Kawasan Pejalan Kaki di Kota Tua Harus Diperluas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Low Emission Zone (LEZ) atau Zona Emisi Rendah di Kota Tua , Jakarta Barat diapresiasi. Warganet berharap provinsi lain di Indonesia bisa meniru kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menyediakan kawasan khusus pejalan kaki.
LEZ diberlakukan sejak 8 Februari 2021. Hasilnya, kualitas udara di kawasan Kota Tua kini membaik. Sebelum ada kebijakan LEZ kandungan Sulfur Dioksida (SO2) paling banyak.
Ketua Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia Agung Nugroho mengatakan, kawasan pejalan kaki yang diciptakan Anies berdampak positif bagi warga. Pola hidup warga ibu kota akan berubah dari kendaraan bermotor menjadi jalan kaki.
"Di era pandemi ini kota butuh stamina dan udara segar. Untuk itu LEZ sebaiknya diperluas bukan hanya di Kota Tua saja," ujar Agung, Kamis (18/2/2021).
Dia yakin pengkritik LEZ nantinya baru sadar kalau kawasan pejalan kaki seperti di Kota Tua dan Cikini akan mampu menekan polusi udara.
Di akun Twitter milik Dubes Denmark untuk Indonesia Lars Bo Larsen yakni @DubesDenmark mengapresiasi langkah Anies dalam menerapkan kawasan rendah emisi (LEZ). "Saat Jakarta memperkenalkan Kawasan Rendah Emisi (LEZ) skala kecil di Kota Tua, berikut beberapa pelajaran dari Kopenhagen sebagai ibu kota pertama di dunia yang memperkenalkan Kawasan Pejalan Kaki Rendah Emisi," tulis Lars Bo Larsen dikutip pada Kamis 18 Februari 2021.
Dalam video yang diunggah Lars Bo Larsen, Jakarta baru saja kawasan khusus pejalan kaki di Kota Tua. "Menyambut baik inisiatif ini saya berbagi cerita pertama kali kawasan serupa dibangun di Kota Copanhagen (Denmark). Karena Copanhagen merupakan ibu kota pertama di dunia yang membangun jalur khusus pejalan kaki. Ide kawasan pejalan kaki saat itu dianggap kontroversial," ujarnya.
"Bahkan, arsitek perancangnya harus mendapat pengawalan khusus dari polisi saat jalur pejalan kaki resmi dibuka. Seperti yang baru saja dilakukan di Kota Tua. Tapi, sekarang 9 dari 10 warga Copenhagen justru ingin area pejalan kaki diperbanyak. Mengapa? perubahan persepsi menurut saya terjadi dalam beberapa tahap," ucapnya.
Fase pertama adalah pemilik toko di area tersebut melihat bahwa adanya jalur pejalan kaki. "Ternyata membuat area tersebut ramai dikunjungi oleh konsumen. Fase kedua, terjadi saat para ahli mulai melihat perubahan perilaku masyarakat Copenhagen. Mereka jadi lebih banyak jalan kaki dan bersepeda saat bepergian. Hal inilah yang di kemudian hari menjadi tradisi bersepeda yang dikenal dengan istilah Viking Adventure," ungkap Larsen.
Fase ketiga yang juga dialami di Jakarta adalah tantangan perubahan iklim global yang dihadapi. "Kawasan seperti ini akan menurunkan tingkat emisi karbon. Sehingga masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam memecahkan masalah iklim global dunia. Dan saat ini kita berada pada fase keempat yang berkaitan dengan kesehatan," katanya.
"Karena jalan kaki dan bersepeda membuat tubuh sehat dan membuat ibu kota tempat yang lebih sehat bagi semua. Sehingga dengan warga sehat tentunya jumlah pasien di rumah sakit juga akan menurun. Saya sangat mendukung pembangunan kawasan pejalan kaki di area Kota Tua. Saya harap setelah pandemi berakhir kawasan ini akan menjadi inspirasi gaya hidup baru lebih baik Jakarta," sambungnya.
Ucapan Lars Bo Larsen disambut warganet. Akun @SahidSurapradja berharap ada LEZ di Bandung, Jawa Barat. "Copenhagen kemudian Jakarta, kapan Bandung mau mengikutinya."
“Mudah2an Medan bisa seperti ini, paling tidak dimulai dikawasan titik 0 Medan, Lap. merdeka dan sekitarnya.. singkirkan pohon besi (tiang telepon) Yg sdh seperti rumpun,” ujar @pianRitonga.
Kemudian, warganet lainnya bilang begini. “Orang sonoh aj seneng masa gw orang Jakarta kaga seneng si, kan gw masih normal. berpikirnya Wajah menyeringai dengan mata tersenyumWajah menyeringai dengan mata tersenyumWajah menyeringai dengan mata tersenyum,” ungkap @Recehanrezim.
“Ayo propinsi lain ditiru tuh...,” ucap @t_tafsiri.
