Banjir Weltevreden Cikal Bakal Berdirinya Pintu Air Manggarai

Minggu, 07 Februari 2021 - 08:13 WIB
loading...
Banjir Weltevreden Cikal...
Pintu air Manggarai, Jakarta Selatan. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Hujan tanpa henti selama 21 hari yang terjadi di Jakarta membuat sisi selatan kota baru, Weltevreden di akhir abad 18 tenggelam. Banjir menyebabkan aktivitas masyarakat pemerintahan Hindia Belanda lumpuh.

Weltevreden adalah daerah tempat tinggal utama orang-orang Eropa di pinggiran Batavia, Hindia Belanda yang berjarak 10 kilometer dari Batavia lama ke arah selatan. Letaknya kini di sekitar Sawah Besar, Jakarta Pusat yang membentang dari RSPAD Gatot Subroto hingga Museum Gajah.

Nah, banjir Weltevreden juga membuat perkantoran dan permukiman warga di kawasan Menteng hingga Pasar Baru tutup dan transportasi trem terganggu. Harga bahan pokok melonjak karena permintaan meningkat disertai kurangnya suplai barang. Baca juga: Ribuan Kubik Sampah Diangkut dari Pintu Air Manggarai

Menjelang awal 19, banjir tahunan kembali terjadi. Nyaris merata di setiap permukiman warga di luar Weltevreden.
Banjir Weltevreden Cikal Bakal Berdirinya Pintu Air Manggarai

Weltevreden atau pusat kota atau tengah kota di Batavia. Foto: legendary1928.tumblr.comItu diungkapkan Restu Gunawan dalam buku Gagalnya Sistem Kanal, Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa (2010). Bahkan, ketika banjir besar melanda tahun 1918, kondisi warga Jakarta makin mengenaskan. Tidak hanya banjir, wabah kolera juga terjadi sekitar 6-8 orang masuk rumah sakit setiap harinya.

Mengutip dari Okezone.com, banjir tahun 1918 merupakan banjir terbesar yang melanda Jakarta. Penyebabnya karena pembalakan liar di hulu atau kawasan Bogor. Air tak terkendali hingga masuk Jakarta. Korban jiwa berjatuhan.

Jengah dengan banjir, Wali Kota Batavia kemudian mengadakan rapat dewan kota pada 18 Februari 1918. Anggaran 500 ribu gulden diajukan ke Gubernur Jendral untuk menangani banjir dengan membuat kanal dan pintu air. Nah, inilah cikal bakal pembangunan Pintu Air Manggarai .

Ide pembangunan kanal sebenarnya telah muncul dari Insinyur Herman van Breen di tahun 1912. Namun, karena Batavia maupun Hindia Belanda tak memiliki uang, pembangunan baru dilakukan tahun 1918. “Mungkin saat itu uangnya baru terkumpul,” kata Budayawan dan Sejarawan Chandrian Attahiyat, Minggu (7/2/2021). Baca juga: Nama Anies Ikut Disebut-sebut dalam Banjir "Semarang"

Saat pembangunan dirancang Pemkot Batavia ingin melakukan pembuangan air sehingga tak masuk ke Weltevreden. Karena itu, selain diperlukan penutupan saluran air, kanal atau sungai buatan diperlukan untuk membuang air.

Di tahun itu juga pembangunan dikerjakan. Aliran air di Kalimalang (kini Banjir Kanal Barat) diperluas dan diperpanjang dari kawasan Manggarai, Jakarta Selatan hingga Tubagus Angke, Jakarta Barat melintasi Pejompongan, Tanah Abang, hingga Tambora.

Setahun setelah pembangunan kanal selesai, van Breen diangkat menjadi anggota dewan kota mengawasi pembangunan pintu air oleh Departement Waterstaat (Kementerian PUPR-nya Hindia Belanda) tahun 1920 dan selesai 1922.

“Konsepnya sederhana, menahan air tak masuk ke Weltevreden karena kawasan elite dan pusat pemerintahan Hindia Belanda. Maka diperlukan pembuangan melalui kanal,” kata Chandrian.

Lewat Pintu Air Manggarai aliran air dapat dikendalikan. Air dari Banjir Kanal Timur dapat terbagi menuju BKB atau Kali Ciliwung Lama. Peran petugas operator pintu menjadi sentral karena salah buang dan tak cermat Jakarta bisa banjir.

Berkontribusi terhadap penanggulangan banjir Jakarta, sebuah prasasti berukuran 60x40 meter berbahasa Belanda dibangun di pintu air utara dibuat menghormati van Breen.

