Begini Penjelasan BMKG Soal Fenomena Hujan Es di Depok
Senin, 10 Oktober 2022 - 05:16 WIB
JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena hujan es yang terjadi di kawasan Sawangan dan Bojongsari pada Minggu, 9 Oktober 2022 kemarin.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, dalam istilah meteorologi, hujan es disebut juga dengan hail. Di mana hujan es tersebut terjadi dalam bentuk tidak beraturan.
Dia menjelaskan fenomena hujan es terjadi saat partikel es atau butir air hujan yang membeku, mengalami perkembangan dengan menyerap butir-butir awan yang teramat dingin.
"Butiran tersebut melewati ketinggian level beku dengan suhu di bawah 0 derajat Celcius atau di ketinggian sekira 16.000 kaki atau sekitar 5.000 mdpl," kata Dwikorita saat dihubungi MNC Portal (10/10/2023).
Hujan es tersebut terjadi akibat terbentuknya awan Cumulonimbus yang menjulang tinggi ke angkasa hingga ketinggian lebih dari 5.000 - 9.000 meter. Suhu di bagian puncak awan tersebut bisa mencapai -60 derajat celcius atau lebih dingin lagi, sehingga uap air akan membentuk kristal-kristal es.
"Hujan es ini hanya terjadi dalam waktu singkat, yaitu kurang dari 1 jam, di mana butiran ini sampai ke permukaan bumi masih menyisakan butiran es dengan diameter 5-50 mm," jelasnya.
Hujan es tersebut berpotensi membahayakan dan merusak jika terjadi dalam skala besar, contohnya menyebabkan kerusakan pada atap rumah.
"Berdasarkan analisis citra radar menggunakan produk CMAX (Coloumn Maximum) dan CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator) menunjukan pertumbuhan awan dengan nilai reflektivitas hingga >60 dBz, serta berdasarkan analisa satelit Himawari-8 menunjukan adanya awan dengan suhu puncak kurang dari -70 derajat celcius," pungkasnya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, dalam istilah meteorologi, hujan es disebut juga dengan hail. Di mana hujan es tersebut terjadi dalam bentuk tidak beraturan.
Dia menjelaskan fenomena hujan es terjadi saat partikel es atau butir air hujan yang membeku, mengalami perkembangan dengan menyerap butir-butir awan yang teramat dingin.
"Butiran tersebut melewati ketinggian level beku dengan suhu di bawah 0 derajat Celcius atau di ketinggian sekira 16.000 kaki atau sekitar 5.000 mdpl," kata Dwikorita saat dihubungi MNC Portal (10/10/2023).
Hujan es tersebut terjadi akibat terbentuknya awan Cumulonimbus yang menjulang tinggi ke angkasa hingga ketinggian lebih dari 5.000 - 9.000 meter. Suhu di bagian puncak awan tersebut bisa mencapai -60 derajat celcius atau lebih dingin lagi, sehingga uap air akan membentuk kristal-kristal es.
"Hujan es ini hanya terjadi dalam waktu singkat, yaitu kurang dari 1 jam, di mana butiran ini sampai ke permukaan bumi masih menyisakan butiran es dengan diameter 5-50 mm," jelasnya.
Hujan es tersebut berpotensi membahayakan dan merusak jika terjadi dalam skala besar, contohnya menyebabkan kerusakan pada atap rumah.
"Berdasarkan analisis citra radar menggunakan produk CMAX (Coloumn Maximum) dan CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator) menunjukan pertumbuhan awan dengan nilai reflektivitas hingga >60 dBz, serta berdasarkan analisa satelit Himawari-8 menunjukan adanya awan dengan suhu puncak kurang dari -70 derajat celcius," pungkasnya.
(cip)
tulis komentar anda