Positif Covid-19 di DKI Terus Melonjak, Anggota Dewan Minta Anies Fokus Penanggulangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Hardiyanto Kenneth, sangat menyayangkan melonjaknya pasien positif Covid-19 di Ibu Kota, hingga mencapai angka 1.144 orang pada Minggu 30 Agustus 2020.
Dari jumlah 1.114 kasus positif Covid-19 tersebut, 385 kasus adalah akumulasi data 7 hari sebelumnya yang baru dilaporkan. Sebagian besar kasus baru tersebut proses terinfeksinya terjadi saat libur panjang akhir pekan (long weekend) pada rentang waktu 16 - 22 Agustus 2020. (Baca juga: Persentase Kasus Positif Covid-19 di Jakarta Melebihi Batas Bahaya WHO)
Berdasarkan data kasus pasien Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, per 2 September 2020 sampai dengan pukul 12.00 WIB, total jumlah penambahan kasus positif di DKI mencapai 1.054 orang, Sehingga akumulasi kasus positif di DKI Jakarta sampai hari ini sebanyak 42.041 kasus.
Untuk itu, pria yang kerap disapa Kent itu meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, agar lebih fokus terhadap penanggulangan Covid-19di Ibu Kota, dan tidak perlu membuat program-program yang tidak urgent, seperti penerapan ganjil-genap kendaraan bermotor, dan pesepeda di jalan tol.
"Saya minta Pak Anies harus lebih fokus terhadap penanggulangan Covid-19 di Jakarta, karena selama sepekan ini penyebaran semakin meluas. Hentikan semua program yang tidak begitu urgent saat masa pandemi ini, seperti ganjil-genap motor, pesepeda di tol dan yang lain-lain. Saya minta saat ini fokus dulu terhadap penanganan Covid-19," ujar Kent dalam keterangannya, Rabu (2/9/2020).
Pasalnya, sambung Kent, saat ini banyak korban jiwa berjatuhan akibat Covid-19, seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), sejumlah tenaga medis, dan warga sipil di Jakarta. Dan hingga saat ini, ribuan orang masih dirawat di sejumlah rumah sakit. (Baca: Kapasitas RS Penuh, Bed Pasien Biasa Diubah untuk Pasien Covid-19)
"Banyak korban positif dan meninggal dunia berjatuhan sampai saat ini. Anggota DPRD DKI sudah 2 orang meninggal dunia, belum juga tenaga medis. Oleh karena itu Pemprov DKI harus lebih fokus penanganannya," tuturnya.
Penanganan yang dimaksud Kent adalah ketika Pemprov DKI sudah melakukan test menggunakan PCR, dan jika sudah diketahui hasilnya positif, harus langsung dilakukan karantina dan jangan dilakukan isolasi mandiri di rumah yang notabenenya akan rawan penyebaran.
"Program karantina bisa dilakukan secara per kloter untuk mencegah penumpukan pasien di rumah sakit, dan supaya rumah sakit bisa menampung serta bisa menangani pasien yang terpapar Covid-19 secara maksimal. Setelah selesai karantina, pasien bisa langsung dipulangkan, begitu seterusnya, jadi jangan hanya bisa berwacana sudah aktif melakukan tes secara untuk massif untuk masyarakat DKI Jakarta, tetapi jika sudah terbukti positif Covid-19 harus bisa segera memberikan solusi," bebernya.
Selain itu, kata Kent, transportasi umum menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebaran Covid-19. Hal itu berdasarkan temuan dari Satgas Covid-19. Banyak pekerja klaster perkantoran terpapar saat di kendaraan umum. Atas dasar itu, bisa menjadi pertimbangan Pemprov DKI agar kebijakan ganjil genap motor tidak diberlakukan.
"Pemprov DKI harus berintegrasi dengan daerah-daerah penyangga atau stakeholder terkait dengan moda transportasi umum, seperti kereta api maupun bus transjakarta, agar meningkatkan pengawasan protokol kesehatan di transportasi umum, termasuk soal pembatasan kapasitas penumpang," kata Kent.
Tak hanya itu, Kent juga meminta kepada Pemprov DKI Jakarta lebih tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan, tidak hanya sekadar denda dan sanksi sosial, tetapi bisa diterapkan pidana kurungan agar membuat pelanggar jera, seperti yang tertuang dalam Pergub 41 tentang Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tapi didahulukan dengan sosilisasi ke publik.
