RPA Perindo Kedepankan Pendekatan Psikologis terhadap Mahasiswi Korban Kejahatan Seksual
loading...
A
A
A
JAKARTA - Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Partai Perindo mendapatkan perkembangan dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Metro Jaya atas kasus kejahatan seksual yang menimpa mahasiswi berinisial P (20).
Ternyata remaja 20 tahun itu tidak hanya dilecehkan orang tua kandung berinisial HS (40) tapi juga oleh orang lain.
Ketua RPA Perindo Bidang Hukum Amriadi Pasaribu mengatakan, awalnya kasus tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan HS. Namun, perkembangan setelah dilakukan penyelidikan bahwa korban pernah disetubuhi oleh orang lain selain ayahnya.
"Anak perempuan yang diduga dilecehkan dan disetubuhi oleh beberapa orang dari perkembangan cerita kita tadi," kata Amriadi, Jumat (2/2/2024).
RPA Perindo melakukan mendampingi terhadap korban untuk memastikan kondisi psikologi korban tetap baik. Hal itu dilakukan agar korban dapat menghadapi masa depan setelah perkara selesai.
"Kita sepakati tadi sama Kasubdit dan Kanit, kita akan mengedepankan psikologis korban. Dari peristiwa yang dialami korban ini yang sudah remaja, mengalami kekerasan seksual, dan dia juga mengalami persetubuhan yang dilakukan lebih dari satu orang," ujarnya.
RPA Perindo telah meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk diberikan pendampingan psikologis. Pihaknya bersama kepolisian juga berkomitmen merampungkan kasus tersebut hingga ke meja hijau.
Pihaknya akan memberikan beberapa dokumen lanjutan dari hasil perkembangan perkara tersebut.
Menurut Amriadi, penanganan kasus pidana anak dan perempuan di Indonesia terbilang lamban dan berlarut-larut. Hal itu mempersulit dan menguras psikologi anak serta perempuan yang menjadi korban.
Seharusnya peristiwa pidana yang menyangkut anak dan perempuan di Indonesia harus diubah. Perubahan dengan cara mengadopsi proses yang ada di negara-negara lainnya.
"Kalau di luar negeri itu prosesnya sudah terkontrol, langsung satu proses, dan diketahui instansi lain. Nah, di Indonesia prosesnya memang lama dan di sinilah tugas RPA Perindo untuk mengawali," kata Amriadi.
Ternyata remaja 20 tahun itu tidak hanya dilecehkan orang tua kandung berinisial HS (40) tapi juga oleh orang lain.
Ketua RPA Perindo Bidang Hukum Amriadi Pasaribu mengatakan, awalnya kasus tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan HS. Namun, perkembangan setelah dilakukan penyelidikan bahwa korban pernah disetubuhi oleh orang lain selain ayahnya.
"Anak perempuan yang diduga dilecehkan dan disetubuhi oleh beberapa orang dari perkembangan cerita kita tadi," kata Amriadi, Jumat (2/2/2024).
RPA Perindo melakukan mendampingi terhadap korban untuk memastikan kondisi psikologi korban tetap baik. Hal itu dilakukan agar korban dapat menghadapi masa depan setelah perkara selesai.
"Kita sepakati tadi sama Kasubdit dan Kanit, kita akan mengedepankan psikologis korban. Dari peristiwa yang dialami korban ini yang sudah remaja, mengalami kekerasan seksual, dan dia juga mengalami persetubuhan yang dilakukan lebih dari satu orang," ujarnya.
RPA Perindo telah meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk diberikan pendampingan psikologis. Pihaknya bersama kepolisian juga berkomitmen merampungkan kasus tersebut hingga ke meja hijau.
Pihaknya akan memberikan beberapa dokumen lanjutan dari hasil perkembangan perkara tersebut.
Menurut Amriadi, penanganan kasus pidana anak dan perempuan di Indonesia terbilang lamban dan berlarut-larut. Hal itu mempersulit dan menguras psikologi anak serta perempuan yang menjadi korban.
Seharusnya peristiwa pidana yang menyangkut anak dan perempuan di Indonesia harus diubah. Perubahan dengan cara mengadopsi proses yang ada di negara-negara lainnya.
"Kalau di luar negeri itu prosesnya sudah terkontrol, langsung satu proses, dan diketahui instansi lain. Nah, di Indonesia prosesnya memang lama dan di sinilah tugas RPA Perindo untuk mengawali," kata Amriadi.
(jon)