BPS DKI Diminta Lakukan Assessment Lapangan Berulang Kriteria Miskin Ekstrem

Jum'at, 03 Februari 2023 - 14:12 WIB
loading...
BPS DKI Diminta Lakukan...
Akurasi data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta terkait angka kemiskinan ekstrem yang mencapai 95ribu jiwa dipersoalkan. Foto DOK DKI Jakarta
A A A
JAKARTA - Akurasi data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta terkait angka kemiskinan ekstrem yang mencapai 95ribu jiwa dipersoalkan. BPS DKI diminta lakukan assessment lapangan berulang dalam menentukan kriteria miskin ekstrem.

Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Jakarta, Melny Nova Katuuk mengaku heran serta mempertanyakan penyajian data oleh BPS tersebut apakah sudah teruji secara holistik di lapangan sebelum menjadi konsumsi publik.

"Sample data yang dijadikan rekomendasi oleh BPS untuk bahan analisa kemudian menentukan kemiskinan ekstrem seseorang itu harus dilihat secara holistik. Misalnya, apakah saat mengkategorikan seseorang dalam level miskin itu sudah memakai kajian pendekatan sebagaimana Multidimensional Poverty Index," ujar Nova di Jakarta, Jumat (3/2/2023).

Baca juga : Forum Jakarta Pesisir Sebut Tidak Boleh Ada Kemiskinan Ekstrem di Kampung Pancasila

Nova menuturkan analisis data mesti dilakukan door to door ke rumah warga sasaran. Periset, kata Nova, tidak cukup hanya mengambil sampel dari data yang sudah terkumpul di simpul masyarakat seperti RT, RW, Kepala Desa atau Lurah.

"Perlu ada assessment lapangan yang berulang - ulang, kemudian mendata itu masuk ke rumah warga, bukan hanya datang ke perwakilan seperti lurah atau sebagainya sehingga bisa melihat klasifikasi lapangan sesuai dengan SOP," katanya.

Menurut Nova, akurasi data kemiskinan itu perlu memperhatikan berbagai variabel sebagaimana disampaikan oleh peneliti Adriana Conconi dan Ana Vaz di OPHI Oxford. Misalnya kerentanan, konflik, ancaman, infrastruktur, transportasi, budaya, kesehatan, pendidikan dan lain-lain.

Jadi, kata Nova, jika variable itu terlewatkan pada saat pengambilan dan analisis data, maka hasil pengukuran data itu besar kemungkinan menjadi bias.

Sebelumnya, Kepala Bagian Umum BPS DKI Jakarta Suryana menyampaikan bahwa kriteria kemiskinan ekstrem, salah satunya adalah pengeluaran kurang dari USD 1,9 atau sekitar Rp 11.633 per hari atau di bawah Rp 350 ribu per bulan.

Baca juga : Jokowi Ingatkan Kemiskinan Ekstrem Tantangan Berat di Tengah Pandemi

Selain itu, karakteristik penduduk yang tergolong kemiskinan ekstrem misalnya, tinggal di hunian tak layak dengan luas lahan per kapita di bawah delapan meter persegi.

Atas informasi yang disampaikan Suryana tersebut, Nova mengklaim bahwa berbagai program sosial yang disalurkan pemerintah seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Sehat (KJS), Program Keluarga Harapan (PKH) dan lain-lain harusnya bisa menjawab persoalan kemiskinan ekstrem sehingga angka perkapita tidak menyentuh dalam kategori miskin ekstrem.

"Apakah BPS itu ketika menentukan seseorang dalam kategori miskin ekstrem mengkajinya secara komprehensif. Karena jika mendengar apa yang disampaikan Pak Gubernur Heru Budi, ada sekitar 17 atau berbagai program sosial yang sudah di luncurkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," sebutnya.

"Seharusnya, dengan berbagai macam program pengentasan kemiskinan yang begitu banyak apalagi penekanan dengan istilah intervensi yang disampaikan Pak Gubernur itu, tidak ada lagi kemiskinan ekstrem di Jakarta. Kan pesannya bisa dibilang ini program sudah banyak, intervensi pemerintah juga sudah banyak, masa masih ada kategori miskin ekstrem," pungkasnya.
(bim)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1707 seconds (0.1#10.140)