Red Carpert untuk Otoped?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah sembilan bulan menghilang skuter listrik atau otoped tiba-tiba kembali berseliweran di jalanan Ibu Kota. Belum lengkapnya regulasi maupun infrastruktur yang memadai membuat kehadirannya memicu banyak tanda tanya.
Mulai Kamis (13/8/2020), otoped yang dioperasikan ulang lewat aplikasi GrabWheels ini cepat kembali mendapat minat dari masyarakat. Melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 45/2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik, otoped kembali mengaspal di jalan-jalan protokol.
Tak hanya saat pagi atau sore, pada malam hari pun masyarakat, khususnya anak-anak muda, tampak begitu menggemari alat transportasi ringan ini. Di kawasan Senayan dan Blok M, otoped ini banyak dikendarai remaja yang tampak bergerombol asyik bermain di tengah pandemi Covid-19.
Saat diluncurkan ulang, GrabWheels hanya melayani persewaan di tujuh lokasi, yakni di Thamrin 10, Intiland Tower, Blok M Square, Blok M Mall, Kuningan City, Lotte Shopping Avenue, dan Gedung BRI 2. Namun, dalam tempo cepat titik penyediaan otoped bertambah. Seperti di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, beberapa kafe juga menjadi titik GrabWheels. “Sekarang tinggal tiga tersisa, lainnya baru saja dipakai orang,” ujar Adol, tukang parkir sebuah kafe di Jalan Wahid Hasyim, Menteng, tadi malam. (Baca: AS-China Adu Kuat, Dunia Berisiko Jadi Dua Blok)
Di tengah tingginya animo warga itu, kehadiran otoped ini masih terus menjadi polemik. Apalagi belum hilang dalam ingatan publik terkait insiden tewasnya dua remaja pengguna skuter listrik akibat ditabrak pengendara mobil di kawasan Senayan, 10 November 2019 silam. Selang dua pekan setelan kejadian tersebut, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya resmi melarang operasional otoped. Saat itu Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, larangan ini diberlakukan mengingat skuter listrik tidak mempunyai standar keamanan khusus untuk melindungi penggunanya.
Soal beroperasinya kembali otoped di jalanan Ibu Kota, Syafrin belum mau menanggapi panjang lebar. Menurut dia, regulasi penggunaan skuter listrik atau alat mobilitas personal (AMP) di Jakarta masih belum final. Saat ini dinasnya tengah menyiapkan regulasi tersebut lewat peraturan gubernur (pergub). "Untuk itu GrabWheels masih beroperasi dalam kawasan atau lingkungan terbatas (seperti lokasi wisata, GBK) saja," kilahnya.
Jangan Gegabah Beroperasi
Sejumlah kalangan menilai, tanpa regulasi dan infrastruktur khusus yang dibuat Pemprov DKI Jakarta, Grabwheels mestinya tidak bisa beroperasi. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, operasional Grabwheels harus memiliki jalur khusus lantaran apabila disatukan dengan pejalan kaki sangat membahayakan. Fungsi Grabwheels pun harus ditekankan sebagai kendaraan pengantar dari halte bus ke stasiun mass rapid transit (MRT) atau ke tempat tujuan sekitar dalam radius satu sampai dua kilometer.
Tak hanya itu, sanksi tegas harus dilakukan karena Grabwheels bukan barang mainan, tetapi alat transportasi perantara atau pendukung lalu lintas di ruang publik dan jalan umum sehingga faktor keamanan dan keselamatan kedua belah pihak pengendara lainnya harus diutamakan. "Pemprov DKI Jakarta harus menyiapkan itu semua dalam regulasi, minimal pergub," desak Nirwono. (Baca juga: Presiden Diminta Turun Tangan Menyelesaikan Masalah Hibah Merek Merdeka Belajar)
Merujuk isi Pasal 5 Permenhub Nomor 45/2020, otoped bisa digunakan di lajur khusus atau kawasan tertentu. Untuk lajur khusus meliputi lajur sepeda atau lajur yang disediakan secara khusus untuk otoped. Selain jalur, Permenhub ini juga mengatur syarat pengguna, yakni wajib menggunakan helm, usia pengguna paling muda 12 tahun, tidak untuk mengangkut penumpang dan dilarang memodifikasi daya motor yang dapat meningkatkan kecepatan.
