Sekum PP Muhammadiyah Ajak Pengunjuk Rasa Tetap Jaga Situasi Kondusif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Unjuk rasa dalam rangka menolak Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja masih berlangsung. Setelah aksi unjuk rasa pekan lalu berujung anarkis, hari ini elemen mahasiswa maupun buruh di wilayah Jabodetabek, kembali turun ke jalan menggelar aksi serupa.
Menanggapi aksi unjuk rasa ini, Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengimbau kepada masyarakat, khususnya umat muslim, untuk tetap menjaga situasi tetap kondusif.
“Soal kontroversi UU Cipta Kerja seharusnya tidak menguras dan menghabiskan energi kita semua. Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat, saya kira itu sesuatu yang wajar karena dalam demokrasi perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan,” ujar Abdul Mu'ti, dalam keterangannya, Selasa (13/10/2020). Antisipasi Demonstran, Polda Metro Jaya Tutup Ruas Jalan Menuju Istana Negara)
Meski demikian, ia tidak setuju ada demo lanjutan, apalagi dibumbui dengan aksi anarkis. Bagi masyarakat yang berkeberatan, bisa menembuh tiga jalur. Jalur pertama, menunggu hingga 30 hari hingga RUU ini resmi diundangkan oleh pemerintah, dan DPR sendiri masih melakukan revisi karena banyak masukan dari partai-partai dalam sidang paripurna.
Jalur kedua, melakukan telaah pada pasal-pasal yang dalam RUU tersebut. Kalau memang ada pasal yang bertentangan dengan UUD 1945, maka masyarakat bisa menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jalur ketiga, semua masyarakat diharapkan untuk bersikap dewasa, arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan ini.
“Janganlah karena persoalan (pengesahan RUU Cipta Kerja) ini, persatuan dan kesatuan kita terkoyak-koyak,” kata Guru Besar Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu. (Baca juga: Antisipasi Perusuh, Polda Metro Akan Razia Peserta Unjuk Rasa)
Ia menganjurkan kepada publik agar lebih fokus pada masalah pandemi virus Corona (Covid-19) dan isu resesi ekonomi yang menghantui Indonesia. “Karena itu, semua pihak hendaknya berbicara dari hati ke hati. Perlu dialog antara pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.
Abdul Mu'ti juga mengingatkan agar masyarakat tidak membawa persoalan ini keluar dari substansi sebenarnya. Bahkan bila perlu tidak usah ada aksi demo lagi.
“Betul bahwa hak menyampaikan pendapat lewat demonstrasi adalah hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945. Tapi demonstrasi itu harus dilaksanakan berdasarkan dengan UU yang berlaku. Demonstrasi jangan disertai dengan kekerasan dan perbuatan yang menimbulkan kerusakan maupun kerugian bagi masyarakat,” katanya.
Ia melanjutkan,aksi demo jangan dilakukan sebagai sarana pelampiasan kebencian. Di mana dalam demo itu terlontar kata-kata yang menyerang pihak lain maupun yang bernuansa SARA.
“Aksi demo tentunya harus menunjukkan tingkat keadaban kita. Cerminan keadaban kita ini tercermin dari bagaimana cara kita berdemokrasi dan bagaimana bangsa ini berdemonstasi,” ucapnya.
Masyarakat juga disarankan untuk tidak cepat terprovokasi dengan isu-isu yang tidak jelas kebenarannya. Untuk itu, ia menghimbau agar segenap umat muslim agar tidak menyebarkan informasi yang tak diketahui sumbernya.
Apalagi informasi ini berisi hal-hal yang berpotensi memecah persatuan bangsa dan melemakan kerukunan umat. Selain itu, jangan menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan tuntunan agama kepada orang lain.
“Kita seharusnya menjadi muslim yang cerdas dan tercerahkan. Informasi yang tidak baik kita diamkan saja dan kita ganti dengan meyebarkan informasi yang baik, benar dan akurat dan mendatangkan ketenangan dan kedamaian,” katanya.
Abdul mu'ti juga mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh untuk berprilaku anarkis karena justru memberikan keuntungan bagi segelintir orang yang mencoba mengail di air keruh atas persoalan UU Omnibus Law ini.
