Sulitnya Mengontrol Senpi Ilegal

Rabu, 12 Agustus 2020 - 06:59 WIB
loading...
Sulitnya Mengontrol...
Foto: dok/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Peredaran senjata api airgun dan airsoftgun semakin marak. Selain mudah didapat, senjata jenis ini juga dianggap lebih praktis dan mudah digunakan.

Peredarannya tidak bisa dikontrol. Siapa saja bisa membeli dan memiliki. Jelas ini sangat membahayakan. Apalagi jika senjata itu berada di tangan orang jahat, bisa disalahgunakan untuk membunuh orang.

Beberapa bulan terakhir warga Tangerang Raya sangat resah dengan sejumlah kasus penembakan misterius . Sedikitnya dua orang dilaporkan tewas tertembak peluru tajam dan sepuluh orang lainnya terkena mimis.

Korban tewas diketahui bernama Sarmanius Gulo, seorang mahasiswa. Korban terkena peluru tajam pada Selasa, 4 Agustus 2020, saat melintas di Jalan Raya Mauk, Km 09, Cadas, Desa Karet, Sepatan, Kabupaten Tangerang. Penembakan dipicu oleh keributan antara korban dengan pelaku di simpang jembatan sekolah Pilar Bangsa dengan orang yang berada di mobil Xenia warna hitam. (Baca: Pemerintahan Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik)

Dalam peristiwa itu korban tertembak pada bagian leher sebelah kiri. Korban diduga ditembak oleh pria berbaju loreng dari mobil Xenia F 1810 JK. Setelah kejadian, mobil tersebut ditemukan di Koramil 10/Sepatan.

Kapolsek Sepatan AKP I Gusti Moh Sugiarto tak mau memberikan komentar lebih jauh tentang pelaku penembakan di Jalan Raya Mauk itu. “Sudah diserahkan ke Denpom. Saya sudah tidak bisa komentar lagi. Langsung ke Denpom saja ya. Jangan ke saya, nanti kacau semuanya. Ke Denpom saja,” ungkap Gusti.

Penembakan selanjutnya terjadi di wilayah Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Korbannya seorang remaja bernama Dicky Hermawan (22) warga Kampung Medang, Pagedangan, Kabupaten Tangerang.

Dicky diduga ditembak petugas Polrestro Tangerang Kota yang melakukan penindakan kasus narkoba pada 7 Agustus 2020. Dia terkena peluru tajam di punggung. Sebelum tewas, dia sempat dirawat di rumah sakit. “Kondisinya tanpa mengenakan pakaian atas sambil mengendarai motor. Setibanya di halaman rumah, dia langsung tergeletak lemas tidak sadarkan diri,” kata AR (51) ayah tiri Dicky, ditemui di rumah duka.

Melihat Dicky bersimbah darah, keluarganya pun langsung membawa Dicky ke rumah sakit. Awalnya Dicky dibawa ke klinik. Tetapi, akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Mitra Keluarga. Pukul 22.50 WIB, Dicky meninggal dunia. (Baca juga: Dor! Pria di Palembang Meregang Nyawa Ditembak di Depan Musala)

“Sebelumnya dia pergi keluar rumah sekitar pukul 16.30 WIB. Dia beralasan mau bertemu teman. Namun, selang satu jam kemudian, dia pulang sudah begitu. Diduga kena tembak,” sambungnya.

Sejumlah tetangga yang ikut menolong Dicky membenarkan bahwa remaja itu ditembak . Namun, jenis senjata api dan peluru tajam yang digunakan untuk menembaknya, warga mengaku tidak ada yang mengetahuinya.

Kapolres Tangsel AKBP Iman Setiawan mengatakan, penembakan terhadap remaja di Pagedangan merupakan pengembangan Polrestro Tangerang Kota. “Itu Polres Metro Tangerang Kota. Karena itu, berhubungan dengan penindakan kegiatan narkoba yang mereka lakukan. Langsung ke Polres Tangkot saja,” ungkap Iman.