Bagi Ketua Koalisi Pejalan Kaki Ahmad Safrudin, izin yang diberikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tersebut perlu dikritik karena otoped membahayakan pengguna jalan lainnya. Dia pun meminta Pemprov DKI Jakarta tegas melarang operasional otoped, meskipun di jalur khusus sepeda dan sebagainya. Sebab, skuter listrik itu bukan tergolong sebagai kendaraan dan menggunakan teknologi motorik yang jelas membahayakan pengguna sepeda.
Sejak awal Koalisi Pejalan Kaki sudah mengingatkan kepada pemerintah perihal larangan skuter listrik. "Skuter listrik tidak boleh dikategorikan kendaraan. Pejalan kaki sangat berbahaya bila ditabrak skuter bermotor. Kami sudah mengingatkan dari awal. Tidak boleh dijalan raya, trotoar, ataupun jembatan penyeberangan orang," ujarnya.
Atas polemik ini, anggota Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike, berharap pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dalam mengatur keberadaan skuter listrik. Alasannya, keberadaan skuter listrik sudah digunakan masyarakat, bahkan sudah menjadi kebutuhan dalam bermobilitas. (Baca juga: Bangun Jalan Tol Terpanjang di Indonesia, HUtama Karya Pakai Produk Lokal)
Peluncuran ulang GrabWheels pada 13 Agustus lalu dilakukan oleh Grab Indonesia dengan dukungan Kementerian Perhubungan dan Polda Metro Jaya. Dalam keterangan kepada pers, Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan, peluncuran ini dilakukan setelah Grab mengevaluasi pelaksanaannya selama ini. Selain itu, penerapan saat ini juga mengedepankan protokol kesehatan Covid-19.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyambut baik kehadiran GrabWheels kembali di Jakarta. Kehadiran GrabWheels diharapkan bisa mengurangi kepadatan lalu lintas yang disebabkan kendaraan bermotor. Dengan aturan yang sudah resmi diberlakukan dan ditunjang protokol keamanan dan kesehatan yang ketat, serta jalur sepeda yang ditingkatkan, dia yakin akan banyak masyarakat yang menggunakan alat mobilitas pribadi seperti GrabWheels ini. “Hal ini akan membantu lingkungan lebih sehat dan udara lebih bersih," katanya.
Regulasi Masih Belum Jelas
Di berbagai belahan di dunia otoped memang disukai banyak anak muda, namun juga dibenci sebagian generasi yang lebih tua. Otoped dianggap sebagai kendaraan yang tidak memiliki citra green dan kesan kendaraan masa depan. Itu terbukti dengan banyak negara yang masih berambisi mengizinkan otoped, tetapi di banyak kota dunia lain justru melarang otoped karena membahayakan. (Baca juga: Buktikan Bumi Bulat Pria Ini Sampai Naik ke Puncak Gunung)
Di tengah pandemi korona dan isolasi wilayah, otoped pun kembali marak di berbagai belahan dunia. Kendaraan bebas emisi dan transportasi yang mampu menjaga jarak menjadikan otoped sebagai solusi transportasi terbaik.
Platform penyewaan otoped telah tersedia di lebih dari 100 negara, dari Cile hingga Korea Selatan dan Selandia Baru. Tapi, negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat (AS) masih mendominasi. Sebuah penelitian menyebutkan pada 2024, ada 4,6 juta otoped akan beroperasi di seluruh dunia. Itu berarti mengalami peningkatan tajam dibandingkan pada 2019 yang hanya 774.000.
Di tengah isu keselamatan dan keamanan pengendara otoped karena banyak kasus kecelakaan, ternyata regulasi dan legislasi otoped di berbagai negara menjadi perhatian. Di Inggris, pada Mei lalu pemerintah di sana telah mengumumkan uji coba aturan otoped selama setahun ke depan. Sejak 4 Juli lalu penyewaan otoped di Negeri Ratu Elizabeth itu dinyatakan legal. Namun, di Singapura dan Shanghai otoped masih dilarang. Khusus di Paris, otoped dilarang digunakan di jalur bagi pedestrian.
Bukan hanya Inggris yang memandang otoped sebagai solusi transportasi pascapandemi korona. Di Brisbane, Australia, baru-baru ini pemerintah di sana memutuskan memperpanjang uji coba otoped selama setahun ke depan. Australia ingin memberikan kesempatan bagi warganya menggunakan otoped agar tidak menggunakan transportasi publik selama pandemi. (Lihat videonya: Waspada! Kini Beredar Emas Palsu yang Bercampur Perak)
Berbeda dengan itu, Bogota, Kolombia, mengizinkan operasional otoped saat selepas lockdown . Pemerintah di Buenos Aires, Argentina, justru mendorong masyarakat menggunakan otoped dan sepeda untuk perjalanan jangka pendek sebagai skenario baru dalam mobilitas warganya. (Bima Setyadi/Andika Mustaqim/Hakim)
Mulai Kamis (13/8/2020), otoped yang dioperasikan ulang lewat aplikasi GrabWheels ini cepat kembali mendapat minat dari masyarakat. Melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 45/2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik, otoped kembali mengaspal di jalan-jalan protokol.
