Eksploitasi Anak lewat Facebook, Seorang Ibu Ditahan
A
A
A
JAKARTA - Sungguh tega ibu ini. Mencari dana untuk kesembuhan anaknya yang menjalani operasi cangkok mata, namun setelah mendapat uang dari donatur, uangnya dipakai main judi.
Sejak 2013, Ria Yanti merantau dari Kalimantan Timur ke Jakarta demi mencari bantuan kesembuhan anaknya MES,4. Ibu itu juga mem-posting foto-foto si anak di jejaring sosial Facebook demi mengharap belas kasihan. Kemudian, pada 2017 muncul seorang donatur berinisial L yang iba terhadap penderitaan ibu dan anaknya. Mereka diboyong ke Jakarta oleh L dan tinggal di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Perjanjian pun dibuat sebelum proses penyembuhan. Donatur meminta Ria tidak lagi mem-posting foto si anak di Facebook.
"Namun yang terjadi, si ibu tetap mem-posting dan meminta bantuan," ujar Direktur Reserse Kriminal UmumPolda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta, Rabu (8/11/2017).
Ketidakberesan itu membuat donatur curiga dan mengusutnya ke pihak kepolisian. Setelah dilakukan penyidikan, akhirnya terungkap Ria masih menerima sumbangan donatur dari dermawan yang kasihan terhadap anaknya. Bahkan, nominalnya tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp230 juta. Pemeriksaan pun berlanjut.
Ironisnya, transferan uang juga tidak digunakan semestinya. Uang donatur dipakai untuk keperluan sehari-hari, kredit handphone, dan meminjamkan uang ke keluarganya. Tidak ada sepeser pun rupiah untuk pengobatan anak. "Bahkan, dipakai untuk bermain judi togel. Ini tragis sekali," kata Nico.
Saat ini Ria sudah tiga bulan mendekam di Rutan Pondok Bambu. Kasusnya sudah masuk persidangan tahap tiga dengan agenda pembelaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Sementara si anak dan neneknya masih tinggal di hunian sementara milik Dompet Dhuafa.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mendukung langkah polisi menegakkan hukum. Terbukti bersalah, Ria harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena jelas telah mengeksploitasi anaknya sendiri. Dia juga berharap si ibu mendapat kemudahan dalam bertemu dan merawat anaknya.
"Kalau ada bayi, balita, kalau bisa dibebaskan, dimudahkan merawat bayi dan anak. Jika memang sanksi, ya tetap harus tegas. Kami ada studi menunjukkan kalau warga binaan yang sinergi diberi kesempatan secara periodik mengasuh anak, itu akan menimbulkan proses penyadaran yang baik," kata Kak Seto.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikma watty menambahkan, untuk kasus ini dua unsur sudah terpenuhi. Pertama, si anak sudah mendapatkan perawatan dari pemerintah dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kedua, dari bukti polisi jelas Ria bersalah. Maka itu, si anak tidak lagi perlu dekat orang tuanya lantaran mendapatkan fasilitas dan perlindungan dari negara.
"Buktiyang ada bukan rekayasa dan nyata. Dengan melihat pertimbangan tersebut, kita sepakat ini negara hukum, demi kepentingan anak lainnya, pidana itu harus dilaksanakan. Kami mendukung apa yang dilakukan kepolisian menjalankan tugasnya," tandas Sitti.
Sejak 2013, Ria Yanti merantau dari Kalimantan Timur ke Jakarta demi mencari bantuan kesembuhan anaknya MES,4. Ibu itu juga mem-posting foto-foto si anak di jejaring sosial Facebook demi mengharap belas kasihan. Kemudian, pada 2017 muncul seorang donatur berinisial L yang iba terhadap penderitaan ibu dan anaknya. Mereka diboyong ke Jakarta oleh L dan tinggal di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Perjanjian pun dibuat sebelum proses penyembuhan. Donatur meminta Ria tidak lagi mem-posting foto si anak di Facebook.
"Namun yang terjadi, si ibu tetap mem-posting dan meminta bantuan," ujar Direktur Reserse Kriminal UmumPolda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta, Rabu (8/11/2017).
Ketidakberesan itu membuat donatur curiga dan mengusutnya ke pihak kepolisian. Setelah dilakukan penyidikan, akhirnya terungkap Ria masih menerima sumbangan donatur dari dermawan yang kasihan terhadap anaknya. Bahkan, nominalnya tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp230 juta. Pemeriksaan pun berlanjut.
Ironisnya, transferan uang juga tidak digunakan semestinya. Uang donatur dipakai untuk keperluan sehari-hari, kredit handphone, dan meminjamkan uang ke keluarganya. Tidak ada sepeser pun rupiah untuk pengobatan anak. "Bahkan, dipakai untuk bermain judi togel. Ini tragis sekali," kata Nico.
Saat ini Ria sudah tiga bulan mendekam di Rutan Pondok Bambu. Kasusnya sudah masuk persidangan tahap tiga dengan agenda pembelaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Sementara si anak dan neneknya masih tinggal di hunian sementara milik Dompet Dhuafa.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mendukung langkah polisi menegakkan hukum. Terbukti bersalah, Ria harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena jelas telah mengeksploitasi anaknya sendiri. Dia juga berharap si ibu mendapat kemudahan dalam bertemu dan merawat anaknya.
"Kalau ada bayi, balita, kalau bisa dibebaskan, dimudahkan merawat bayi dan anak. Jika memang sanksi, ya tetap harus tegas. Kami ada studi menunjukkan kalau warga binaan yang sinergi diberi kesempatan secara periodik mengasuh anak, itu akan menimbulkan proses penyadaran yang baik," kata Kak Seto.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikma watty menambahkan, untuk kasus ini dua unsur sudah terpenuhi. Pertama, si anak sudah mendapatkan perawatan dari pemerintah dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kedua, dari bukti polisi jelas Ria bersalah. Maka itu, si anak tidak lagi perlu dekat orang tuanya lantaran mendapatkan fasilitas dan perlindungan dari negara.
"Buktiyang ada bukan rekayasa dan nyata. Dengan melihat pertimbangan tersebut, kita sepakat ini negara hukum, demi kepentingan anak lainnya, pidana itu harus dilaksanakan. Kami mendukung apa yang dilakukan kepolisian menjalankan tugasnya," tandas Sitti.
(amm)