Sementara Kapolrestro Tangerang Kota Kombes Pol Sugeng Hariyanto masih belum memberikan jawaban saat dikonfirmasi apakah penembakan itu berasal dari petugas Polrestro Tangerang Kota yang ada di lapangan.

Peristiwa ini akhirnya terkuak setelah Kasat Narkoba Polres Metro Tangerang AKBP Pratomo Widodo memberikan keterangan. Menurutnya, penembakan itu penindakan dari petugas Polsek Paku Haji. “Bukan. Tanya ke Kapolsek Paku Haji. Mereka yang kegiatan Mas. Iya. Bandar, melawan petugas. Ada senjatanya airsoftgun. Iya,” kata Pratomo. (Baca juga: Jadi Lumbung Cukai, Kemenperin: Industri Rokok Harus Diselamatkan)

Penembakan berikutnya terjadi di Kota Tangerang dan tujuh lokasi lainnya di Tangerang Selatan. Berbeda dengan dua kasus sebelumnya, penembakan ini bersifat teror dan dilakukan dengan senjata jenis airgun dan pelurunya mimis. Teror penembakan ini pertama terjadi di Kota Tangerang pada Kamis, 5 Juni 2020. Penembakan terjadi di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Pemekaran, Babakan.

Dua orang dilaporkan terkena tembakan peluru mimis. Setelah sempat redam, teror penembakan terjadi lagi di Tangerang Selatan. Sedikitnya ada tujuh lokasi penembakan sejak periode Juni hingga Juli.

Yang menarik, teror penembakan ini dilakukan pada Sabtu malam. Terakhir, pelaku melakukan aksinya pada Minggu, 19 Juli, di Jalan Raya Serpong, depan RS Asobirin, Pondok Jagung. Dari tujuh lokasi ini, delapan orang dilaporkan kena luka tembak.

Wilibrodus Obe, mahasiswa asal Ambon yang menjadi sasaran pelaku penembakan di Asobirin, mengatakan, saat kejadian dirinya tidak merasa kena tembak. Dia baru berasa saat di rumah. “Ya, saya lagi ngendarain motor. Saya saat itu tidak kepikiran ditembak, kaya dilempar saja,” katanya.

Setibanya di rumah bibinya, Wili mulai terasa sesak napas. Keringat dingin keluar dan tidak enak badan. Spontan dia meminta dibukakan baju oleh bibinya. Dari situlah diketahui ada luka tembak di punggung. “Saya kaget. Pas buka baju, di punggung kanan ada luka tembak. Ada lubang peluru mimis,” jelasnya.

Tak waktu lama, polisi berhasil menangkap tiga pelaku teror tersebut. Mereka adalah Evans Ferdinand (26), Clerence Antonius (20), dan Christoper Antonius (20). Kemarin ketiganya dipamerkan polisi. Mengenakan kaos tahanan berwarna orange, celana pendek seadanya, sambil tangan terborgol, mereka digiring oleh polisi.

Rupanya para tersangka masih memiliki hubungan keluarga. Saat beraksi mereka memiliki peran masing-masing. Tersangka Evans diduga sebagai pemilik senjata airsoftgun, berperan sebagai eksekutor. Sedangkan dua tersangka lainnya adalah Clerence dan Christoper mencari target atau sasaran. Clerence dan Christoper adalah saudara kembar. (Baca juga: Korban Pakai Baju Seksi, Remaja di Bintaro Matal Merampok Malah Memperkosa)

“Mereka telah melakukan kegiatan ini sebanyak tujuh kali dengan korban delapan orang. Mereka juga melakukan kegiatan ini di Tangerang Kota. Ketiganya kita tangkap dan kita tetapkan sebagai tersangka,” ujar Kapolres Tangsel AKBP Iman Setiawan.

