Cabut KJP dan KJMU Tak Tepat Sasaran, Heru Budi: Masa dari Keluarga Mampu Dapat Bansos
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjawab keluhan masyarakat terkait penghentian bantuan sosial Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Kebijakan itu merupakan hasil sinkronisasi data antara Pemprov DKI dengan Kementerian Sosial.
"Jadi gini, prosesnya adalah sinkronisasi data. Data dari Pemda DKI tentunya sinkron dengan data dari Kemensos. Itu kita padankan, begitu juga digabung dengan data Regsosek," ujar Heru Budi seusai melaksanakan High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (HLM TPID) di Pendopo Balaikota DKI Jakarta pada Rabu (6/3/2024).
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Jakarta, kata Heru, menggunakan sumber atau basis datanya adalah dari DKI hasil rembug masyarakat, serta hasil diskusi dengan Dinas Sosial. Kemudian hal tersebut dipadupadankan dengan DTKS.
"Bukan tidak ada. Itu data dari pemda juga. Masuk DTKS, langsung nanti dipadankan lagi dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Itulah yang menjadi panduan kita semua untuk mengambil sebuah kebijakan," lanjut Heru Budi.
Heru Budi mengaku sudah mendengar di media banyak masyarakat yang komplain, awalnya mendapatkan KJP sekarang tidak.
"Kalau memang mereka sesuai dengan persyaratan dan memenuhi syarat, itu kan ada mekanisme timbal balik. Bisa dicek kembali ke Dinas Sosial lantas di sana ada musyawarah kelurahan. Di musyawarah Kelurahan nanti dibahas. Yang penting Pemda DKI memberikan bantuan ini tepat sasaran. Sehingga data dasarnya ada di DTKS," jelasnya.
Apabila data-data pribadi itu memenuhi syarat dan sudah sesuai dengan aturan yang ada, Heru memastikan penerima KJP Plus dan KJMU yang dicabut bisa mengajukan banding ke musyawarah kelurahan.
"Hari ini, data itu sudah melalui proses panjang, dari November - Desember data DTKS 2023 itu sudah disahkan. Sudah ditindaklanjuti Regsosek. Saya kira data di DKI sudah cukup baik," papar Heru.
Terkait kekhawatiran banyak mahasiswa tidak bisa lanjut kuliah lagi karena KJMU dicabut oleh Pemprov DKI. "Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul itu adalah untuk....," kata Heru Budi.
Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati kemudian menimpali ucapan Heru Budi. Dia mengatakan, bansos yang sudah berjalan tidak akan dihentikan. "Kalau yang sudah berjalan tidak ada yang disetop. Tapi untuk persyaratan, kita kan juga kaitkan dengan data kepemilikan kendaraan," kata Sri Haryati.
Heru Budi kemudian menjelaskan, saat ini pemerintah tengah memastikan penerima bansos adalah mereka yang berhak menerima dan tidak berdasarkan kedekatan dengan pejabat RT/RW/kelurahan atau kecamatan.
"Jadi gini, di DKI Jakarta itu bisa di-link-kan. Dengan data di Bappenda, data kendaraan, data rumah, data aset, link. KJMU itu bagi masyarakat yang memang tidak mampu untuk dia kuliah kita berikan," katanya.
Heru Budi menegaskan ada sinkronisasi data di pemerintah untuk memastikan mereka yang menerima bansos adalah yang berhak dengan menggunakan crossing data baik dari pajak kendaraan bermotor dan data lainnya.
"Tapi kalau data yang kita link kan dengan data pajak, data kendaraan, dia memiliki kendaraan dan dia adalah orang yang mampu masa kita berikan bantuan? Padahal dana ini terbatas, kita bisa memberikan bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu, yang memang layak secara data,” katanya.
“Jadi data di DKI itu sekali lagi bisa di-link-kan dengan data lainnya. Itu otomatis langsung. Dia punya berapa kendaraan, punya berapa mobil, punya rumah, rumahnya ada di mana itu kita bisa. Jadi kalau dia klaim kita liat 'oh kamu punya kendaraan, punya mobil, ortunya mampu masa kita berikan. Ya cukup," kata Heru.
