Setiap Tahun Populasi Macan Tutul di Gunung Halimun Salak Bertambah 5%

Minggu, 18 Agustus 2019 - 21:22 WIB
Setiap Tahun Populasi Macan Tutul di Gunung Halimun Salak Bertambah 5%
Setiap Tahun Populasi Macan Tutul di Gunung Halimun Salak Bertambah 5%
A A A
BOGOR - Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memastikan jumlah populasi macan tutul sebagai satwa langka yang wajib dilindungi itu setiap tahunnya bertambah.

"Di TNGHS ini ada tiga spesies kunci yang harus dijaga bahkan ditingkatkan populasinya yakni macan tutul, Owa Jawa dan elang Jawa. Khusus macan tutul kita sudah memasang kamera atau video trap (kamera jebakan) untuk mengetahui jumlah individu yang sebenarnya. Saat ini diperkirakan di TNGHS ada 40 ekor, elang jawa lebih dari 200 ekor, dan Owa jawa bahkan lebih banyak lagi," ungkap Kepala Balai TNGHS, Awen Supranata dalam Kemah Konservasi peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2019 di objek wisata Kawasan Wisata Cikaret (Kawaci), Desa Bantar Karet, Nanggung, Bogor, Minggu (18/8/2019).

Menurut Awen, jumlah 40 ekor itu dipastikan populasi macan tutul ada peningkatan sebanyak 5%. "Peningkatan populasi satwa langka yang dilindungi sejenis macan tutul ini baru diketahui dalam kurun tiga tahun, karena kita intensif dalam melakukan pengamatannya," ujarnya.

Awen bersyukur TNGHS tak seperti taman nasional lain, ada kebakaran hutan, pemasangan jerat-jerat satwa dan juga ilegal loging. Hal itu dikarenakan selain aktif patroli, juga karena pihaknya memberikan akses kepada masyarakat dalam pengelolaan taman nasional ini, sehingga mereka ikut membantu menjaga hutan di Halimun Salak.

"Kompensasi atau kontribusi yang didapatkan mereka bisa menjadi pemandu, pemberi informasi dan penyediaan (menjual) makan dan minuman, itu dibenarkan UU," jelasnya.

Terkait pelibatan masyarakat ikut mengelola wisata ini jelas tidak kontraproduktif dengan adanya aturan konservasi. "Sebab di taman nasional ini ada tiga zona yakni, zona inti, pemanfaatan dan rimba. Nah masyarakat ini dilibatkan di zona pemanfaatan, baik untuk wisata alam maupun berkemah yang memang tak mengganggu upaya konservasi," ujarnya.

Mengenai Kemah Konservasi dalam HKAN 2019 dan peringatan HUT RI yang diikuti sebanyak 140 pelajar dan mahasiswa selama dua hari 17-18 Agustus di kawasan TNGHS diikuti pula oleh 15 warga negara asing (WNA). Di antaranya dari negara Jerman, Belanda, China, Jepang, Spanyol, dan Aljazair. "Mereka (WNA) kami coba undang lewat komunitas penggiat lingkungan yang ada di Indonesia. Ternyata responsnya cukup baik, mereka pada datang ke acara ini," ujarnya.

Tujuan kemah konservasi adalah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para peserta, sehingga kaum milenial ikut andil dalam menjaga dan melestarikan alam khususnya kawasan hutan."Di sini kami mengajak generasi muda peduli terhadap alam, bagaimana melestarikan lingkungan khususnya kawasan TNGHS. Kalau tidak mendapat dukungan dari mereka, niscaya ke depannya alam akan rusak," ucapnya.

Sementara itu, Ayu salah satu pemateri dari Javan Gibbon Research and Conservation Project (JGRCP) mengungkapkan, kegiatan Kemah Konservasi ini sangat penting bagi kelestarian alam, khususnya di kawasan TNGHS ini.
"Saya kira cukup menarik ya, karena ini pesertanya dari berbagai kalangan instusi/lembaga mahasiswa dan pelajar, baik dari dalam maupun luar negeri. Di mana mereka bisa menjadi generasi masa depan yang punya peranan upaya konservasi satwa liar," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3935 seconds (0.1#10.140)