Sejarah Masjid Keramat di Bogor dan Karomah Habib Empang Hidupkan Ikan Mati
loading...
A
A
A
BOGOR - Masjid An Nur Empang yang lebih dikenal dengan Masjid Keramat Empang Bogor merupakan masjid tertua di Kota Bogor. Masjid yang berada di Jalan Lolongok, RT 02 RW 04, Kelurahan Empang, Bogor Selatan, Kota Bogor ini menyimpan sejarah panjang.
Masjid ini dibangun sekitar tahun 1318 Hijriyah atau 1897 Masehi oleh Habib Abdullah bin Mukhsin Al Ahtas yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Dari awal didirikan hingga saat ini, tidak ada bangunan dan interior yang dirubah.
Ada beberapa interior yang masih awet hingga sekarang. Seperti kaca jendela yang berwarna merah dan biru, mimbar masjid, empat pilar di dalam masjid dengan dua menara masjid. Konon masjid ini terinspirasi dari sebuah masjid bernama An-Nur di wilayah Tahrim.
Masjid yang berukuran 10 x 10 meter ini dibangun dengan harapan untuk menyatukan umat Muslim. Kenapa dijuluki Empang? Karena dahulu area sekitar masjid itu dikelilingi empang. Maka dijulukilah oleh masyarakat sekitar Masjid Empang Bogor.
Di tempat inilah Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas juga dimakamkan bersama anak-anaknya. Selain itu, ada seorang ulama yang dimakamkan di sini yaitu Habib Abdurrohman Bin Ahmad Assegaf (pimpinan Ponpes Al-Busro Depok).
Dalam Kitab Manaqib Habib Abdullah bin Mukhsin Al Athas disebutkan bahwa Beliau adalah seorang Waliyullah yang berjasa dalam peradaban Islam di Indonesia. Nasab beliau tersambung kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Al Habib Abdullah bin Mukhsin Al-Athas lahir di Desa Haurah, Hadhramaut, Yaman, pada hari Selasa 20 Jumadil Awal 1265 Hijriyah. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan rohani dari ayahnya Al-Habib Mukhsin Al-Aththas.
Beliau mempelajari Alquran dari Mu’alim Syeikh Umar bin Faraj bin Sabah. Pada usia 17 tahun beliau sudah hafal Alquran. Di antara guru-guru beliau, salah satunya adalah Habib Abu Bakar bin Abdullah Athas.
Selain itu Habib Sholeh bin Abdullah Al Athas, penduduk Wadi a’mad, Hadhramaut dan masih banyak lagi ulama-ulama besar yang menjadi guru beliau. Pada tahun 1282 Hijriah, Habib Abdulllah Bin Mukhsin menunaikan Ibadah haji pertama kalinya.
Selama di Tanah Suci beliau bertemu dengan ulama-ulama Islam terkemuka. Setelah itu beliau pulang ke Hadhramaut untuk memperdalam ilmunya. Pada tahun 1283 H, beliau melakukan ibadah haji yang kedua.
Sepulang dari ibadah haji, dengan izin Allah SWT, beliau sampai ke Indonesia. Di Indonesia, Beliau bertemu sejumlah Waliyullah dari keluarga Al Alwi antara lain Al Habib Ahmad Bin Muhammad Bin Hamzah Al Athas.
Awal kedatangannya ke Jawa, Habib Abdullah Bin Mukhsin memilih Pekalongan sebagai kota tempat kediamannya. Guru beliau Habib Ahmad Bin Muhammad Al Athas banyak memberi perhatian kepadanya.
Saat ini, di samping Masjid Empang, masih berdiri rumah peninggalan sang pendiri masjid, yang kini ditempati oleh keturunannya. Jika ingin mengunjungi rumah tersebut, memang tak mudah. Karena, dijaga Khalifah Empang yang merupakan keturunan beliau.
Khalifah ini diamanahi untuk menjaga masjid, makam, dan rumah Habib Abdullah. Sehingga, kunjungan ke rumah tersebut harus seizin Khalifah Empang tadi.