Kepada wartawan, tiga pelaku mengaku melakukan aksi penembakan untuk senang-senang dan untuk membubarkan balap liar. “Ya, targetnya hanya ingin melukai. Kami sangat menyesal dan meminta maaf karena telah salah mengenai sasaran,” kata Evans, otak sekaligus eksekutor penembakan.

Evans mengaku sangat terganggu dengan aksi balap liar yang marak di Tangerang Raya. Karena tidak ada upaya dari pihak kepolisian dan Satpol PP, akhirnya dia mengambil tindakan sendiri. “Saya beli airsoftgun dan airgun dari online dan offline. Sasaran penembakan orang yang tidak pakai helm dan berkeliaran di jalan. Penembakan dilakukan dari mobil,” paparnya.

Namun, motif pelaku membubarkan balap liar dianggap mengada-ada. Pasalnya, banyak korban penembakan warga biasa dan mahasiswa serta bukan pelaku balap liar. Begitu pun lokasi penembakan di jalan umum.

“Senjatanya pakai peredam, laras panjang. Ini perencanaan mereka bertiga. Mereka tidak senang melihat ada balap liar. Lokasi dan target acak. Senjatanya dibeli, termasuk kita gali motifnya. Ini airgun ya," tambah Iman.

Wakapolres Tangsel Kompol Stephanus Luckyto mengatakan, airgun termasuk jenis senjata yang tidak boleh diperjualbelikan karena tidak ada aturan hukumnya. Persebarannya pun dilakukan secara gelap. (Baca juga: Sejumlah Pendapat Mengapa Al-Qur'an Tak Menyebut Dajjal)

“Airgun tidak boleh diperjualbelikan karena tidak ada aturan hukum yang mengatur. Jadi, termasuk barang terlarang. Airgun tidak ada izinnya. Nanti akan kita kaji dan dalami sejauh mana peredaran airgun ini,” jelasnya.

NO, seorang hunter, menceritakan, airgun dan senapan air memiliki banyak kesamaan. Dia pemegang senapan angin dengan peluru mimis untuk berburu hewan. “Kalau pemburu enggak mungkin main datar, ya paling ke atas ke udara. Karena biasanya hunter binatang pakai feeling dan cari spot yang tidak ada orang seperti mentok tembok, sawah, dan kebun yang tidak orang,” jelasnya.

NO menduga senjata airgun yang digunakan untuk meneror warga ditembak pada jarak ratusan meter dan memakai gas. Dia juga melihat penembak itu tidak profesional.

Menurutnya, seorang profesional tidak akan menembak sembarangan. Dia akan melihat kecepatan angin dan kondisi sekitarnya. Persiapan ini penting dilakukan agar peluru yang dilepaskan tepat mengenai sasaran.

“Kalau gas, sudah pasti tembus 10-20 meter juga. Kalau jarak jauh, apalagi di atas 100 meter, peluru pasti melayang. Sehingga kalau kena cuma nancep, enggak tembus. Ya, diduga ditembaknya dari jarak dekat,” ungkapnya.

Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menjelaskan bahwa esensi yang paling dasar bagi warga sipil yang diberikan izin menggunakan senjata adalah untuk membela diri dari segala ancaman yang dapat membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatan. Pertimbangan itu pun diberikan hanya untuk penggunaan jenis senjata api nonorganik Polri dan TNI dengan jenis tertentu. (Lihat videonya: Meneguk Sejarah Panjang Indonesia Dalam Secangkir Kopi)

Politikus Partai Demokrat ini menjelaskan, mekanisme perizinan kepemilikan senjata bagi masyarakat sipil itu diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 18 Tahun 2015 dengan mendasarkan kepada kondisi keamanan negara yang relatif tenang dan aman, juga memperhatikan kondisi psikologis masyarakat. “Jadi, ruang yang diberikan kepada masyarakat sipil untuk menggunakan senjata api sudah lebih dari cukup,” kata Didik. (Hasan Kurniawan/Kiswondari)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1466 seconds (0.1#10.140)