“Sebuah inovasi yg oke banget! Pengen banget bisa jalan kaki dg aman dan nyaman ke mana2,” kata @Karinanandaa.
LEZ diberlakukan sejak 8 Februari 2021. Hasilnya, kualitas udara di kawasan Kota Tua kini membaik. Sebelum ada kebijakan LEZ kandungan Sulfur Dioksida (SO2) paling banyak.
Ketua Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia Agung Nugroho mengatakan, kawasan pejalan kaki yang diciptakan Anies berdampak positif bagi warga. Pola hidup warga ibu kota akan berubah dari kendaraan bermotor menjadi jalan kaki.
"Di era pandemi ini kota butuh stamina dan udara segar. Untuk itu LEZ sebaiknya diperluas bukan hanya di Kota Tua saja," ujar Agung, Kamis (18/2/2021).
Dia yakin pengkritik LEZ nantinya baru sadar kalau kawasan pejalan kaki seperti di Kota Tua dan Cikini akan mampu menekan polusi udara.
Di akun Twitter milik Dubes Denmark untuk Indonesia Lars Bo Larsen yakni @DubesDenmark mengapresiasi langkah Anies dalam menerapkan kawasan rendah emisi (LEZ). "Saat Jakarta memperkenalkan Kawasan Rendah Emisi (LEZ) skala kecil di Kota Tua, berikut beberapa pelajaran dari Kopenhagen sebagai ibu kota pertama di dunia yang memperkenalkan Kawasan Pejalan Kaki Rendah Emisi," tulis Lars Bo Larsen dikutip pada Kamis 18 Februari 2021.
Dalam video yang diunggah Lars Bo Larsen, Jakarta baru saja kawasan khusus pejalan kaki di Kota Tua. "Menyambut baik inisiatif ini saya berbagi cerita pertama kali kawasan serupa dibangun di Kota Copanhagen (Denmark). Karena Copanhagen merupakan ibu kota pertama di dunia yang membangun jalur khusus pejalan kaki. Ide kawasan pejalan kaki saat itu dianggap kontroversial," ujarnya.
"Bahkan, arsitek perancangnya harus mendapat pengawalan khusus dari polisi saat jalur pejalan kaki resmi dibuka. Seperti yang baru saja dilakukan di Kota Tua. Tapi, sekarang 9 dari 10 warga Copenhagen justru ingin area pejalan kaki diperbanyak. Mengapa? perubahan persepsi menurut saya terjadi dalam beberapa tahap," ucapnya.
Fase pertama adalah pemilik toko di area tersebut melihat bahwa adanya jalur pejalan kaki. "Ternyata membuat area tersebut ramai dikunjungi oleh konsumen. Fase kedua, terjadi saat para ahli mulai melihat perubahan perilaku masyarakat Copenhagen. Mereka jadi lebih banyak jalan kaki dan bersepeda saat bepergian. Hal inilah yang di kemudian hari menjadi tradisi bersepeda yang dikenal dengan istilah Viking Adventure," ungkap Larsen.
Fase ketiga yang juga dialami di Jakarta adalah tantangan perubahan iklim global yang dihadapi. "Kawasan seperti ini akan menurunkan tingkat emisi karbon. Sehingga masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam memecahkan masalah iklim global dunia. Dan saat ini kita berada pada fase keempat yang berkaitan dengan kesehatan," katanya.
"Karena jalan kaki dan bersepeda membuat tubuh sehat dan membuat ibu kota tempat yang lebih sehat bagi semua. Sehingga dengan warga sehat tentunya jumlah pasien di rumah sakit juga akan menurun. Saya sangat mendukung pembangunan kawasan pejalan kaki di area Kota Tua. Saya harap setelah pandemi berakhir kawasan ini akan menjadi inspirasi gaya hidup baru lebih baik Jakarta," sambungnya.
Ucapan Lars Bo Larsen disambut warganet. Akun @SahidSurapradja berharap ada LEZ di Bandung, Jawa Barat. "Copenhagen kemudian Jakarta, kapan Bandung mau mengikutinya."
“Mudah2an Medan bisa seperti ini, paling tidak dimulai dikawasan titik 0 Medan, Lap. merdeka dan sekitarnya.. singkirkan pohon besi (tiang telepon) Yg sdh seperti rumpun,” ujar @pianRitonga.
Kemudian, warganet lainnya bilang begini. “Orang sonoh aj seneng masa gw orang Jakarta kaga seneng si, kan gw masih normal. berpikirnya Wajah menyeringai dengan mata tersenyumWajah menyeringai dengan mata tersenyumWajah menyeringai dengan mata tersenyum,” ungkap @Recehanrezim.
“Ayo propinsi lain ditiru tuh...,” ucap @t_tafsiri.
“Sebuah inovasi yg oke banget! Pengen banget bisa jalan kaki dg aman dan nyaman ke mana2,” kata @Karinanandaa.
(jon)