Tak hanya saat pagi atau sore, pada malam hari pun masyarakat, khususnya anak-anak muda, tampak begitu menggemari alat transportasi ringan ini. Di kawasan Senayan dan Blok M, otoped ini banyak dikendarai remaja yang tampak bergerombol asyik bermain di tengah pandemi Covid-19.
Saat diluncurkan ulang, GrabWheels hanya melayani persewaan di tujuh lokasi, yakni di Thamrin 10, Intiland Tower, Blok M Square, Blok M Mall, Kuningan City, Lotte Shopping Avenue, dan Gedung BRI 2. Namun, dalam tempo cepat titik penyediaan otoped bertambah. Seperti di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, beberapa kafe juga menjadi titik GrabWheels. “Sekarang tinggal tiga tersisa, lainnya baru saja dipakai orang,” ujar Adol, tukang parkir sebuah kafe di Jalan Wahid Hasyim, Menteng, tadi malam. (Baca: AS-China Adu Kuat, Dunia Berisiko Jadi Dua Blok)
Di tengah tingginya animo warga itu, kehadiran otoped ini masih terus menjadi polemik. Apalagi belum hilang dalam ingatan publik terkait insiden tewasnya dua remaja pengguna skuter listrik akibat ditabrak pengendara mobil di kawasan Senayan, 10 November 2019 silam. Selang dua pekan setelan kejadian tersebut, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya resmi melarang operasional otoped. Saat itu Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, larangan ini diberlakukan mengingat skuter listrik tidak mempunyai standar keamanan khusus untuk melindungi penggunanya.
Soal beroperasinya kembali otoped di jalanan Ibu Kota, Syafrin belum mau menanggapi panjang lebar. Menurut dia, regulasi penggunaan skuter listrik atau alat mobilitas personal (AMP) di Jakarta masih belum final. Saat ini dinasnya tengah menyiapkan regulasi tersebut lewat peraturan gubernur (pergub). "Untuk itu GrabWheels masih beroperasi dalam kawasan atau lingkungan terbatas (seperti lokasi wisata, GBK) saja," kilahnya.
Jangan Gegabah Beroperasi
Sejumlah kalangan menilai, tanpa regulasi dan infrastruktur khusus yang dibuat Pemprov DKI Jakarta, Grabwheels mestinya tidak bisa beroperasi. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, operasional Grabwheels harus memiliki jalur khusus lantaran apabila disatukan dengan pejalan kaki sangat membahayakan. Fungsi Grabwheels pun harus ditekankan sebagai kendaraan pengantar dari halte bus ke stasiun mass rapid transit (MRT) atau ke tempat tujuan sekitar dalam radius satu sampai dua kilometer.
Tak hanya itu, sanksi tegas harus dilakukan karena Grabwheels bukan barang mainan, tetapi alat transportasi perantara atau pendukung lalu lintas di ruang publik dan jalan umum sehingga faktor keamanan dan keselamatan kedua belah pihak pengendara lainnya harus diutamakan. "Pemprov DKI Jakarta harus menyiapkan itu semua dalam regulasi, minimal pergub," desak Nirwono. (Baca juga: Presiden Diminta Turun Tangan Menyelesaikan Masalah Hibah Merek Merdeka Belajar)
Merujuk isi Pasal 5 Permenhub Nomor 45/2020, otoped bisa digunakan di lajur khusus atau kawasan tertentu. Untuk lajur khusus meliputi lajur sepeda atau lajur yang disediakan secara khusus untuk otoped. Selain jalur, Permenhub ini juga mengatur syarat pengguna, yakni wajib menggunakan helm, usia pengguna paling muda 12 tahun, tidak untuk mengangkut penumpang dan dilarang memodifikasi daya motor yang dapat meningkatkan kecepatan.
Bagi Ketua Koalisi Pejalan Kaki Ahmad Safrudin, izin yang diberikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tersebut perlu dikritik karena otoped membahayakan pengguna jalan lainnya. Dia pun meminta Pemprov DKI Jakarta tegas melarang operasional otoped, meskipun di jalur khusus sepeda dan sebagainya. Sebab, skuter listrik itu bukan tergolong sebagai kendaraan dan menggunakan teknologi motorik yang jelas membahayakan pengguna sepeda.
