Penjualan Daging Hewan Peliharaan Marak, Anggota DPRD DKI Kenneth Dorong Pembentukan Perda

Selasa, 28 Maret 2023 - 00:01 WIB
loading...
Penjualan Daging Hewan Peliharaan Marak, Anggota DPRD DKI Kenneth Dorong Pembentukan Perda
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth mendorong pembentukan peraturan daerah (perda) untuk melindungi hewan peliharaan. Foto: SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Penjualan daging hewan peliharaan seperti kucing, monyet, dan anjing, secara ilegal marak di Jakarta. Untuk itu, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth mendorong pembentukan peraturan daerah (perda) untuk melindungi hewan peliharaan tersebut.

Maraknya penjualan daging kucing, monyet, dan anjing secara ilegal dikhawatirkan dapat menimbulkan wabah penyakit rabies atau wabah penyakit menular lainnya.

Baca Juga: Mengenal Anjing Ras Siberian Husky yang Jarang Diketahui

Kenneth mengatakan, sekelas kota besar dan Ibu Kota Negara, Jakarta selayaknya mempunyai perda yang membatasi dan mengatur pelarangan peredaran daging hewan yang tidak layak dikonsumsi. Misalnya, daging hewan peliharaan.

"Perda ini harus dibuat secara spesifik dan jelas, agar masyarakat paham klasifikasi tentang apa yang dimaksud hewan ternak dan apa itu yang dimaksud hewan peliharaan, serta daging hewan yang layak dikonsumsi dan yang tidak. Harus secara jelas dijabarkan jika daging hewan ternak itu boleh dikonsumsi dan hewan peliharaan itu tidak boleh," kata Kenneth dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).

Sejauh ini, kata Kent, belum ada aturan dan sanksi jelas yang bisa membuat jera para pelaku penjualan daging hewan peliharaan, seperti monyet, anjing, dan kucing yang dijual bebas secara ilegal.

"Masa sekelas kota besar dan Ibu Kota Negara seperti DKI Jakarta belum ada peraturan pelarangan penjualan daging yang layak dikonsumsi dan yang tidak? Dalam hal ini, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi harus peka, dan harus ada perhatian khusus terkait hal ini," tegas anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.

Kent menjelaskan, dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, disebutkan bahwa hewan ternak adalah hewan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

Sedangkan hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.



Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan perairan baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

Termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

"Jika merujuk pada definisi tersebut, maka daging monyet, kucing dan anjing tidak termasuk kategori pangan, karena monyet, kucing dan anjing tidak termasuk dalam kategori produk peternakan," beber Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI PPRA Angkatan LXII itu.

Kent berprinsip, jika hewan peliharaan itu harusnya dipelihara, bukan untuk dikonsumsi. Lain hal jika hewan ternak yang sudah sangat jelas peruntukannya.

"Jadi meskipun bukan termasuk hewan dilindungi, monyet, kucing, dan anjing jelas bukanlah hewan yang layak dikonsumsi. Apalagi jika hewan tersebut tidak divaksinasi dan rentan terkena wabah penyakit rabies atau penyakit berbahaya menular lainnya, pastinya akan menularkan wabah penyakit juga kepada yang mengkonsumsi dagingnya," tutur Kent.

Kent meminta ketegasan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya supaya melakukan razia rutin di sejumlah pasar di Jakarta, yang patut diduga menjual daging monyet, anjing hingga kucing secara ilegal.

"Dinas KPKP DKI dan PD Pasar Jaya harus rutin melakukan razia ke sejumlah pasar yang patut dicurigai masih menjual daging hewan hewan peliharaan tersebut, karena secara hirarki memang tugas mereka untuk menghentikan penjualan daging monyet, anjing dan kucing ilegal. Saya masih banyak menerima laporan dari masyarakat, bahwa masih ada pasar yang menjual daging monyet, anjing dan kucing," tuturnya.

Kesejahteraan hewan, termasuk anjing juga diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014. Mengingat UU Nomor 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014 mengatur kesejahteraan hidup hewan, termasuk anjing, antara lain praktek kekerasan, pengandangan atau perantaian, pencurian anjing, pertarungan anjing yang terorganisir, hingga perdagangan daging anjing.

Meski demikian, kewenangan usaha termasuk usaha olahan daging anjing adalah oleh pemerintah setempat. Dan, pelanggaran terhadap UU Nomor 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014 bisa disanksi penjara. Pelanggaran akan dikenakan hukuman penjara 2 tahun sampai ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Namun, sambung Kent, dalam kasus ini diperlukan juga peran sinergi dari masyarakat untuk turut sadar bahwa konsumsi daging monyet, kucing, dan anjing sangat berbahaya bagi kesehatan. Setidaknya masyarakat bisa mulai sadar bahwa mitos terkait manfaat kesehatan dari mengkonsumsi daging monyet, kucing dan anjing tidak benar adanya.

"Masyarakat perlu mendapatkan edukasi untuk mematahkan mitos bahwa daging monyet, kucing dan anjing bukan hanya tidak layak dikonsumsi manusia, melainkan juga berisiko membawa penyakit," tandasnya.

"Stop konsumsi daging monyet, kucing, dan Anjing. Ini dilakukan agar Kota Jakarta maju, Jakarta bebas rabies, dan masyarakatnya beradab karena tidak memakan daging hewan peliharaan," pungkasnya.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1710 seconds (0.1#10.140)