryoto dinyatakan bersalah dan belum bisa dieksekusi atau ditahan. Kejari sudah menerima salinan putusan dari MA.
Fuady akan mengecek apakah benar informasi bahwa Paryoto menderita stroke dan dirawat di sebuah rumah sakit di Bekasi. “Kalau dia memang stroke, dirawat ya berarti kita tidak bisa dieksekusi. Nanti lihat dulu kondisinya bagaimana, kalau dia nanti memang dirawat ya tentu tidak bisa dieksekusi. Kalau eksekusi, dibantarkan tidak ada,” ujarnya.
Dalam putusan MA, Paryoto divonis hukuman 4 bulan kurungan. Meski sudah sempat ditahan, Paryoto juga masih harus menjalani hukuman kembali.
“Masa tahanan dihitung, tapi dia harus tetap menjalani (masa tahanan), Dia itu kan tahanan rumah, dipotong masa tahanannya. Hitungannya kalau tahanan rumah itu 3 hari di rumah, sama dengan 1 hari di rutan. Kalau tahanan kota, 5 hari di tahanan kota sama dengan 1 hari di rutan. Jadi tetap harus menjalani sekitar tiga bulanan,” ujarnya.
Seperti diketahui, Polda Metro Jaya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah di Cakung, yaitu Benny Simon Tabalajun selaku pimpinan PT Salve Veritate dan rekannya, Achmad Djufri. Keduanya saat ini masih dalam status DPO dan berada di luar negeri.
Belakangan Paryoto juga terlibat dalam kasus ini. Kasus itu bermula dari laporan polisi yang diterima pada 2018 lalu. Laporan itu terdaftar dengan nomor laporan LP/5471/X/2018/PMJ/Ditreskrim, tanggal 10 Oktober 2018 lalu.
Sayangnya, Paryoto belum bisa dieksekusi atau ditahan dengan alasan sakit. Paryoto dikabarkan stroke dan berada di salah satu rumah sakit di Bekasi.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Maki) Boyamin Saiman berpendapat jaksa harus membawa dokter independen untuk memastikan apakah Paryoto benar-benar sakit atau pura-pura sakit. Pengecekan harus dilakukan karena sudah banyak terjadi kasus alasan sakit digunakan untuk menghindari eksekusi. Baca juga: Menteri Sofyan Tegaskan Sanksi Bagi ASN yang Ikut Komplotan Mafia Tanah
“Kalau pura-pura sakit itu bisa langsung ditahan. Kalau beneran sakit itu ditunggu sampai beneran sembuh langsung ditahan,” katanya kepada wartawan Kamis (27/5/2021).
Kepala Sie Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur Ahmad Fuady membenarkan Paryoto dinyatakan bersalah dan belum bisa dieksekusi atau ditahan. Kejari sudah menerima salinan putusan dari MA.
Fuady akan mengecek apakah benar informasi bahwa Paryoto menderita stroke dan dirawat di sebuah rumah sakit di Bekasi. “Kalau dia memang stroke, dirawat ya berarti kita tidak bisa dieksekusi. Nanti lihat dulu kondisinya bagaimana, kalau dia nanti memang dirawat ya tentu tidak bisa dieksekusi. Kalau eksekusi, dibantarkan tidak ada,” ujarnya.
Dalam putusan MA, Paryoto divonis hukuman 4 bulan kurungan. Meski sudah sempat ditahan, Paryoto juga masih harus menjalani hukuman kembali.
“Masa tahanan dihitung, tapi dia harus tetap menjalani (masa tahanan), Dia itu kan tahanan rumah, dipotong masa tahanannya. Hitungannya kalau tahanan rumah itu 3 hari di rumah, sama dengan 1 hari di rutan. Kalau tahanan kota, 5 hari di tahanan kota sama dengan 1 hari di rutan. Jadi tetap harus menjalani sekitar tiga bulanan,” ujarnya.
Seperti diketahui, Polda Metro Jaya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah di Cakung, yaitu Benny Simon Tabalajun selaku pimpinan PT Salve Veritate dan rekannya, Achmad Djufri. Keduanya saat ini masih dalam status DPO dan berada di luar negeri.
Belakangan Paryoto juga terlibat dalam kasus ini. Kasus itu bermula dari laporan polisi yang diterima pada 2018 lalu. Laporan itu terdaftar dengan nomor laporan LP/5471/X/2018/PMJ/Ditreskrim, tanggal 10 Oktober 2018 lalu.
(poe)