Rumah seluas 200 meter persegi yang merupakan peninggalan Habib Abdullah, rumah ini menyimpan benda-benda peninggalan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas, yaitu gamis, sorban, tempat tidur, dan tongkat.
Di rumah ini ada kamar khusus untuk zikir, dan 100 kitab agama dari jumlah semula 850 buku, kabarnya sebagian besar kitab kitab lainnya itu kini disimpan di "Jamaturkhair atau di Rabitoh", Tanah Abang Jakarta.
Di antara kitab karangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas adalah Faturrabaniah, Ratibul Ahtas dan Ratibul Hadad. Dua kitab terakhir diajarkan setiap magrib secara rutin kepada murid-muridnya ketika ia masih hidup.
Karomah
Dalam perjalanan hidup Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas, Beliau pernah dipenjara oleh Pemerintah Belanda. Tentu pengalaman Beliau ini merupakan kehendak Allah.
Sebab nasib serupa juga pernah dialami Nabi Yusuf AS yang sempat mendekam dalam penjara selama beberapa tahun. Namun, setelah keluar dari penjara ia diberi kedudukan tinggi oleh penguasa yang telah memenjarakannya.
Pemerintah Belanda memenjarakan beliau dengan alasan difitnah. Selama dipenjara, kemuliaannya makin tampak dan mengundang banyak pengunjung untuk bersilaturrahim. Kedatangan banyak orang ini pun mengherankan pimpinan penjara dan penjaganya.
Bahkan mereka ikut mendapatkan keberkahan dan manfaat dari kebesaran beliau. Selama di penjara, banyak pengunjung yang meminta didoakan.
Para penjaga pun kewalahan menghadapi pengunjung yang semakin ramai, lalu mengusulkan kepada kepala penjara agar segera membebaskan beliau.
Namun, ketika usulan ditawarkan, Habib Abdullah justru menolak dan memilih menunggu hingga selesainya masa hukuman dan mencari tempat sunyi yang jauh dari keramaian manusia.
Beliau memilih Bogor (Empang) sebagai tempatnya menyendiri. Di sana beliau membeli tanah dan membuat rumah sederhana. Dari sumber lain disebutkan, awal mula kedatangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ke Indonesia pada tahun 1800 Masehi.
Ketika itu beliau diperintahkan Al Habibul Imam Abdullah bin Abu Bakar Alayidrus, menuju Kota Mekkah. Dan sesampainya di Kota Mekkah, beliau melaksanakan salat dan malamnya beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW.
Entah apa yang kisah mimpinya, esok harinya beliau berangkat menuju Indonesia. Sesampainya di Indonesia, beliau dipertemukan dengan Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas, Jakarta dan beliau belajar ilmu agama darinya.
Lalu Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas memerintahkan beliau berziarah ke Habib Husen di luar Batang. Dari sana sampailah perjalanan beliau ke Bogor. Beliau datang ke Empang tanpa membawa apa-apa.
Saat datang ke Empang Bogor, di sana belum ada penghuninya. Namun dengan ilmu beliau bisa menyala dan menjadi terang benderang. Diceritakan, ada kekeramatan yang lain terjadi pula ketika beliau tengah makan di pinggiran Empang.
Kebetulan kala itu datang seorang penduduk Bogor berkata kepada beliau "Habib, kalau Anda benar-benar seorang Habib Keramat, tunjukkanlah kepada saya kekeramatannya".
Kebetulan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas sedang makan seekor ikan yang tinggal separuh lagi. Maka Habib Abdullah pun berkata:
"Yaa sama Anjul ilaman Tabis," (Wahai ikan kalau benar-benar cinta kepadaku tunjukanlah), maka atas izin Allah SWT, seketika itu ikan yang tinggal sebelah lagi meloncat ke Empang. Konon ikan tersebut sampai sekarang dikabarkan masih hidup.
Acara pengajian rutin setiap malam Jumat, selalu diadakan pembacaan kitab Maulid Nabi Ad-diba’i, karya Syekh abdurrahman Ad-diba’i, yang dibacakan di dalam masjid, tepatnya di ruang tengah yang hanya dibuka saat pengajian malam Jumat.
