Mahasiswa Trilogi Diintimidasi saat Konsolidasi, PBHI: Demokrasi Semakin Buruk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menilai, sejumlah mahasiswa Universitas Trilogi yang mendapat intimidasi dari preman saat konsolidasi gerakan Tolak Pemilu Curang semakin menggerus demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
"Untuk bentuk represi, di Indonesia kita semakin buruk dalam hal-hal terkait dengan demokrasi, kebebasan berpendapat, kebebasan untuk berserikat dan berbagai hak sipil," kata Peneliti PBHI Annisa Azzahra saat diskusi secara daring di akun YouTube PBHINasional, Minggu (4/2/2024).
Menurutnya, tindakan intimidasi itu mengancam iklim politik, apalagi pemungutan suara sudah semakin dekat. Dia merasa berbagai bentuk intimidasi atau tindakan represi kerap terjadi. Cara itu, dinilai Annisa seperti rezim Orde Baru (Orba) untuk membungkam kebebasan berekspresi.
"Ini itu jadi semacam represi yang digunakan Orba yang membungkam siapa saja yang melawan kepentingan nasional. Jadi siapa pun yang melawan dari pemerintah itu akan dipinggirkan, mereka akan dianggap sebagai orang yang melawan demokrasi, mereka dianggap berseberangan dengan negara," terang Annisa.
"Ketika omongin konteks pemilu dan konsolidasi teman-teman (mahasiswa Trilogi), tentu kita bisa mengartikan ada ancaman dari preman seperti itu karena gerakan yang dilakukan teman-teman dianggap berseberangan dengan kemauan pemerintah atau dengan apa yang mau dicapai pemerintah saat ini. Di mana kita bisa melihat yaitu pemenangan terhadap salah satu paslon lewat berbagai cara," imbuhnya.
Kendati demikian, Annisa menyerukan kepada para mahasiswa untuk tidak takut dan terus bersuara. Apalagi, menjelang waktu pemungutan suara yang tak sampai dua minggu lagi.
"Saya tekankam adalah teman-teman semua jangan takut bersuara karena kita semua melihat 10 hari sebelum pemilu, teman-teman mau aksi pun sudah diancam, negara sudah melakukan berbagai upaya bahkan menggunakan cara seperti Orba juga memanfaatkan premanisme. Itu suatu bukti demokrasi negara kita jika tidak diperjuangkan memang akan mati," tandasnya.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa Universitas Trilogi hendak melakukan diskusi atau konsolidasi mahasiswa bertajuk gerakan Tolak Pemilu Curang pada Sabtu, 3 Februari 2024. Diskusi itu mendapat intimidasi dari preman.
Mahasiswa Triologi bernama Muhammad Said Al Hariri mengatakan diskusi itu mengusung 4 tuntutan 10 isu. Adapun diskusi itu terpaksa dilakukan di Balai Warga dekat Universitas Triologi. "Kampus kita tidak memberi izin, akhirnya kita memberi izin ke Balai Warga dekat kampus, nah akhirnya diizinkan," kata Said dalam kanal YouTube PBHI_Nasional, Minggu (4/2/2024).
Saat diskusi hendak berlangsung, menurutnya ada seseorang tak dikenal yang mengaku-ngaku sebagai mahasiswa dan hendak mengikuti diskusi. Namun menurutnya sosok itu tak mampu menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).
"Kita tanya KTMnya, dia enggak bisa membuktikan," ungkap dia.
Alih-alih terima, sosok itu justru marah saat tidak diizinkan masuk. Bahkan salah satu mahasiswa harus menjadi korban intimidasi secara langsung. "Dia bilang pembahasannya enggak substansif, enggak jelas, setelah itu langsung dijedotin (korban) karena dia enggak terima kita enggak kasih masuk," ungkap dia.
Belakangan, orang yang diduga preman itu justru semakin ramai hingga terdapat 15 orang lainnya. Bukan hanya diskusi diintimidasi, demonstrasi mahasiswa Triologi juga diancam hendak dibubarkan.
