Tidak Hanya Restoran, Ini Daftar Usaha Wajib PBJT Makanan dan Minuman!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dear para pengusaha, pernahkah dengar istilah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)? Sebelumnya PBJT dikenal sebagai Pajak Restoran, namun kini memiliki cakupan yang lebih luas. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai berbagai jenis usaha yang termasuk dalam wajib pajak PBJT.
PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Salah satu jenis pajak yang telah ditentukan pada UU HKPD adalah atas Makanan dan/atau Minuman. Namun, ternyata usaha yang termasuk wajib PBJT nggak cuma restoran, lho!
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta Morris Danny mengatakan, PBJT atas Makanan dan/atau Minuman terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“PBJT atas Makanan dan/atau Minuman pada dasarnya merupakan transformasi dari kebijakan sebelumnya yang dikenal sebagai Pajak Restoran. Transformasi ini merupakan wujud pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyelaraskan regulasi perpajakan yang ada di atasnya, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023,” tuturnya.
Sementara itu, lanjut Morris, makanan dan/atau minuman yang dimaksud dalam PBJT ini adalah yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui pesanan oleh restoran.
“Sedangkan definisi Restoran menurut Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 adalah fasilitas penyediaan layanan Makanan dan/atau Minuman dengan dipungut bayaran,” katanya.
Pasal 44 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 mencatatkan bahwa Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi Barang dan/atau Jasa Tertentu yang meliputi Makanan dan/atau Minuman, Tenaga Listrik, Jasa Perhotelan, Jasa Parkir, serta Jasa Kesenian dan Hiburan.
Selanjutnya, pada pasal 45 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 mengatur tentang Objek PBJT Makanan dan/atau Minuman dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman meliputi Makanan dan/atau Minuman yang disediakan oleh:
a. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian Makanan dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum;
b. Penyedia jasa boga atau katering yang melakukan:
♦ Proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan;
♦ Penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan; dan
♦ Penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.
2. Dikecualikan dari Objek PBJT, yaitu penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman.
a. Dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp42.000.000,00 (empat puluh dua juta rupiah) per bulan;
b. Dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual Makanan dan/atau Minuman;
c. Dilakukan oleh pabrik Makanan dan/atau Minuman; dan
d. Disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.
3. Ketentuan peredaran usaha sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku untuk penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman yang dilakukan secara insidental.
“Penting bagi semua pelaku usaha makanan dan/atau minuman untuk memahami bahwa kewajiban PBJT Makanan dan/atau Minuman tidak hanya berlaku bagi restoran saja,” ucap Morris.
Dia menegaskan bahwa sesuai dengan ketentuan pada Pasal 45 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, PBJT mencakup seluruh jenis usaha yang melakukan penyediaan makanan dan/atau minuman di tempat.
“Termasuk penyedia layanan katering yang memenuhi syarat seperti penyediaan bahan baku, penyimpanan, dan penyajian makanan sesuai pesanan pelanggan,” ujarnya.
Menurut Morris, PBJT tidak terbatas pada restoran konvensional. Usaha katering, bahkan layanan yang hanya menyediakan penyajian di lokasi sesuai pesanan pelanggan, juga termasuk sebagai Objek PBJT.
Oleh sebab itu, segala bentuk usaha yang menawarkan layanan makanan dan/atau minuman di tempat perlu mengerti dan menerapkan kewajiban pajak tersebut. Ketentuan ini memperluas cakupan Objek PBJT pada usaha kuliner yang menyediakan layanan makan di tempat atau berdasarkan pesanan di lokasi lain, meskipun bukan restoran konvensional.
Melalui kepatuhan terhadap PBJT, para pelaku usaha dapat mendukung terciptanya tata kelola pajak yang lebih adil dan sesuai aturan. Selain itu, juga ikut berkontribusi pada pendapatan daerah demi pembangunan yang lebih baik bagi masyarakat DKI Jakarta.
“Mari bersama-sama kita wujudkan lingkungan usaha yang taat pajak dan transparan demi kemajuan bersama,” kata Morris.
PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Salah satu jenis pajak yang telah ditentukan pada UU HKPD adalah atas Makanan dan/atau Minuman. Namun, ternyata usaha yang termasuk wajib PBJT nggak cuma restoran, lho!
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta Morris Danny mengatakan, PBJT atas Makanan dan/atau Minuman terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“PBJT atas Makanan dan/atau Minuman pada dasarnya merupakan transformasi dari kebijakan sebelumnya yang dikenal sebagai Pajak Restoran. Transformasi ini merupakan wujud pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyelaraskan regulasi perpajakan yang ada di atasnya, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023,” tuturnya.
Sementara itu, lanjut Morris, makanan dan/atau minuman yang dimaksud dalam PBJT ini adalah yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui pesanan oleh restoran.
“Sedangkan definisi Restoran menurut Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 adalah fasilitas penyediaan layanan Makanan dan/atau Minuman dengan dipungut bayaran,” katanya.
Pasal 44 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 mencatatkan bahwa Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi Barang dan/atau Jasa Tertentu yang meliputi Makanan dan/atau Minuman, Tenaga Listrik, Jasa Perhotelan, Jasa Parkir, serta Jasa Kesenian dan Hiburan.
Selanjutnya, pada pasal 45 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 mengatur tentang Objek PBJT Makanan dan/atau Minuman dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman meliputi Makanan dan/atau Minuman yang disediakan oleh:
a. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian Makanan dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum;
b. Penyedia jasa boga atau katering yang melakukan:
♦ Proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan;
♦ Penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan; dan
♦ Penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.
2. Dikecualikan dari Objek PBJT, yaitu penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman.
a. Dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp42.000.000,00 (empat puluh dua juta rupiah) per bulan;
b. Dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual Makanan dan/atau Minuman;
c. Dilakukan oleh pabrik Makanan dan/atau Minuman; dan
d. Disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.
3. Ketentuan peredaran usaha sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku untuk penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman yang dilakukan secara insidental.
“Penting bagi semua pelaku usaha makanan dan/atau minuman untuk memahami bahwa kewajiban PBJT Makanan dan/atau Minuman tidak hanya berlaku bagi restoran saja,” ucap Morris.
Dia menegaskan bahwa sesuai dengan ketentuan pada Pasal 45 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, PBJT mencakup seluruh jenis usaha yang melakukan penyediaan makanan dan/atau minuman di tempat.
“Termasuk penyedia layanan katering yang memenuhi syarat seperti penyediaan bahan baku, penyimpanan, dan penyajian makanan sesuai pesanan pelanggan,” ujarnya.
Menurut Morris, PBJT tidak terbatas pada restoran konvensional. Usaha katering, bahkan layanan yang hanya menyediakan penyajian di lokasi sesuai pesanan pelanggan, juga termasuk sebagai Objek PBJT.
Oleh sebab itu, segala bentuk usaha yang menawarkan layanan makanan dan/atau minuman di tempat perlu mengerti dan menerapkan kewajiban pajak tersebut. Ketentuan ini memperluas cakupan Objek PBJT pada usaha kuliner yang menyediakan layanan makan di tempat atau berdasarkan pesanan di lokasi lain, meskipun bukan restoran konvensional.
Melalui kepatuhan terhadap PBJT, para pelaku usaha dapat mendukung terciptanya tata kelola pajak yang lebih adil dan sesuai aturan. Selain itu, juga ikut berkontribusi pada pendapatan daerah demi pembangunan yang lebih baik bagi masyarakat DKI Jakarta.
“Mari bersama-sama kita wujudkan lingkungan usaha yang taat pajak dan transparan demi kemajuan bersama,” kata Morris.
(ars)