Setiap tahun, acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di masjid ini selalu ramai oleh para jamaah, bahkan dari luar daerah Bogor. Beberapa kali juga, Mantan Presiden Indonesia dan jajaranya hadir ke masjid ini.
Masjid ini dibangun sekitar tahun 1318 Hijriyah atau 1897 Masehi oleh Habib Abdullah bin Mukhsin Al Ahtas yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Dari awal didirikan hingga saat ini, tidak ada bangunan dan interior yang dirubah.
Ada beberapa interior yang masih awet hingga sekarang. Seperti kaca jendela yang berwarna merah dan biru, mimbar masjid, empat pilar di dalam masjid dengan dua menara masjid. Konon masjid ini terinspirasi dari sebuah masjid bernama An-Nur di wilayah Tahrim.
Masjid yang berukuran 10 x 10 meter ini dibangun dengan harapan untuk menyatukan umat Muslim. Kenapa dijuluki Empang? Karena dahulu area sekitar masjid itu dikelilingi empang. Maka dijulukilah oleh masyarakat sekitar Masjid Empang Bogor.
Di tempat inilah Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas juga dimakamkan bersama anak-anaknya. Selain itu, ada seorang ulama yang dimakamkan di sini yaitu Habib Abdurrohman Bin Ahmad Assegaf (pimpinan Ponpes Al-Busro Depok).
Dalam Kitab Manaqib Habib Abdullah bin Mukhsin Al Athas disebutkan bahwa Beliau adalah seorang Waliyullah yang berjasa dalam peradaban Islam di Indonesia. Nasab beliau tersambung kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Al Habib Abdullah bin Mukhsin Al-Athas lahir di Desa Haurah, Hadhramaut, Yaman, pada hari Selasa 20 Jumadil Awal 1265 Hijriyah. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan rohani dari ayahnya Al-Habib Mukhsin Al-Aththas.
Beliau mempelajari Alquran dari Mu’alim Syeikh Umar bin Faraj bin Sabah. Pada usia 17 tahun beliau sudah hafal Alquran. Di antara guru-guru beliau, salah satunya adalah Habib Abu Bakar bin Abdullah Athas.
Selain itu Habib Sholeh bin Abdullah Al Athas, penduduk Wadi a’mad, Hadhramaut dan masih banyak lagi ulama-ulama besar yang menjadi guru beliau. Pada tahun 1282 Hijriah, Habib Abdulllah Bin Mukhsin menunaikan Ibadah haji pertama kalinya.
Selama di Tanah Suci beliau bertemu dengan ulama-ulama Islam terkemuka. Setelah itu beliau pulang ke Hadhramaut untuk memperdalam ilmunya. Pada tahun 1283 H, beliau melakukan ibadah haji yang kedua.
Sepulang dari ibadah haji, dengan izin Allah SWT, beliau sampai ke Indonesia. Di Indonesia, Beliau bertemu sejumlah Waliyullah dari keluarga Al Alwi antara lain Al Habib Ahmad Bin Muhammad Bin Hamzah Al Athas.
Awal kedatangannya ke Jawa, Habib Abdullah Bin Mukhsin memilih Pekalongan sebagai kota tempat kediamannya. Guru beliau Habib Ahmad Bin Muhammad Al Athas banyak memberi perhatian kepadanya.
Saat ini, di samping Masjid Empang, masih berdiri rumah peninggalan sang pendiri masjid, yang kini ditempati oleh keturunannya. Jika ingin mengunjungi rumah tersebut, memang tak mudah. Karena, dijaga Khalifah Empang yang merupakan keturunan beliau.
Khalifah ini diamanahi untuk menjaga masjid, makam, dan rumah Habib Abdullah. Sehingga, kunjungan ke rumah tersebut harus seizin Khalifah Empang tadi.
Rumah seluas 200 meter persegi yang merupakan peninggalan Habib Abdullah, rumah ini menyimpan benda-benda peninggalan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas, yaitu gamis, sorban, tempat tidur, dan tongkat.
