Pasar Senen, 3 Abad Tak Lekang Dilindas Zaman

Selasa, 08 September 2020 - 07:15 WIB
loading...
Pasar Senen, 3 Abad Tak Lekang Dilindas Zaman
Suasana pintu masuk pusat perbelanjaan Pasar Senen Blok III, Jakarta, kemarin. Pasar Senen dengan wajah baru ini, terlihat lebih modern dan bersih. Foto/Koran SINDO/FW Bahtiar
A A A
BERDIRI tiga abad lalu, Pasar Senen tumbuh sebagai pusat kulakan di ibu kota bahkan Indonesia. Di pasar ini pula, tak terhitung tokoh pejuang kemerdekaan dan seniman besar biasa menghabiskan waktunya untuk nongkrong sekaligus mengatur siasat gerakan.

Senin (31/8/2020), matahari selangkah lagi berada di ubun-ubun kepala. Satu per satu motor memenuhi lahan parkir di rooftop Blok III Pasar Senen. Para pengunjung didominasi muda-mudi yang datang bergerombol. Mereka biasanya datang untuk membeli pakaian bekas. “Di sini, harganya murah,” ujar salah satu pengunjung, Zaqi Abdillah kepada KORAN SINDO. (Baca: Ini Penampakan Rp56 Miliar hasil Penipuan Belanja Ventilator dan Monitor Covid-19)

Dari area parkir itu, calon pembeli harus turun dua lantai. Pilihannya bisa menggunakan tangga di sebelah selatan atau lift di sebelah timur dan barat rooftop. Sampai di lantai 2, teriakan pedagang sahut menyahut, ”Bajunya Rp20.000, silakan dipilih-dipilih”. Lantai 2 Blok III ini merupakan surga pakaian bekas dengan harga bersahabat di kantong anak-anak muda.

Zaqi yang datang bersama dua saudara laki-lakinya mengaku satu bulan sekali belanja ke Pasar Senen. Warga Sunter, Jakarta Utara, itu biasa mengincar celana, pakaian, dan jaket. Belanja di Pasar Senen penuh sensasi karena dituntut pintar-pintar memilih. Ada banyak pakaian yang bagus dengan harga terjangkau. “Yang penting bisa nawar, kadang bisa turun sampai 50 persen,” tuturnya bangga.

Pasar Senen, 3 Abad Tak Lekang Dilindas Zaman


Bukan tanpa alasan Zaqi datang saban bulan ke sini. Bahkan dia bercerita dalam dua tahun terakhir makin sering belanja pakaian ke Pasar Senen. Tak hanya untuk dipakai, Zaqi juga biasanya menjual kembali pakaian yang sudah dirasa bosan.

Menurutnya, belanja di mal memang punya kelebihan dari sisi kepastian kualitas dan harga. Namun sebenarnya kualitas pakaian bekas di Pasar Senen tak kalah dengan pusat perbelanjaan modern. Di Pasar Senen, setiap pakaian yang baru dibeli sebaiknya dicuci terlebih dahulu. “Untung-untungan. Harus rajin ngubek-ngubek. Saya bisa sampai tiga jam untuk mendapatkan pakaian yang diinginkan,” ucapnya.

Cerita dan daya pikat pakaian bekas di Pasar Senen memang bak pesan berantai di kalangan masyarakat Jabodetabek selama dua dekade terakhir. Sejarah Pasar Senen sebagai pusat kulakan membentang jauh sejak era Kolonial Belanda. (Baca juga: Gegara Resesi, Singapura Mulai Tak Ramah Pada TKA)

Sejarawan Bondan Kanumoyoso menerangkan, Pasar Senen ini merupakan bagian dari perkembangan Kota Batavia lama. “Kota Batavia di abad 17 mulai berkembang ke luar tembok kota (Kota Tua). Keamanan kota mulai terjamin karena ada kesepakatan damai dengan Mataram dan Banten. Penduduk mulai bisa tinggal dengan aman di luar tembok kota,” tuturnya.

Penduduk pun mulai berdatangan dan kegiatan ekonomi meningkat. Dosen Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, masyarakat tentunya memerlukan pasar untuk menukar komoditasnya. Pemerintah Kolonial pun mengizinkan kepada orang-orang yang mempunyai modal dan tanah untuk mendirikan pasar.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1494 seconds (0.1#10.140)