Sebelumnya, polemik keluhan sejumlah mahasiswa yang mengaku Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) miliknya dicabut viral di media sosial. Penerima KJMU menuliskan di media sosial bahwa bantuan pendidikan tersebut dicabut sepihak sehingga terancam tidak dapat meneruskan kuliah.
"Jadi gini, prosesnya adalah sinkronisasi data. Data dari Pemda DKI tentunya sinkron dengan data dari Kemensos. Itu kita padankan, begitu juga digabung dengan data Regsosek," ujar Heru Budi seusai melaksanakan High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (HLM TPID) di Pendopo Balaikota DKI Jakarta pada Rabu (6/3/2024).
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Jakarta, kata Heru, menggunakan sumber atau basis datanya adalah dari DKI hasil rembug masyarakat, serta hasil diskusi dengan Dinas Sosial. Kemudian hal tersebut dipadupadankan dengan DTKS.
"Bukan tidak ada. Itu data dari pemda juga. Masuk DTKS, langsung nanti dipadankan lagi dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Itulah yang menjadi panduan kita semua untuk mengambil sebuah kebijakan," lanjut Heru Budi.
Heru Budi mengaku sudah mendengar di media banyak masyarakat yang komplain, awalnya mendapatkan KJP sekarang tidak.
"Kalau memang mereka sesuai dengan persyaratan dan memenuhi syarat, itu kan ada mekanisme timbal balik. Bisa dicek kembali ke Dinas Sosial lantas di sana ada musyawarah kelurahan. Di musyawarah Kelurahan nanti dibahas. Yang penting Pemda DKI memberikan bantuan ini tepat sasaran. Sehingga data dasarnya ada di DTKS," jelasnya.
Apabila data-data pribadi itu memenuhi syarat dan sudah sesuai dengan aturan yang ada, Heru memastikan penerima KJP Plus dan KJMU yang dicabut bisa mengajukan banding ke musyawarah kelurahan.
"Hari ini, data itu sudah melalui proses panjang, dari November - Desember data DTKS 2023 itu sudah disahkan. Sudah ditindaklanjuti Regsosek. Saya kira data di DKI sudah cukup baik," papar Heru.
Terkait kekhawatiran banyak mahasiswa tidak bisa lanjut kuliah lagi karena KJMU dicabut oleh Pemprov DKI. "Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul itu adalah untuk....," kata Heru Budi.
Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati kemudian menimpali ucapan Heru Budi. Dia mengatakan, bansos yang sudah berjalan tidak akan dihentikan. "Kalau yang sudah berjalan tidak ada yang disetop. Tapi untuk persyaratan, kita kan juga kaitkan dengan data kepemilikan kendaraan," kata Sri Haryati.
Heru Budi kemudian menjelaskan, saat ini pemerintah tengah memastikan penerima bansos adalah mereka yang berhak menerima dan tidak berdasarkan kedekatan dengan pejabat RT/RW/kelurahan atau kecamatan.
"Jadi gini, di DKI Jakarta itu bisa di-link-kan. Dengan data di Bappenda, data kendaraan, data rumah, data aset, link. KJMU itu bagi masyarakat yang memang tidak mampu untuk dia kuliah kita berikan," katanya.
Heru Budi menegaskan ada sinkronisasi data di pemerintah untuk memastikan mereka yang menerima bansos adalah yang berhak dengan menggunakan crossing data baik dari pajak kendaraan bermotor dan data lainnya.
"Tapi kalau data yang kita link kan dengan data pajak, data kendaraan, dia memiliki kendaraan dan dia adalah orang yang mampu masa kita berikan bantuan? Padahal dana ini terbatas, kita bisa memberikan bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu, yang memang layak secara data,” katanya.
“Jadi data di DKI itu sekali lagi bisa di-link-kan dengan data lainnya. Itu otomatis langsung. Dia punya berapa kendaraan, punya berapa mobil, punya rumah, rumahnya ada di mana itu kita bisa. Jadi kalau dia klaim kita liat 'oh kamu punya kendaraan, punya mobil, ortunya mampu masa kita berikan. Ya cukup," kata Heru.
Sebelumnya, polemik keluhan sejumlah mahasiswa yang mengaku Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) miliknya dicabut viral di media sosial. Penerima KJMU menuliskan di media sosial bahwa bantuan pendidikan tersebut dicabut sepihak sehingga terancam tidak dapat meneruskan kuliah.
(cip)