“Marilah kita sekalian senantiasa diberikan pertolongan oleh Allah sehingga diberikan kekuatan agar terhindar dari perpecahan dan bangsa bisa senantiasa saling bekerja sama,” pungkasnya.
Menanggapi aksi unjuk rasa ini, Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengimbau kepada masyarakat, khususnya umat muslim, untuk tetap menjaga situasi tetap kondusif.
“Soal kontroversi UU Cipta Kerja seharusnya tidak menguras dan menghabiskan energi kita semua. Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat, saya kira itu sesuatu yang wajar karena dalam demokrasi perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan,” ujar Abdul Mu'ti, dalam keterangannya, Selasa (13/10/2020). Antisipasi Demonstran, Polda Metro Jaya Tutup Ruas Jalan Menuju Istana Negara)
Meski demikian, ia tidak setuju ada demo lanjutan, apalagi dibumbui dengan aksi anarkis. Bagi masyarakat yang berkeberatan, bisa menembuh tiga jalur. Jalur pertama, menunggu hingga 30 hari hingga RUU ini resmi diundangkan oleh pemerintah, dan DPR sendiri masih melakukan revisi karena banyak masukan dari partai-partai dalam sidang paripurna.
Jalur kedua, melakukan telaah pada pasal-pasal yang dalam RUU tersebut. Kalau memang ada pasal yang bertentangan dengan UUD 1945, maka masyarakat bisa menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jalur ketiga, semua masyarakat diharapkan untuk bersikap dewasa, arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan ini.
“Janganlah karena persoalan (pengesahan RUU Cipta Kerja) ini, persatuan dan kesatuan kita terkoyak-koyak,” kata Guru Besar Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu. (Baca juga: Antisipasi Perusuh, Polda Metro Akan Razia Peserta Unjuk Rasa)
Ia menganjurkan kepada publik agar lebih fokus pada masalah pandemi virus Corona (Covid-19) dan isu resesi ekonomi yang menghantui Indonesia. “Karena itu, semua pihak hendaknya berbicara dari hati ke hati. Perlu dialog antara pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.
Abdul Mu'ti juga mengingatkan agar masyarakat tidak membawa persoalan ini keluar dari substansi sebenarnya. Bahkan bila perlu tidak usah ada aksi demo lagi.
“Betul bahwa hak menyampaikan pendapat lewat demonstrasi adalah hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945. Tapi demonstrasi itu harus dilaksanakan berdasarkan dengan UU yang berlaku. Demonstrasi jangan disertai dengan kekerasan dan perbuatan yang menimbulkan kerusakan maupun kerugian bagi masyarakat,” katanya.
Ia melanjutkan,aksi demo jangan dilakukan sebagai sarana pelampiasan kebencian. Di mana dalam demo itu terlontar kata-kata yang menyerang pihak lain maupun yang bernuansa SARA.
“Aksi demo tentunya harus menunjukkan tingkat keadaban kita. Cerminan keadaban kita ini tercermin dari bagaimana cara kita berdemokrasi dan bagaimana bangsa ini berdemonstasi,” ucapnya.
Masyarakat juga disarankan untuk tidak cepat terprovokasi dengan isu-isu yang tidak jelas kebenarannya. Untuk itu, ia menghimbau agar segenap umat muslim agar tidak menyebarkan informasi yang tak diketahui sumbernya.
Apalagi informasi ini berisi hal-hal yang berpotensi memecah persatuan bangsa dan melemakan kerukunan umat. Selain itu, jangan menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan tuntunan agama kepada orang lain.
“Kita seharusnya menjadi muslim yang cerdas dan tercerahkan. Informasi yang tidak baik kita diamkan saja dan kita ganti dengan meyebarkan informasi yang baik, benar dan akurat dan mendatangkan ketenangan dan kedamaian,” katanya.
Abdul mu'ti juga mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh untuk berprilaku anarkis karena justru memberikan keuntungan bagi segelintir orang yang mencoba mengail di air keruh atas persoalan UU Omnibus Law ini.
“Marilah kita sekalian senantiasa diberikan pertolongan oleh Allah sehingga diberikan kekuatan agar terhindar dari perpecahan dan bangsa bisa senantiasa saling bekerja sama,” pungkasnya.
(thm)