"Door de Burgerrij van Batavia Werd Vit erkentelijk heid jegens den Ingenieur van de Waterstraat en Island Burgergelijke openbare werken van Breen out Werper en bouw meester der werken tat banjir vrij making van Batavia. De gedenkplaat aan gebracht in het jaahr MDCCCXIX nadat de eerst groate banjir was afgevoerd door het kanaal dat anvangt bij dezie sluis," tulis prasasti itu.

Kini diumurnya yang mendekati satu abad. Pintu air Manggarai masih memiliki peran penting. Tanpanya, banjir di tahun 1930, 1942, 1976, 2004, 2007, hingga 2019 di Jakarta bisa lebih buruk dan lama. Baca juga: Antisipasi Banjir, 10 Pompa di Waduk Pluit Mulai Disiagakan

Untuk mengatasi manajemen air di sana, Pemprov DKI terus melakukan terobosan. Selain penyekatan sampah sebelum masuk Manggarai, DKI selalu menyiagakan sejumlah alat berat di bibir kali. “Fungsinya agar aliran air tetap lancar,” kata Plt Wali Kota Jakarta Selatan Isnawa Adji.

Pihaknya selalu concern terhadap masalah sampah di Manggarai. Tanpa alat berat, pengangkutan sampah bisa dilakukan hingga berhari-hari, bahkan 1-2 minggu. Setelah banyaknya penyekatan sampah di Manggarai berkurang. Pengangkutan sampah di pintu air Manggarai hanya sekitar enam jam.

Herman van Breen

Mengutip dari Wikipedia, Herman van Breen merupakan guru besar Technische Hoogeschool te Bandoeng atau ITB. Dia berperan penting dalam penanganan banjir Jakarta. Idenya dan pembangunan mampu membuat banjir di Jakarta dikendalikan.
Banjir Weltevreden Cikal Bakal Berdirinya Pintu Air Manggarai

Herman van Breen. Foto: WikipediaMengutip website resmi Pemprov DKI, jakarta.go.id, van Breen menyusun rencana besar pencegahan banjir secara terpadu yang kala itu wilaya Batavia baru seluas 2.500 hektare.

Ide dan strategi pencegahan banjir yang ada saat itu dinilai cukup spektakuler. Kini Pemprov DKI masih memegang prinsip-prinsip pencegahan banjir ala van Breen untuk mengatasi banjir Jakarta.

“Konsep van Breen dan kawan-kawan sebenarnya sederhana, namun perlu perhitungan cermat dan pelaksanaannya butuh biaya tinggi,” tulis akun Pemprov DKI. Baca juga: Jakarta Tambah Mesin Pompa Stationer untuk Antisipasi Banjir, Netizen: Awas Kabelnya Diputus!

Dengan mengendalikan aliran air dari hulu sungai dan membatasi volume air masuk kota, van Breen membangun saluran kolektor di pinggir selatan kota untuk menampung limpahan air selanjutnya dialirkan ke laut melalui tepian barat kota.

Saluran kolektor yang dibangun itu kini dikenal sebagai Banjir Kanal yang memotong Kota Jakarta dari Pintu Air Manggarai bermuara di kawasan Muara Angke.

Dipilihnya Manggarai sebagai titik awal karena wilayah ini merupakan batas selatan kota yang relatif aman dari gangguan banjir sehingga memudahkan sistem pengendalian aliran air di saat musim hujan.

Pengendalian banjir dilakukan bertahap mulai Pintu Air Manggarai menuju Barat, memotong Sungai Cideng, Sungai Krukut, Sungai Grogol, terus ke Muara Angke.

Untuk mengatur debit aliran air ke dalam kota, banjir kanal dilengkapi beberapa pintu air antara lain Pintu Air Manggarai (untuk mengatur debit Kali Ciliwung Lama) dan Pintu Air Karet (untuk membersihkan Kali Krukut Lama dan Kali Cideng Bawah dan terus ke Muara Baru).

Adanya Banjir Kanal, beban sungai di utara saluran kolektor relatif terkendali. Karena itu, alur-alur tersebut dan beberapa kanal yang dibangun kemudian dimanfaatkan sebagai sistem makro drainase kota guna mengatasi genangan air di dalam kota.

Van Breen menyadari banjir yang selalu mengancam Jakarta tak akan teratasi jika hanya memperbaiki sistem tata air di dalam kota. Karena itu pencegahan di daerah hulu pun harus dikelola terpadu.

Untuk mengendalikan aliran di daerah hulu perlu dibangun beberapa bendungan penampungan sementara sebelum air dialirkan ke hilir. Sebagai implementasi dari rencana pencegahan di daerah hulu dibangun dua bendungan yakni Bendungan Katulampa di Ciawi dan Bendungan Empang di hulu Sungai Cisadane.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1272 seconds (0.1#10.140)