Ngeri! Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Kabupaten Bekasi Melonjak
Kamis, 28 Juli 2022 - 14:57 WIB
BEKASI - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi , mencatat angka kasus kekerasan anak dan perempuan tahun 2022 melonjak jika dibandingkan 2021. Hal itu disampaikan oleh Kepala DP3A Kabupaten Bekasi Ani Gustini.
"Tercatat ratusan kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak hingga pertengahan tahun ini," ujar Kepala DP3A Kabupaten Bekasi Ani Gustini ketika dikonfirmasi, Kamis (27/07/2022).
Dia merinci, periode Januari hingga Juni 2022 tercatat 114 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Padahal tahun lalu hanya 110kasus.
"Padahal sepanjang tahun 2021 jumlahnya hanya 110 kasus, ini baru semester pertama sudah melampaui angka tahun lalu," ucapnya.
Ani mengaku, permasalahan internal keluarga seperti faktor ekonomi masih mendominasi penyebab kekerasan tersebut. Bahkan,kasus ini kerap dilakukan kepala rumah tangga.
"Faktornya masalah keluarga. Karena kemarin pandemi juga, mungkin sekarang masih sulit mencari pekerjaan setelah terkena pemutusan hubungan kerja, sehingga tingkat stres terakumulasi dan terjadilah kekerasan," katanya.
Ia mengatakan, angka faktual kasus kekerasan perempuan dan anak diprediksi lebih banyak. Hal itu dipicu oleh banyak korban yang tidak memiliki keberanian untuk melapor.
"Cukup banyak kasus kekerasan perempuan dan anak yang tidak terdeteksi karena korban tidak berani lapor," kata Ani.
Dia memastikan, akan memberikan perlindungan kepada korban kekerasan yang berani melaporkan tindak kekerasan. Bahkan, pihaknya juga telah menyediakan rumah singgah bagi korban.
"Tercatat ratusan kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak hingga pertengahan tahun ini," ujar Kepala DP3A Kabupaten Bekasi Ani Gustini ketika dikonfirmasi, Kamis (27/07/2022).
Dia merinci, periode Januari hingga Juni 2022 tercatat 114 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Padahal tahun lalu hanya 110kasus.
"Padahal sepanjang tahun 2021 jumlahnya hanya 110 kasus, ini baru semester pertama sudah melampaui angka tahun lalu," ucapnya.
Ani mengaku, permasalahan internal keluarga seperti faktor ekonomi masih mendominasi penyebab kekerasan tersebut. Bahkan,kasus ini kerap dilakukan kepala rumah tangga.
"Faktornya masalah keluarga. Karena kemarin pandemi juga, mungkin sekarang masih sulit mencari pekerjaan setelah terkena pemutusan hubungan kerja, sehingga tingkat stres terakumulasi dan terjadilah kekerasan," katanya.
Ia mengatakan, angka faktual kasus kekerasan perempuan dan anak diprediksi lebih banyak. Hal itu dipicu oleh banyak korban yang tidak memiliki keberanian untuk melapor.
"Cukup banyak kasus kekerasan perempuan dan anak yang tidak terdeteksi karena korban tidak berani lapor," kata Ani.
Dia memastikan, akan memberikan perlindungan kepada korban kekerasan yang berani melaporkan tindak kekerasan. Bahkan, pihaknya juga telah menyediakan rumah singgah bagi korban.
tulis komentar anda