Ribuan Buruh Akan Gelar Aksi Demo di Gedung DPR, Suarakan 9 Poin
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ribuan buruh direncanakan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (6/2/2023). Ada sebanyak sembilan poin yang akan disuarakan para buruh.
“Setidaknya ada sembilan poin yang kami suarakan dalam Perppu No 2/2022 terkait Cipta Kerja . Meliputi, upah minimum, outsourcing, pesangon, karyawan kontrak, PHK, pengaturan cuti, jam kerja, tenaga kerja asing, dan sanksi pidana,” ungkap Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Minggu (5/2/2023).
Isu lain yang akan disurakan, lanjut Iqbal, adalah penolakan terhadap RUU Kesehatan. Dalam hal ini, Partai Buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU BPJS. Antara lain tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.
“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi. Kok malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi. Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR itu,” kata Said.
Hal lain yang disoroti Said adalah terkait dengan kewenangan BPJS yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan.
Menurutnya, pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar, sehingga harus di bawah Presiden.
Partai Buruh juga memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti IDI. Surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien.
“Secara bersamaan dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, Partai Buruh mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Hal ini sebagaimana yang diminta presiden,” ujarnya.
Iqbal mengkritik, RUU yang terkait dengan kepentingan bisnis terkesan cepat sekali disahkan. Tetapi giliran RUU PPRT yang bersifat perlindungan tak kunjung disahkan.
“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat,” tegasnya.
Sedangkan yang bersifat perlindungan, seperti halnya RUU PPRT yang sudah 19 tahun tak kunjung disahkan.
Selain dilaksanakan di Jakarta, aksi serupa juga akan dilakukan di berbagai kota industri seperti Semarang, Surabaya, Medan, Batam, Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Pekanbaru, Ternate, Ambon, Kupang, dan beberapa kota industri lainnya.
“Setidaknya ada sembilan poin yang kami suarakan dalam Perppu No 2/2022 terkait Cipta Kerja . Meliputi, upah minimum, outsourcing, pesangon, karyawan kontrak, PHK, pengaturan cuti, jam kerja, tenaga kerja asing, dan sanksi pidana,” ungkap Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Minggu (5/2/2023).
Isu lain yang akan disurakan, lanjut Iqbal, adalah penolakan terhadap RUU Kesehatan. Dalam hal ini, Partai Buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU BPJS. Antara lain tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.
“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi. Kok malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi. Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR itu,” kata Said.
Hal lain yang disoroti Said adalah terkait dengan kewenangan BPJS yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan.
Menurutnya, pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar, sehingga harus di bawah Presiden.
Partai Buruh juga memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti IDI. Surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien.
“Secara bersamaan dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, Partai Buruh mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Hal ini sebagaimana yang diminta presiden,” ujarnya.
Iqbal mengkritik, RUU yang terkait dengan kepentingan bisnis terkesan cepat sekali disahkan. Tetapi giliran RUU PPRT yang bersifat perlindungan tak kunjung disahkan.
“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat,” tegasnya.
Sedangkan yang bersifat perlindungan, seperti halnya RUU PPRT yang sudah 19 tahun tak kunjung disahkan.
Selain dilaksanakan di Jakarta, aksi serupa juga akan dilakukan di berbagai kota industri seperti Semarang, Surabaya, Medan, Batam, Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Pekanbaru, Ternate, Ambon, Kupang, dan beberapa kota industri lainnya.
(hab)