Sejak awal Koalisi Pejalan Kaki sudah mengingatkan kepada pemerintah perihal larangan skuter listrik. "Skuter listrik tidak boleh dikategorikan kendaraan. Pejalan kaki sangat berbahaya bila ditabrak skuter bermotor. Kami sudah mengingatkan dari awal. Tidak boleh dijalan raya, trotoar, ataupun jembatan penyeberangan orang," ujarnya.
Atas polemik ini, anggota Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike, berharap pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dalam mengatur keberadaan skuter listrik. Alasannya, keberadaan skuter listrik sudah digunakan masyarakat, bahkan sudah menjadi kebutuhan dalam bermobilitas. (Baca juga: Bangun Jalan Tol Terpanjang di Indonesia, HUtama Karya Pakai Produk Lokal)
Peluncuran ulang GrabWheels pada 13 Agustus lalu dilakukan oleh Grab Indonesia dengan dukungan Kementerian Perhubungan dan Polda Metro Jaya. Dalam keterangan kepada pers, Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan, peluncuran ini dilakukan setelah Grab mengevaluasi pelaksanaannya selama ini. Selain itu, penerapan saat ini juga mengedepankan protokol kesehatan Covid-19.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyambut baik kehadiran GrabWheels kembali di Jakarta. Kehadiran GrabWheels diharapkan bisa mengurangi kepadatan lalu lintas yang disebabkan kendaraan bermotor. Dengan aturan yang sudah resmi diberlakukan dan ditunjang protokol keamanan dan kesehatan yang ketat, serta jalur sepeda yang ditingkatkan, dia yakin akan banyak masyarakat yang menggunakan alat mobilitas pribadi seperti GrabWheels ini. “Hal ini akan membantu lingkungan lebih sehat dan udara lebih bersih," katanya.
Regulasi Masih Belum Jelas
Di berbagai belahan di dunia otoped memang disukai banyak anak muda, namun juga dibenci sebagian generasi yang lebih tua. Otoped dianggap sebagai kendaraan yang tidak memiliki citra green dan kesan kendaraan masa depan. Itu terbukti dengan banyak negara yang masih berambisi mengizinkan otoped, tetapi di banyak kota dunia lain justru melarang otoped karena membahayakan. (Baca juga: Buktikan Bumi Bulat Pria Ini Sampai Naik ke Puncak Gunung)
Di tengah pandemi korona dan isolasi wilayah, otoped pun kembali marak di berbagai belahan dunia. Kendaraan bebas emisi dan transportasi yang mampu menjaga jarak menjadikan otoped sebagai solusi transportasi terbaik.
Platform penyewaan otoped telah tersedia di lebih dari 100 negara, dari Cile hingga Korea Selatan dan Selandia Baru. Tapi, negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat (AS) masih mendominasi. Sebuah penelitian menyebutkan pada 2024, ada 4,6 juta otoped akan beroperasi di seluruh dunia. Itu berarti mengalami peningkatan tajam dibandingkan pada 2019 yang hanya 774.000.
Di tengah isu keselamatan dan keamanan pengendara otoped karena banyak kasus kecelakaan, ternyata regulasi dan legislasi otoped di berbagai negara menjadi perhatian. Di Inggris, pada Mei lalu pemerintah di sana telah mengumumkan uji coba aturan otoped selama setahun ke depan. Sejak 4 Juli lalu penyewaan otoped di Negeri Ratu Elizabeth itu dinyatakan legal. Namun, di Singapura dan Shanghai otoped masih dilarang. Khusus di Paris, otoped dilarang digunakan di jalur bagi pedestrian.
Bukan hanya Inggris yang memandang otoped sebagai solusi transportasi pascapandemi korona. Di Brisbane, Australia, baru-baru ini pemerintah di sana memutuskan memperpanjang uji coba otoped selama setahun ke depan. Australia ingin memberikan kesempatan bagi warganya menggunakan otoped agar tidak menggunakan transportasi publik selama pandemi. (Lihat videonya: Waspada! Kini Beredar Emas Palsu yang Bercampur Perak)
Berbeda dengan itu, Bogota, Kolombia, mengizinkan operasional otoped saat selepas lockdown . Pemerintah di Buenos Aires, Argentina, justru mendorong masyarakat menggunakan otoped dan sepeda untuk perjalanan jangka pendek sebagai skenario baru dalam mobilitas warganya. (Bima Setyadi/Andika Mustaqim/Hakim)
(ysw)