Seluruh Moda Transportasi di Jakarta Akan Dikelola Satu Manajemen
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta segera mengganti branding One Karcis One Trip (Ok Otrip) setelah sembilan bulan melakukan uji coba. Branding tersebut nantinya mengintegrasikan satu manajemen, tarif dan rute antarmoda transportasi.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, uji coba OK Otrip selama sembilan bulan menujukan hasil yang positif dengan jumlah penumpang sebanyak 68.000 per hari dari 33 rute yang dilayani 483 armada. Artinya, warga merasakan kenyamanan, keamanan dan keselamatan. dalam menggunakan transportasi massal.
Untuk itu, hasil uji coba OK Otrip akan menjadi dasar untuk membangun konsep integrasi transportasi antarmoda yang sebentar lagi akan di-launching. "Insya Allah dalam waktu dekat, sistem transportasi umum massal terintegrasi akan memiliki brand baru. Kemarin adalah masa uji coba kita gunakan nama OK Otrip. Setelah matang semua kita akan umumkan sebuah brand antarmoda transportasi," kata Anies usai menyaksikan penandatanganan kerja sama dengan enam operator bus kecil dalam program OK Otrip di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin, 1 Oktober 2018 kemarin.
Anies menjelaskan, brand baru itu nantinya menggambarkan sistem integrasi antarmoda transportasi. Di mana, moda transportasi Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) saling terintegrasi di bawah satu sistem dengan payungnya berkonsep transportasi integrasi.
Transportasi integrasi tersebut, lanjut Anies, bukan hanya integrasi rute dan tarif, melainkan integrasi satu manajemen. Namun, saat ditanyakan apakah akan membentuk satu badan hukum pengelolaan transportasi sendiri, Anies tidak mau menjelaskan lebih jauh.
Kepala Biro Perekonomian DKI Jakarta, Sri Haryati menuturkan, DKI Jakarta memiliki tiga moda transportasi, MRT, LRT dan BRT. Nantinya, tiga moda transportasi tersebut harus berada dalam satu manajemen dan satu sistem pembayaran dengan membentuk entitas pengumpul tarif secara elektronik atau Electronic Fare Colecction (EFC) sesuai aturan Bank Indonesia (BI).
Saat ini, lanjut Sri, SKPD dan BUMD terkait tengah membahas pembentukan EFC tersebut. Hasilnya nanti akan menjadi rekomendasi ke Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan."Apakah nantinya PT Transjakarta atau PT MRT menjadi EFC ya tergantung pembahasan. Intinya satu EFC agar masyarakat mudah menggunakan transportasi," ungkapnya.
Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan dan Transportasi DKI Jakarta, Sutanto Soehodho mengakui jika banyak permasalahan yang harus dibenahi dalam meningkatkan pelayanan transportasi, khususnya Transjakarta. Upaya untuk mengintegrasikan sistem pembayaran dan rute transportasi massal yang beroperasi di Jakarta, mulai dari Kereta Rel Listrik (KRL), Kopaja AC, Transjabodetabek, hingga nantinya MRT dan LRT dengan Transjakarta, o harus dimulai dari suatu kerja sama antara BUMN dan BUMD yang mengedepankan manfaat nilai ekonomi, bukan manfaat keuntungan.
Sejauh ini, dia melihat masih adanya pola pikir perusahaan yang mengedepankan keuntungan pendapatan. Padahal, transportasi massal ini memberi keuntungan ekonomi tersendiri, salah satunya penghematan waktu lantaran pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal.
"Jadi BUMN dan BUMD tidak boleh membicarakan financial value (keuntungan pendapatan). Ini kan untuk masyarakat, dengan integrasi, pengguna transportasi massal cukup membayar satu kali,” ujarnya.
