Menyeramkan, Kuntilanak Merah Penunggu TPU Petamburan yang Kerap Sapa Penjaga Makam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Suasana TPU Petamburan , Jakarta, sekitar dua bulan lalu menjelang malam tampak sunyi. Hanya terlihat salah seorang perawat makam bernama Adi sedang membersihkan salah satu makam di Blok A TPU tersebut.
Menjelang magrib, para pedagang saat itu sudah menutup lapaknya, begitupun sejumlah perawat makam sudah menggulung selang, tinggallah Adi sendirian di areal makam karena memilih menuntaskan pekerjaanya yang tersisa satu atau dua makam lagi.
Saat asik bekerja, matanya secara samar melihat wanita bergaun merah turun dari wadah penyimpanan air di lantai dua kantor ke areal makam menggunakan tangga dengan cepat. Kurang dari tiga menit, langkah kaki wanita itu terhenti di areal tembok makam yang memisahkan areal pemakaman dengan permukiman warga.
Sempat menengok ke Adi, wanita itu menembus tembok. Sontak, Adi lari terbirit birit, meninggalkan ember, sikat, dan air yang masih mengucur. Dia lari menjauhi makam menuju kantor sejauh puluhan meter.
“Kong tolong kong,” teriak Adi kepada Engkong Iir penjaga makam TPU Petamburan. Tergesah gesah, Adi bercerita tentang kejadian itu. Kong Iir hanya tertawa melihat tingkah Adi yang kala itu dibasahi keringat ketakutan.
“Palingan mau nyapa dikit,” kata Kong Iir menceritakan kejadian itu kepada Sofyan, reporter MNC di akun YouTube-nya Kontributor Jakarta yang diposting dua bulan lalu. (Baca: Bikin Bulu Kuduk Berdiri, Bos Sawit Ini Tersasar di Hotel Bintang 5 yang Sudah Lama Tutup di Jakarta)
Kong Iir sendiri cukup mengenal kawasan TPU Kober. Sejak kecil dia berada di kawasan ini, pada tahun 1965 saat masih berusia 9 tahun. Kong Iir suka bermain bola di dekat Mausoleum O.G. Khow senilai 200 ribu poundsterling.
Pohon-pohon Asem masih menyebar di area makam, jumlah makam Yahudi kala itu masih berjumlah ratusan. Kini dua hal itu tak lagi mendominasi, pohon asem di sana hanya berjumlah dua setelah Pemprov DKI membangun tembok memisahkan areal pemakaman dengan permukiman. Begitupan makam Yahudi yang kini hanya tersisa tiga saja setelah terganti dengan makam baru etnis China yang mendominasi di sana.
Kuntilanak Jahil
Bagi Kong Iir, kejahilan kuntilanak merah penunggu makam TPU Petamburan bukan hal asing. Sudah cukup sering dia dijahili oleh makhluk astral itu. Meski tak pernah melihat wajah makhluk itu karena penampakan yang selalu samar.
Namun kejahilan cukup terasa, khususnya di Selasa dan Kamis sehabis hujan.
Kong Iir bercerita, suatu hari setelah petugas para pengantar jenazah lelah bekerja dan tak berkumpul. Akhirnya di malam itu, sehabis menyopir mengantar jenazah pasien Covid-19, mereka memutuskan berkumpul dahulu di satu ruangan kantor.
Dengan pembicaraan serius, seorang sopir jenazah menceritakan masalah di keluarga dan meminta saran dari teman-temannya. Saat cerita belum tuntas, cekikian ketawa dari luar ruangan terdengar jelas. Saling bertatap wajah, empat sopir bersama Kong Iir langsung pergi meninggalkan ruangan itu. “Bukan hanya saya yang mendengar, tapi orang lain di sana juga,” cerita Kong Iir ke Sofyan.
Di lain hari, hal tak jauh beda terjadi. Usai berkumpul di areal tengah makam. Mereka kemudian bermaksud meneduh setelah hujan rintik turun. Berlari sambil menutupi kepala yang basah, mereka melintas di pohon asem di tengah makam. Saat berlari sayup-sayup suara menyapa terdengar dari atas pohon asem yang bergoyang.
“Mau pada ke mana,” tanya makhluk dari atas pohon yang belakangan diketahui wanita bergaun merah. Seketika, langkah kaki kian cepat menjauh pohon asem itu. Jalanan yang licin mereka trabas.
