Tragedi Bintaro 1987, Musibah Terburuk dalam Sejarah Perkeretaapian di Indonesia

Jum'at, 07 April 2023 - 17:33 WIB
loading...
Tragedi Bintaro 1987, Musibah Terburuk dalam Sejarah Perkeretaapian di Indonesia
Tragedi Bintaro 1987 menjadi salah satu momen kelam dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Foto: DKI1.com
A A A
JAKARTA - Tragedi Bintaro 1987 menjadi salah satu momen kelam dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Tercatat ratusan penumpang menjadi korban jiwa dalam tragedi tersebut.

Kejadian memilukan ini terjadi pada 19 Oktober 1987 di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.

Tragedi Bintaro 1987

Insiden Bintaro 1987 ini melibatkan dua buah kereta api, yakni KA 255 jurusan Rangkasbitung - Jakarta dengan penumpang 700 orang dan KA 220 Patas jurusan Tanah Abang - Merak berpenumpang 500 orang.



Saat itu, kedua masinis tidak mengetahui masing-masing keretanya tengah melintas di rel yang sama. Pada akhirnya, tabrakan di antara keduanya pun tak bisa dihindari.

Peristiwa memilukan yang terjadi di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan ini setidaknya menyebabkan 153 orang meninggal serta 300 lainnya luka-luka. Kejadian tersebut benar-benar menjadi sejarah buruk bagi perkeretaapian Tanah Air.

Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber, perjalanan maut tersebut bermula saat KA 225 jurusan Rangkasbitung - Jakarta yang dipimpin masinis Slamet Suradio berhenti di jalur 3 Stasiun Sudimara.

KA 225 itu tunggu bersilang dengan KA 220 Patas jurusan Tanah Abang - Merak dengan masinis Amung Sunary. Namun, saat bersilang tanpa adanya komunikasi dengan Stasiun Sudimara, petugas Stasiun Serpong justru memberi sinyal aman bagi KA 225.

Padahal, saat bersamaan jalur di Stasiun Sudimara sudah penuh kereta. Masinis Slamet akhirnya membawa KA 225 dari Serpong ke Sudimara dan tiba pukul 06.45 WIB.

Barulah setelah sadar Stasiun Sudimara penuh, Kepala Stasiun Sudimara lantas melansir perintah kepada Slamet untuk masuk jalur 1 di Sudimara. Sayangnya, dia tidak dapat melihat tanda atau semboyan yang diberikan karena lokomotifnya penuh.



Setelahnya, Slamet juga sempat bertanya kepada penumpang yang berada di lokomotif, "berangkat ?", penumpang menjawab "berangkat !!". Dia pun membunyikan Semboyan 35 dan berjalan.

Juru langsir yang melihatnya berjalan sempat kaget dan mengejar kereta tersebut. Beberapa petugas di stasiun Sudimara juga kaget, bahkan ada yang mengejar kereta itu menggunakan sepeda motor.

Tak sampai disitu, PPKA Sudimara, Djamhari juga mencoba memberhentikan kereta dengan menggerak-gerakkan sinyal, namun tidak berhasil. Upaya terakhirnya adalah dengan mengibarkan bendera merah. Namun sia-sia juga.

Djamhari sempat kembali ke stasiun sambil berusaha membunyikan semboyan genta darurat kepada penjaga perlintasan Pondok Betung. Sayangnya, kereta tetap melaju.

Saat diusut, ternyata kala itu penjaga perlintasan Pondok Betung tidak hafal dengan semboyan genta. Pada akhirnya, dua kereta api itu akhirnya bertabrakan di tikungan S ± Km 18.75. Kedua kereta hancur dan terguling.

Akibat tragedi berdarah ini, masinis KA 225 Slamet Suradio divonis 5 tahun penjara dan harus kehilangan pekerjaan. Nasib serupa juga dialami kondektur KA 225 Adung Syafei serta beberapa petugas lain.
(bim)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1822 seconds (0.1#10.140)