Kendati demikian, Sutanto belum mengetahui kapan semua itu akan terealisasi di Jakarta. Sebab, saat ini pihaknya belum berkonsultasi dengan Pemerintah Pusat mengingat moda transportasi KRL milik BUMN."Kita lihat saja nanti, peningkatan pelayanan harus dilakukan secara bertahap atas kerjasama yang baik antaran BUMN dan BUMD," ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, uji coba OK Otrip selama sembilan bulan menujukan hasil yang positif dengan jumlah penumpang sebanyak 68.000 per hari dari 33 rute yang dilayani 483 armada. Artinya, warga merasakan kenyamanan, keamanan dan keselamatan. dalam menggunakan transportasi massal.
Untuk itu, hasil uji coba OK Otrip akan menjadi dasar untuk membangun konsep integrasi transportasi antarmoda yang sebentar lagi akan di-launching. "Insya Allah dalam waktu dekat, sistem transportasi umum massal terintegrasi akan memiliki brand baru. Kemarin adalah masa uji coba kita gunakan nama OK Otrip. Setelah matang semua kita akan umumkan sebuah brand antarmoda transportasi," kata Anies usai menyaksikan penandatanganan kerja sama dengan enam operator bus kecil dalam program OK Otrip di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin, 1 Oktober 2018 kemarin.
Anies menjelaskan, brand baru itu nantinya menggambarkan sistem integrasi antarmoda transportasi. Di mana, moda transportasi Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) saling terintegrasi di bawah satu sistem dengan payungnya berkonsep transportasi integrasi.
Transportasi integrasi tersebut, lanjut Anies, bukan hanya integrasi rute dan tarif, melainkan integrasi satu manajemen. Namun, saat ditanyakan apakah akan membentuk satu badan hukum pengelolaan transportasi sendiri, Anies tidak mau menjelaskan lebih jauh.
Kepala Biro Perekonomian DKI Jakarta, Sri Haryati menuturkan, DKI Jakarta memiliki tiga moda transportasi, MRT, LRT dan BRT. Nantinya, tiga moda transportasi tersebut harus berada dalam satu manajemen dan satu sistem pembayaran dengan membentuk entitas pengumpul tarif secara elektronik atau Electronic Fare Colecction (EFC) sesuai aturan Bank Indonesia (BI).
Saat ini, lanjut Sri, SKPD dan BUMD terkait tengah membahas pembentukan EFC tersebut. Hasilnya nanti akan menjadi rekomendasi ke Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan."Apakah nantinya PT Transjakarta atau PT MRT menjadi EFC ya tergantung pembahasan. Intinya satu EFC agar masyarakat mudah menggunakan transportasi," ungkapnya.
Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan dan Transportasi DKI Jakarta, Sutanto Soehodho mengakui jika banyak permasalahan yang harus dibenahi dalam meningkatkan pelayanan transportasi, khususnya Transjakarta. Upaya untuk mengintegrasikan sistem pembayaran dan rute transportasi massal yang beroperasi di Jakarta, mulai dari Kereta Rel Listrik (KRL), Kopaja AC, Transjabodetabek, hingga nantinya MRT dan LRT dengan Transjakarta, o harus dimulai dari suatu kerja sama antara BUMN dan BUMD yang mengedepankan manfaat nilai ekonomi, bukan manfaat keuntungan.
Sejauh ini, dia melihat masih adanya pola pikir perusahaan yang mengedepankan keuntungan pendapatan. Padahal, transportasi massal ini memberi keuntungan ekonomi tersendiri, salah satunya penghematan waktu lantaran pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal.
"Jadi BUMN dan BUMD tidak boleh membicarakan financial value (keuntungan pendapatan). Ini kan untuk masyarakat, dengan integrasi, pengguna transportasi massal cukup membayar satu kali,” ujarnya.
Kendati demikian, Sutanto belum mengetahui kapan semua itu akan terealisasi di Jakarta. Sebab, saat ini pihaknya belum berkonsultasi dengan Pemerintah Pusat mengingat moda transportasi KRL milik BUMN."Kita lihat saja nanti, peningkatan pelayanan harus dilakukan secara bertahap atas kerjasama yang baik antaran BUMN dan BUMD," ucapnya.
(whb)