Menurut Kong Iir, selain di pohon Asem dan areal blok A. Wanita bergaun merah yang biasa mereka sebut kuntilanak merah itu kerap terlihat di tembok sisi kiri, Mausoleum, toren, hingga gerbang pintu masuk. “Dia tak menampakkan diri secara jelas. Palingan jahil-jahil kecil aja,” katanya.
Menjelang magrib, para pedagang saat itu sudah menutup lapaknya, begitupun sejumlah perawat makam sudah menggulung selang, tinggallah Adi sendirian di areal makam karena memilih menuntaskan pekerjaanya yang tersisa satu atau dua makam lagi.
Saat asik bekerja, matanya secara samar melihat wanita bergaun merah turun dari wadah penyimpanan air di lantai dua kantor ke areal makam menggunakan tangga dengan cepat. Kurang dari tiga menit, langkah kaki wanita itu terhenti di areal tembok makam yang memisahkan areal pemakaman dengan permukiman warga.
Sempat menengok ke Adi, wanita itu menembus tembok. Sontak, Adi lari terbirit birit, meninggalkan ember, sikat, dan air yang masih mengucur. Dia lari menjauhi makam menuju kantor sejauh puluhan meter.
“Kong tolong kong,” teriak Adi kepada Engkong Iir penjaga makam TPU Petamburan. Tergesah gesah, Adi bercerita tentang kejadian itu. Kong Iir hanya tertawa melihat tingkah Adi yang kala itu dibasahi keringat ketakutan.
“Palingan mau nyapa dikit,” kata Kong Iir menceritakan kejadian itu kepada Sofyan, reporter MNC di akun YouTube-nya Kontributor Jakarta yang diposting dua bulan lalu. (Baca: Bikin Bulu Kuduk Berdiri, Bos Sawit Ini Tersasar di Hotel Bintang 5 yang Sudah Lama Tutup di Jakarta)
Kong Iir sendiri cukup mengenal kawasan TPU Kober. Sejak kecil dia berada di kawasan ini, pada tahun 1965 saat masih berusia 9 tahun. Kong Iir suka bermain bola di dekat Mausoleum O.G. Khow senilai 200 ribu poundsterling.
Pohon-pohon Asem masih menyebar di area makam, jumlah makam Yahudi kala itu masih berjumlah ratusan. Kini dua hal itu tak lagi mendominasi, pohon asem di sana hanya berjumlah dua setelah Pemprov DKI membangun tembok memisahkan areal pemakaman dengan permukiman. Begitupan makam Yahudi yang kini hanya tersisa tiga saja setelah terganti dengan makam baru etnis China yang mendominasi di sana.
Kuntilanak Jahil
Bagi Kong Iir, kejahilan kuntilanak merah penunggu makam TPU Petamburan bukan hal asing. Sudah cukup sering dia dijahili oleh makhluk astral itu. Meski tak pernah melihat wajah makhluk itu karena penampakan yang selalu samar.
Namun kejahilan cukup terasa, khususnya di Selasa dan Kamis sehabis hujan.
Kong Iir bercerita, suatu hari setelah petugas para pengantar jenazah lelah bekerja dan tak berkumpul. Akhirnya di malam itu, sehabis menyopir mengantar jenazah pasien Covid-19, mereka memutuskan berkumpul dahulu di satu ruangan kantor.
Dengan pembicaraan serius, seorang sopir jenazah menceritakan masalah di keluarga dan meminta saran dari teman-temannya. Saat cerita belum tuntas, cekikian ketawa dari luar ruangan terdengar jelas. Saling bertatap wajah, empat sopir bersama Kong Iir langsung pergi meninggalkan ruangan itu. “Bukan hanya saya yang mendengar, tapi orang lain di sana juga,” cerita Kong Iir ke Sofyan.
Di lain hari, hal tak jauh beda terjadi. Usai berkumpul di areal tengah makam. Mereka kemudian bermaksud meneduh setelah hujan rintik turun. Berlari sambil menutupi kepala yang basah, mereka melintas di pohon asem di tengah makam. Saat berlari sayup-sayup suara menyapa terdengar dari atas pohon asem yang bergoyang.
“Mau pada ke mana,” tanya makhluk dari atas pohon yang belakangan diketahui wanita bergaun merah. Seketika, langkah kaki kian cepat menjauh pohon asem itu. Jalanan yang licin mereka trabas.
Menurut Kong Iir, selain di pohon Asem dan areal blok A. Wanita bergaun merah yang biasa mereka sebut kuntilanak merah itu kerap terlihat di tembok sisi kiri, Mausoleum, toren, hingga gerbang pintu masuk. “Dia tak menampakkan diri secara jelas. Palingan jahil-jahil kecil aja,” katanya.
(hab)