Oknum Pemkot Jakbar Sahkan Loksem Tak Berizin

Minggu, 05 Maret 2017 - 20:35 WIB
Oknum Pemkot Jakbar Sahkan Loksem Tak Berizin
Oknum Pemkot Jakbar Sahkan Loksem Tak Berizin
A A A
JAKARTA - Meski sudah digusur usai Lebaran tahun lalu, namun oknum Pemerintah Kota Jakarta Barat tetap melegalkan pembangunan lapak di kawasan itu. Lapak kemudian dijadikan sebuah lokasi sementara (loksem) meskipun tak mengantongi izin resmi.

Kondisi ini, bertolak belakang dengan wacana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang ingin kembali menghidupi kawasan jalur hijau. Sebab, meskipun telah memiliki RTH dan RPTRA Kalijodo, kebutuhan ruang terbuka hijau di Jakarta kurang dari 10%.

ā€ˇPantauan di lokasi, keberadaan lapak pada jalur hijau itu terdapat pada sisi sebelah kanan dari arah Utan Jati menuju Jalan Peta Barat. Di belakang lapak itu berbatasan langsung dengan saluran penghubung (PHb). Sehingga menyulitkan untuk petugas melakukan normalisasi.

Saat ini, beberapa pembuatan lapak itu memasuki tahap akhir. Beberapa pedagang bunga mulai menghiasi kiosnya dengan besi stenlies dengan ukuran lapak 3x3 meter, dengan jumlah lapak sebanyak 30 kios.

Seorang pedagang, Agus (31), mengatakan sudah sebulan menempati lapak itu. Mereka mengaku telah mendapatkan izin dari pihak Kelurahan, Kecamatan, hingga Wali Kota Jakarta Barat, Anas Efendi.

"Bulan ini kabarnya mau diresmikan. Kami sudah isi formulirnya dan sudah dikirim ke Kelurahan, Kecamatan sampai Wali Kota," kata Agus di lokasi, Minggu (5/3/2017).

Sebelum menempati kawasan itu, Agus tak menampik dirinya merupakan pedagang liar yang menempati kawasan itu selama tiga tahun. Namun usai Lebaran, tepatnya bulan Agustus 2016 lalu, wali kota bersama satpol melakukan pembongkaran, 30 gubug di kawasan itupun kemudian rata disapu alat berat.

"Dahulu alasannya karena jalur hijau. Tapi ini sekarang dibangun lagi baru berjalan satu bulan," ucap Agus.

Meskipun demikian, Agus mengklaim dirinya bersama 29 pedagang di kios itu merupakan binaan Suka Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP). Selain telah mengajukan izin, para pedagang juga telah membayar masing-masing Rp6 juta sebagai iuaran mendirikan lapak.

Sementara itu, Kasudin KUMKMP Jakarta Barat, Nuraini Sylviana membantahnya. Dia menegaskan, belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penetapan loksem di tempat tersebut. Sebab itu dirinya menegaskan 30 kios itu merupakan ilegal.

"Kami belum keluarkan SK. Baru sebatas pengajuan saja. Cuma belum di cek apakah sesuai ketentuan lokasinya atau tidak," kata Sylvi dikonfirmasi terpisah.

Dalam menentukan lokasi, kata Sylvi, harus dilakukan pengecekan lokasi sesuai standar pembangunannya. Termasuk saat berada di jalur hijau, Sylvi mengaku harus melalui kajian dahulu.

"Lalu harus standar CSR (Corporate Social Responsibility) karena mereka yang akan bangun loksem," tuturnya.

Dia pun mempertanyakan ihwal uang Rp6 juta yang dikeluarkan para pedagang. Sylvi menegaskan, dalam pembangunan loksem pedagang tidak sama sekali mengeluarkan biaya. Para pedagang hanya membayar retribusi Rp3 ribu per hari melalui sistem autodebet Bank DKI.

"Itu pedagang kenapa belum ada SK sudah menempati. Lalu kenapa pedagang bayar pembangunan, semua ditanggung CSR, mereka (pedagang) hanya retribusi saja," ucapnya.

Hal berbeda diucapkan Camat Kalideres, Supriyadi. Dia mengaku, kalau 30 kios itu merupakan loksem, meskipun SK sebagai binaan Sudin UMKMP belum dikeluarkan. "Itu memang diusulkan untuk jadi loksem dan belum keluar SK," tuturnya.

Mengenai persoalan pembayaran Rp6 juta untuk pembangunan, Supriyadi mengaku tidak mengetahui hal itu. Namun mengenai soal ajuanya, dirinya mengaku telah mengajukan penetapan loksem di kawasan itu. "Ya tinggal diresmikan saja kan nanti," katanya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6885 seconds (0.1#10.140)