"Harus lebih tegas lagi, sanksi jangan hanya denda dan sanksi sosial tetapi bisa juga diterapkan sanksi pidana yaitu di penjara. Tapi harus di lakukan sosialisasi dulu agar warga tidak terkejut pada saat pelaksanaannya," tegas Kent.
Kent juga akan mendukung jika Pemprov DKI Jakarta memberlakukan jam malam demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19, seperti yang dilakukan Kota Depok, yang saat ini memberlakukan jam malam hingga pukul 20.00 WIB.
"Saya mendukung jika akan menerapkan jam malam agar penyebaran Covid-19 tidak lebih meluas," sambungnya.
Kent pun menyikapi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 879 Tahun 2020. Keputusan itu mengatur perpanjangan PSBB transisi secara otomatis dengan syarat tertentu.
Menurut Kent, perpanjangan PSBB transisi yang kembali diberlakukan di Jakarta tidak terbukti efektif dalam menekan laju pertumbuhan pandemi Covid-19.
"Percuma saja perpanjang PSBB Transisi, dan tidak efektif untuk menekan penyebaran virus corona kalau tidak ada tindak tegas dari pemprov, seakan akan bagi masyarakat yang menaati protokol kesehatan selama 6 bulan seperti tidak ada artinya," ucap Kent.
Kata Kent, perpanjangan PSBB transisi harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat di semua sektor mulai dari transportasi umum hingga kawasan perkantoran. "Ketati pengawasan protokol kesehatan, baik di transportasi umum dan perkantoran. Karena saat ini saya lihat pengawasan masih sangat longgar," tutur Kent.
Kent mengimbau kepada warga Jakarta khususnya, jika hendak berpergian agar benar-benar mengindahkan protokol kesehatan Covid-19, seperti jaga jarak, memakai masker, dan menyiapkan hand sanitizer.
"Penyebaran virus akan terhenti jika dari diri kita yang benar-benar disiplin terhadap diri sendiri. Jangan bosan dan malas dalam melakukan standart protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau membawa hand sanitizer. Kita wajib bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri, dan orang lain," pungkasnya.
Dari jumlah 1.114 kasus positif Covid-19 tersebut, 385 kasus adalah akumulasi data 7 hari sebelumnya yang baru dilaporkan. Sebagian besar kasus baru tersebut proses terinfeksinya terjadi saat libur panjang akhir pekan (long weekend) pada rentang waktu 16 - 22 Agustus 2020. (Baca juga: Persentase Kasus Positif Covid-19 di Jakarta Melebihi Batas Bahaya WHO)
Berdasarkan data kasus pasien Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, per 2 September 2020 sampai dengan pukul 12.00 WIB, total jumlah penambahan kasus positif di DKI mencapai 1.054 orang, Sehingga akumulasi kasus positif di DKI Jakarta sampai hari ini sebanyak 42.041 kasus.
Untuk itu, pria yang kerap disapa Kent itu meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, agar lebih fokus terhadap penanggulangan Covid-19di Ibu Kota, dan tidak perlu membuat program-program yang tidak urgent, seperti penerapan ganjil-genap kendaraan bermotor, dan pesepeda di jalan tol.
"Saya minta Pak Anies harus lebih fokus terhadap penanggulangan Covid-19 di Jakarta, karena selama sepekan ini penyebaran semakin meluas. Hentikan semua program yang tidak begitu urgent saat masa pandemi ini, seperti ganjil-genap motor, pesepeda di tol dan yang lain-lain. Saya minta saat ini fokus dulu terhadap penanganan Covid-19," ujar Kent dalam keterangannya, Rabu (2/9/2020).
Pasalnya, sambung Kent, saat ini banyak korban jiwa berjatuhan akibat Covid-19, seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), sejumlah tenaga medis, dan warga sipil di Jakarta. Dan hingga saat ini, ribuan orang masih dirawat di sejumlah rumah sakit. (Baca: Kapasitas RS Penuh, Bed Pasien Biasa Diubah untuk Pasien Covid-19)
"Banyak korban positif dan meninggal dunia berjatuhan sampai saat ini. Anggota DPRD DKI sudah 2 orang meninggal dunia, belum juga tenaga medis. Oleh karena itu Pemprov DKI harus lebih fokus penanganannya," tuturnya.