Di rumah ini ada kamar khusus untuk zikir, dan 100 kitab agama dari jumlah semula 850 buku, kabarnya sebagian besar kitab kitab lainnya itu kini disimpan di "Jamaturkhair atau di Rabitoh", Tanah Abang Jakarta.
Di antara kitab karangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas adalah Faturrabaniah, Ratibul Ahtas dan Ratibul Hadad. Dua kitab terakhir diajarkan setiap magrib secara rutin kepada murid-muridnya ketika ia masih hidup.
Karomah
Dalam perjalanan hidup Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas, Beliau pernah dipenjara oleh Pemerintah Belanda. Tentu pengalaman Beliau ini merupakan kehendak Allah.
Sebab nasib serupa juga pernah dialami Nabi Yusuf AS yang sempat mendekam dalam penjara selama beberapa tahun. Namun, setelah keluar dari penjara ia diberi kedudukan tinggi oleh penguasa yang telah memenjarakannya.
Pemerintah Belanda memenjarakan beliau dengan alasan difitnah. Selama dipenjara, kemuliaannya makin tampak dan mengundang banyak pengunjung untuk bersilaturrahim. Kedatangan banyak orang ini pun mengherankan pimpinan penjara dan penjaganya.
Bahkan mereka ikut mendapatkan keberkahan dan manfaat dari kebesaran beliau. Selama di penjara, banyak pengunjung yang meminta didoakan.
Para penjaga pun kewalahan menghadapi pengunjung yang semakin ramai, lalu mengusulkan kepada kepala penjara agar segera membebaskan beliau.
Namun, ketika usulan ditawarkan, Habib Abdullah justru menolak dan memilih menunggu hingga selesainya masa hukuman dan mencari tempat sunyi yang jauh dari keramaian manusia.
Beliau memilih Bogor (Empang) sebagai tempatnya menyendiri. Di sana beliau membeli tanah dan membuat rumah sederhana. Dari sumber lain disebutkan, awal mula kedatangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ke Indonesia pada tahun 1800 Masehi.
Ketika itu beliau diperintahkan Al Habibul Imam Abdullah bin Abu Bakar Alayidrus, menuju Kota Mekkah. Dan sesampainya di Kota Mekkah, beliau melaksanakan salat dan malamnya beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW.
Entah apa yang kisah mimpinya, esok harinya beliau berangkat menuju Indonesia. Sesampainya di Indonesia, beliau dipertemukan dengan Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas, Jakarta dan beliau belajar ilmu agama darinya.
Lalu Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas memerintahkan beliau berziarah ke Habib Husen di luar Batang. Dari sana sampailah perjalanan beliau ke Bogor. Beliau datang ke Empang tanpa membawa apa-apa.
Saat datang ke Empang Bogor, di sana belum ada penghuninya. Namun dengan ilmu beliau bisa menyala dan menjadi terang benderang. Diceritakan, ada kekeramatan yang lain terjadi pula ketika beliau tengah makan di pinggiran Empang.
Kebetulan kala itu datang seorang penduduk Bogor berkata kepada beliau "Habib, kalau Anda benar-benar seorang Habib Keramat, tunjukkanlah kepada saya kekeramatannya".
Kebetulan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas sedang makan seekor ikan yang tinggal separuh lagi. Maka Habib Abdullah pun berkata:
"Yaa sama Anjul ilaman Tabis," (Wahai ikan kalau benar-benar cinta kepadaku tunjukanlah), maka atas izin Allah SWT, seketika itu ikan yang tinggal sebelah lagi meloncat ke Empang. Konon ikan tersebut sampai sekarang dikabarkan masih hidup.
Acara pengajian rutin setiap malam Jumat, selalu diadakan pembacaan kitab Maulid Nabi Ad-diba’i, karya Syekh abdurrahman Ad-diba’i, yang dibacakan di dalam masjid, tepatnya di ruang tengah yang hanya dibuka saat pengajian malam Jumat.
Setiap tahun, acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di masjid ini selalu ramai oleh para jamaah, bahkan dari luar daerah Bogor. Beberapa kali juga, Mantan Presiden Indonesia dan jajaranya hadir ke masjid ini.
(ams)