Dilema Pembukaan Bioskop pada Masa Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
Tercatat sejak bioskop ditutup hingga Lebaran Idul Fitri lalu, 110 judul film tidak jadi beredar, film impor juga turut menyetop kirimannya. Akibatnya, kerugian yang dialami pengusaha bioskop selama pandemi sangat besar.
"Dampak penutupan bioskop ini hampir semua karyawan kelompok usaha 21/XXI dan CGV banyak yang di-PHK dan dirumahkan. Sementara bioskop tetap membutuhkan perawatan, sedangkan biaya perawatan proyektor digital sangat mahal, bisa di angka Rp80 juta-Rp100 juta," tutur Djonny.
Djonny menambahkan, tidak boleh ada diskriminasi dalam menentukan kebijakan. "Saat ini penerbangan, kereta api, stasiun, pasar, mal, angkutan umum diperbolehkan, mengapa bioskop yang secara infrastruktur jauh lebih aman belum boleh, ada apa ini?” ucap Djonny.
Dia menekankan, berdasarkan sebuah penelitian di beberapa negara yang membolehkan bioskop dibuka, seperti Jerman, Inggris, dan Singapura, persentase penularan di bioskop cuma 0,3%, relatif kecil.
Djonny Syafruddin menyatakan, pemilik film ingin melihat respons masyarakat, apakah pembukaan tempat hiburan itu mendapat respons positif atau malah sebaliknya. Sebab, bila di pusat kegiatan perekonomian saja sepi, kemungkinan besar daerah lain akan bernasib serupa.
"Jadi yang terbaik Jakarta dulu buka supaya di daerah bisa bergerak. Buat jadi contoh. Yang punya film juga enggak mau edaran kalau cuma di daerah-daerah saja. Karena market terbesar Jakarta. Daerah pusat ekonomi," kata Djonny. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)
Saat ini sudah ada 65% kota atau kabupaten di Indonesia yang diizinkan membuka bioskop. Daerah-daerah itu menyebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan.
Selain itu, dia ingin agar pajak tontonan diseragamkan menjadi 10%. “Jangan dipungut dulu selama setahun ini, sepanjang pandemi dan new normal masih berlangsung,” ungkapnya.
Manoj Punjabi sebagai produser film mengaku hal ini sangat merugikan. "Kalau saya sebagai produser jelas, ini kan merugikan dan mengganggu ekosistem industri film Tanah Air," kata Manoj. M
eski begitu, dia memahami keputusan pemerintah terkait ditundanya pembukaan bioskop. Dia maklum jika alasannya untuk keselamatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. "Tapi Kalau memang itu (pembukaan bioskop ditunda) solusi yang terbaik, ya oke," tuturnya. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)
Melihat nasib bioskop saat ini, Manoj sebagai pendiri rumah produksi sudah mempersiapkan strategi dengan memanfaatkan platform digital untuk distribusi film. Terkait beberapa film milik MD Pictures yang hanya tayang di platform Disney+ Hotstar, Manoj Punjabi senang dan menyambut baik. (Thomas Manggalla)
"Dampak penutupan bioskop ini hampir semua karyawan kelompok usaha 21/XXI dan CGV banyak yang di-PHK dan dirumahkan. Sementara bioskop tetap membutuhkan perawatan, sedangkan biaya perawatan proyektor digital sangat mahal, bisa di angka Rp80 juta-Rp100 juta," tutur Djonny.
Djonny menambahkan, tidak boleh ada diskriminasi dalam menentukan kebijakan. "Saat ini penerbangan, kereta api, stasiun, pasar, mal, angkutan umum diperbolehkan, mengapa bioskop yang secara infrastruktur jauh lebih aman belum boleh, ada apa ini?” ucap Djonny.
Dia menekankan, berdasarkan sebuah penelitian di beberapa negara yang membolehkan bioskop dibuka, seperti Jerman, Inggris, dan Singapura, persentase penularan di bioskop cuma 0,3%, relatif kecil.
Djonny Syafruddin menyatakan, pemilik film ingin melihat respons masyarakat, apakah pembukaan tempat hiburan itu mendapat respons positif atau malah sebaliknya. Sebab, bila di pusat kegiatan perekonomian saja sepi, kemungkinan besar daerah lain akan bernasib serupa.
"Jadi yang terbaik Jakarta dulu buka supaya di daerah bisa bergerak. Buat jadi contoh. Yang punya film juga enggak mau edaran kalau cuma di daerah-daerah saja. Karena market terbesar Jakarta. Daerah pusat ekonomi," kata Djonny. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)
Saat ini sudah ada 65% kota atau kabupaten di Indonesia yang diizinkan membuka bioskop. Daerah-daerah itu menyebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan.
Selain itu, dia ingin agar pajak tontonan diseragamkan menjadi 10%. “Jangan dipungut dulu selama setahun ini, sepanjang pandemi dan new normal masih berlangsung,” ungkapnya.
Manoj Punjabi sebagai produser film mengaku hal ini sangat merugikan. "Kalau saya sebagai produser jelas, ini kan merugikan dan mengganggu ekosistem industri film Tanah Air," kata Manoj. M
eski begitu, dia memahami keputusan pemerintah terkait ditundanya pembukaan bioskop. Dia maklum jika alasannya untuk keselamatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. "Tapi Kalau memang itu (pembukaan bioskop ditunda) solusi yang terbaik, ya oke," tuturnya. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)
Melihat nasib bioskop saat ini, Manoj sebagai pendiri rumah produksi sudah mempersiapkan strategi dengan memanfaatkan platform digital untuk distribusi film. Terkait beberapa film milik MD Pictures yang hanya tayang di platform Disney+ Hotstar, Manoj Punjabi senang dan menyambut baik. (Thomas Manggalla)