"Dia bilang pembahasannya enggak jelas, padahal beliau sendiri enggak ada di dalam. Dalam bahasa singkatnya dia mau ngacak-ngacak kegiatan demonstrasi nanti," tutupnya.
"Untuk bentuk represi, di Indonesia kita semakin buruk dalam hal-hal terkait dengan demokrasi, kebebasan berpendapat, kebebasan untuk berserikat dan berbagai hak sipil," kata Peneliti PBHI Annisa Azzahra saat diskusi secara daring di akun YouTube PBHINasional, Minggu (4/2/2024).
Menurutnya, tindakan intimidasi itu mengancam iklim politik, apalagi pemungutan suara sudah semakin dekat. Dia merasa berbagai bentuk intimidasi atau tindakan represi kerap terjadi. Cara itu, dinilai Annisa seperti rezim Orde Baru (Orba) untuk membungkam kebebasan berekspresi.
"Ini itu jadi semacam represi yang digunakan Orba yang membungkam siapa saja yang melawan kepentingan nasional. Jadi siapa pun yang melawan dari pemerintah itu akan dipinggirkan, mereka akan dianggap sebagai orang yang melawan demokrasi, mereka dianggap berseberangan dengan negara," terang Annisa.
"Ketika omongin konteks pemilu dan konsolidasi teman-teman (mahasiswa Trilogi), tentu kita bisa mengartikan ada ancaman dari preman seperti itu karena gerakan yang dilakukan teman-teman dianggap berseberangan dengan kemauan pemerintah atau dengan apa yang mau dicapai pemerintah saat ini. Di mana kita bisa melihat yaitu pemenangan terhadap salah satu paslon lewat berbagai cara," imbuhnya.
Kendati demikian, Annisa menyerukan kepada para mahasiswa untuk tidak takut dan terus bersuara. Apalagi, menjelang waktu pemungutan suara yang tak sampai dua minggu lagi.
"Saya tekankam adalah teman-teman semua jangan takut bersuara karena kita semua melihat 10 hari sebelum pemilu, teman-teman mau aksi pun sudah diancam, negara sudah melakukan berbagai upaya bahkan menggunakan cara seperti Orba juga memanfaatkan premanisme. Itu suatu bukti demokrasi negara kita jika tidak diperjuangkan memang akan mati," tandasnya.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa Universitas Trilogi hendak melakukan diskusi atau konsolidasi mahasiswa bertajuk gerakan Tolak Pemilu Curang pada Sabtu, 3 Februari 2024. Diskusi itu mendapat intimidasi dari preman.
Mahasiswa Triologi bernama Muhammad Said Al Hariri mengatakan diskusi itu mengusung 4 tuntutan 10 isu. Adapun diskusi itu terpaksa dilakukan di Balai Warga dekat Universitas Triologi. "Kampus kita tidak memberi izin, akhirnya kita memberi izin ke Balai Warga dekat kampus, nah akhirnya diizinkan," kata Said dalam kanal YouTube PBHI_Nasional, Minggu (4/2/2024).
Saat diskusi hendak berlangsung, menurutnya ada seseorang tak dikenal yang mengaku-ngaku sebagai mahasiswa dan hendak mengikuti diskusi. Namun menurutnya sosok itu tak mampu menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).
"Kita tanya KTMnya, dia enggak bisa membuktikan," ungkap dia.
Alih-alih terima, sosok itu justru marah saat tidak diizinkan masuk. Bahkan salah satu mahasiswa harus menjadi korban intimidasi secara langsung. "Dia bilang pembahasannya enggak substansif, enggak jelas, setelah itu langsung dijedotin (korban) karena dia enggak terima kita enggak kasih masuk," ungkap dia.
Belakangan, orang yang diduga preman itu justru semakin ramai hingga terdapat 15 orang lainnya. Bukan hanya diskusi diintimidasi, demonstrasi mahasiswa Triologi juga diancam hendak dibubarkan.
"Dia bilang pembahasannya enggak jelas, padahal beliau sendiri enggak ada di dalam. Dalam bahasa singkatnya dia mau ngacak-ngacak kegiatan demonstrasi nanti," tutupnya.
(cip)