Komisi X DPR Kritisi Komunikasi Anies Baswedan Terkait Revitalisasi TIM
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah Anggota Komisi X DPR mengkritisi komunikasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi X DPR dengan Gubernur DKI, DPRD DKI dan PT Jakpro. Bahkan, mereka ikut mendukung usulan DPRD DKI untuk dilakukan moratorium revitalisasi.
Anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah mengakui memang proses revitalisasi ini tidak melanggar peraturan perundang-undangan bahkan, mengimplementasikan Undang-Undang No 5/2017 dan UU lain yang berkaitan dengan budaya. Namun, dia menilai buruknya kualitas komunikasi Anies.
"Yang penting adalah kualitas komunikasi saja, saya lihat kualitas komunikasi dengan pemangku kepentingan yang tidak kalah pentingnya adalah monitoring dan evaluasi terhadap revitalisasi itu," kata Ferdiansyah di Ruang Rapat Komisi X DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian juga mengkritisi soal buruknya komunikasi Anies kepada publik. Padahal, banyak ekses yang terjadi di masyarakat akibat pembangunan PKL ini. Seperti misalnya pemindahan PKL, jumlah kursi di dalam teater dan hal mendetil lainnya.
"Saya kira Pak Gubernur harus lebih aktif lah berkomunikasi seperti pengalaman Pak Jokowi waktu itu saya kebetulan empat tahun mengamati bagaimana proses pemindahan PKL itu," ujarnya di kesempatan sama. (Baca: Dalam Rapat di DPR, Anies Bantah Komersialisasi TIM)
Bahkan, Hetifah juga meminta agar proyek ini dimoratorium terlebih dahulu sampai mencapai kesepahaman antara Pemprov DKI, seniman dan juga masyarakat."Dan sebelum itu terjadi, saya menegaskan saya kira memang ini dimoratorium terlebih dahulu, apakah dimoratoriumnya satu minggu atau satu bulan atau berapa ya tergantung, selama kita bisa mencapai satu kesepahaman itu saya kira iu bisa langsung dilanjutkan dengan catatan tersebut," usulnya.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf juga menekankan masalah komunikasi yang perlu ditekankan kembali."Karena berbicara dengan kawan-kawan seniman itu butuh waktu. Dan kalau belum selesai harus ditambah waktunya," kata Dede di kesempatan sama.
Karena itu, dia mengusulkan agar apa yang diharapkan dari pimpinan DPRD itu agar dilakukan moratorium untuk jangka waktu yang tertentu yakni 14-20 hari bisa dilakukan sampai diskusi ini selesai dan mencapai kesepakatan. Tetapi, jangan sampai terlalu lama karena dana sudah diturunkan dan proyek harus itu tetap berjalan.
"(Moratorium) Hanya diskusi dari para seniman, sampai menemukan titik temu itu diberi batas waktu. Silahkan pimpinan DPRD menetapkan wakutnya mau itu dua minggu mau itu 30 hari tapi terjadi diskusi yang benar-benar," pintanya.
"Pertanyaan selanjutnya adalah kelompok mana yang diajak diskusi, karena tadi dikatakan sekian banyak kelompok-kelompok seni kan saya pikir semua harus terakomodir," ucapnya.
Anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah mengakui memang proses revitalisasi ini tidak melanggar peraturan perundang-undangan bahkan, mengimplementasikan Undang-Undang No 5/2017 dan UU lain yang berkaitan dengan budaya. Namun, dia menilai buruknya kualitas komunikasi Anies.
"Yang penting adalah kualitas komunikasi saja, saya lihat kualitas komunikasi dengan pemangku kepentingan yang tidak kalah pentingnya adalah monitoring dan evaluasi terhadap revitalisasi itu," kata Ferdiansyah di Ruang Rapat Komisi X DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian juga mengkritisi soal buruknya komunikasi Anies kepada publik. Padahal, banyak ekses yang terjadi di masyarakat akibat pembangunan PKL ini. Seperti misalnya pemindahan PKL, jumlah kursi di dalam teater dan hal mendetil lainnya.
"Saya kira Pak Gubernur harus lebih aktif lah berkomunikasi seperti pengalaman Pak Jokowi waktu itu saya kebetulan empat tahun mengamati bagaimana proses pemindahan PKL itu," ujarnya di kesempatan sama. (Baca: Dalam Rapat di DPR, Anies Bantah Komersialisasi TIM)
Bahkan, Hetifah juga meminta agar proyek ini dimoratorium terlebih dahulu sampai mencapai kesepahaman antara Pemprov DKI, seniman dan juga masyarakat."Dan sebelum itu terjadi, saya menegaskan saya kira memang ini dimoratorium terlebih dahulu, apakah dimoratoriumnya satu minggu atau satu bulan atau berapa ya tergantung, selama kita bisa mencapai satu kesepahaman itu saya kira iu bisa langsung dilanjutkan dengan catatan tersebut," usulnya.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf juga menekankan masalah komunikasi yang perlu ditekankan kembali."Karena berbicara dengan kawan-kawan seniman itu butuh waktu. Dan kalau belum selesai harus ditambah waktunya," kata Dede di kesempatan sama.
Karena itu, dia mengusulkan agar apa yang diharapkan dari pimpinan DPRD itu agar dilakukan moratorium untuk jangka waktu yang tertentu yakni 14-20 hari bisa dilakukan sampai diskusi ini selesai dan mencapai kesepakatan. Tetapi, jangan sampai terlalu lama karena dana sudah diturunkan dan proyek harus itu tetap berjalan.
"(Moratorium) Hanya diskusi dari para seniman, sampai menemukan titik temu itu diberi batas waktu. Silahkan pimpinan DPRD menetapkan wakutnya mau itu dua minggu mau itu 30 hari tapi terjadi diskusi yang benar-benar," pintanya.
"Pertanyaan selanjutnya adalah kelompok mana yang diajak diskusi, karena tadi dikatakan sekian banyak kelompok-kelompok seni kan saya pikir semua harus terakomodir," ucapnya.
(whb)