Penanganan yang dimaksud Kent adalah ketika Pemprov DKI sudah melakukan test menggunakan PCR, dan jika sudah diketahui hasilnya positif, harus langsung dilakukan karantina dan jangan dilakukan isolasi mandiri di rumah yang notabenenya akan rawan penyebaran.
"Program karantina bisa dilakukan secara per kloter untuk mencegah penumpukan pasien di rumah sakit, dan supaya rumah sakit bisa menampung serta bisa menangani pasien yang terpapar Covid-19 secara maksimal. Setelah selesai karantina, pasien bisa langsung dipulangkan, begitu seterusnya, jadi jangan hanya bisa berwacana sudah aktif melakukan tes secara untuk massif untuk masyarakat DKI Jakarta, tetapi jika sudah terbukti positif Covid-19 harus bisa segera memberikan solusi," bebernya.
Selain itu, kata Kent, transportasi umum menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebaran Covid-19. Hal itu berdasarkan temuan dari Satgas Covid-19. Banyak pekerja klaster perkantoran terpapar saat di kendaraan umum. Atas dasar itu, bisa menjadi pertimbangan Pemprov DKI agar kebijakan ganjil genap motor tidak diberlakukan.
"Pemprov DKI harus berintegrasi dengan daerah-daerah penyangga atau stakeholder terkait dengan moda transportasi umum, seperti kereta api maupun bus transjakarta, agar meningkatkan pengawasan protokol kesehatan di transportasi umum, termasuk soal pembatasan kapasitas penumpang," kata Kent.
Tak hanya itu, Kent juga meminta kepada Pemprov DKI Jakarta lebih tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan, tidak hanya sekadar denda dan sanksi sosial, tetapi bisa diterapkan pidana kurungan agar membuat pelanggar jera, seperti yang tertuang dalam Pergub 41 tentang Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tapi didahulukan dengan sosilisasi ke publik.
"Harus lebih tegas lagi, sanksi jangan hanya denda dan sanksi sosial tetapi bisa juga diterapkan sanksi pidana yaitu di penjara. Tapi harus di lakukan sosialisasi dulu agar warga tidak terkejut pada saat pelaksanaannya," tegas Kent.
Kent juga akan mendukung jika Pemprov DKI Jakarta memberlakukan jam malam demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19, seperti yang dilakukan Kota Depok, yang saat ini memberlakukan jam malam hingga pukul 20.00 WIB.
"Saya mendukung jika akan menerapkan jam malam agar penyebaran Covid-19 tidak lebih meluas," sambungnya.
Kent pun menyikapi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 879 Tahun 2020. Keputusan itu mengatur perpanjangan PSBB transisi secara otomatis dengan syarat tertentu.
Menurut Kent, perpanjangan PSBB transisi yang kembali diberlakukan di Jakarta tidak terbukti efektif dalam menekan laju pertumbuhan pandemi Covid-19.
"Percuma saja perpanjang PSBB Transisi, dan tidak efektif untuk menekan penyebaran virus corona kalau tidak ada tindak tegas dari pemprov, seakan akan bagi masyarakat yang menaati protokol kesehatan selama 6 bulan seperti tidak ada artinya," ucap Kent.
Kata Kent, perpanjangan PSBB transisi harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat di semua sektor mulai dari transportasi umum hingga kawasan perkantoran. "Ketati pengawasan protokol kesehatan, baik di transportasi umum dan perkantoran. Karena saat ini saya lihat pengawasan masih sangat longgar," tutur Kent.
Kent mengimbau kepada warga Jakarta khususnya, jika hendak berpergian agar benar-benar mengindahkan protokol kesehatan Covid-19, seperti jaga jarak, memakai masker, dan menyiapkan hand sanitizer.
"Penyebaran virus akan terhenti jika dari diri kita yang benar-benar disiplin terhadap diri sendiri. Jangan bosan dan malas dalam melakukan standart protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau membawa hand sanitizer. Kita wajib bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri, dan orang lain," pungkasnya.
(thm)