Asal Usul Nama Citayam, Wilayah di Pinggiran Jakarta yang Kini Jadi Buah Bibir
Sabtu, 23 Juli 2022 - 14:25 WIB
Stasiun utama berada di Batavia lama (Stadhuis/NIS) dan Buitenzorg. Untuk halte dan overweg terdapat di Cileboet, Bodjong Gede, Tjitajam, Depok, Pondok Tjina, Lenteng Agoeng, Pasar Minggoe. Pada hari pertama operasi keret api Batavia-Buitenzorg sudah diterapkan langsung penjadwalan tetap (Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873). Hanya ada dua jadwal keberangkatan dari Buitenzorg ke Batavia (Trein VII pukul 07.01 dan Trein XVII pukul 14.28).
Sebaliknya hanya ada dua jadwal keberangkatan dari Batavia ke Buitenzorg (Trein II pukul 07,12 dari Kleine Boom dan Tein XIV pukul 15.09 dari Batavia ). Nama Citayam pun pernah ditulis dalam sejarah perjuangan berdirinya negara Indonesia.
Ketika itu pada 16 Juni 1946, Depok mendapat invasi besar-besaran dari Belanda dibantu Inggris dan sekutunya. Di Citayam, Tole Iskandar, salah satu pahlawan kemerdekaan yang namanya diabadikan pada salah satu jalan di Kota Depok, pernah terlibat pertempuran dengan pasukan Gurkha. Tole Iskandar dengan rekan-rekannya yang tergabung dalam Laskar Rakjat Depok (kelompok 21) kemudian melebur ke dalam Batalion I Depok.
Tole Iskandar dan pasukannya juga terlibat pertempuran dengan pasukan Gurkha di Pabuaran dan Bojonggede. Tole Iskandar yang lahir di Gang Kembang, Ratu Jaya, Depok, pertama kali membentuk kelompok 21 pada September 1945 di sebuah rumah di Jalan Citayam (sekarang: Jalan Kartini). Mereka hanya memiliki empat pucuk senjata peninggalan tentara Jepang untuk melawan Belanda.
Tole Iskandar yang saat itu masih berusia 25 tahun dengan pangkat Letnan Dua akhirnya gugur di daerah perkebunan (Onderneming) Cikasintu, Sukabumi. Citayam juga menyimpan legenda kepahlawanan Raden Sungging. Dia merupakan tokoh kharismatik masyarakat di sekitar Citayam dan Depok yang melawan kolonial Belanda.
Dia digambarkan sebagai sosok ulama berperawakan kecil, janggut panjang, dengan sorban hijau yang selalu tampil membakar semangat rakyat untuk melakukan perlawanan. Berdasarkan cerita turun-temurun, Raden Sungging yang berasal dari Mataram (ada yang menyebut dari Demak) memiliki karomah dan ilmu kedigjayaan tinggi.
Bersenjatakan sebilah keris dia memimpin rakyat melawan penjajah sampai ke Jatinegara dan Bekasi. Namun, Raden Sungging tertangkap dan dijatuhi hukuman mati sehingga pasukannya kembali ke Citayam dan Depok. Sebelum dieksekusi, Raden Sungging mengajukan permintaan terakhir untuk disediakan makanan, minuman, dan rokok kesukaannya.
Ketika selesai menyantap semua hidangan, sebelum dieksekusi, mendadak Raden Sungging meninggal hingga semua pejabat Belanda kaget. Pasukan Belanda menguburkan dan menjaga makam Raden Sungging selama satu pekan. Setelah sepekan, para prajurit Belanda meninggalkan makam tersebut dan timbul keanehan.
Konon menurut cerita yang percaya warga sekitar secara turun-temurun, Raden Sungging bangkit dari kuburnya dan berjalan menuju Citayam. Dia kembali memimpin rakyat dan memperingatkan penjajah Belanda tidak berbuat semena-mena terhadap rakyat.
Dan menurut cerita, ancamannya kali ini ternyata membuat takut Belanda. Kejadian ini membuat gembira rakyat dan menyerukan kata-kata “Ratu Jaya..Ratu Jaya..” Sampai akhirnya Raden Sungging wafat dan dimakamkan di daerah Pondok Terong, Pancoran Mas, Depok.
Sebaliknya hanya ada dua jadwal keberangkatan dari Batavia ke Buitenzorg (Trein II pukul 07,12 dari Kleine Boom dan Tein XIV pukul 15.09 dari Batavia ). Nama Citayam pun pernah ditulis dalam sejarah perjuangan berdirinya negara Indonesia.
Ketika itu pada 16 Juni 1946, Depok mendapat invasi besar-besaran dari Belanda dibantu Inggris dan sekutunya. Di Citayam, Tole Iskandar, salah satu pahlawan kemerdekaan yang namanya diabadikan pada salah satu jalan di Kota Depok, pernah terlibat pertempuran dengan pasukan Gurkha. Tole Iskandar dengan rekan-rekannya yang tergabung dalam Laskar Rakjat Depok (kelompok 21) kemudian melebur ke dalam Batalion I Depok.
Tole Iskandar dan pasukannya juga terlibat pertempuran dengan pasukan Gurkha di Pabuaran dan Bojonggede. Tole Iskandar yang lahir di Gang Kembang, Ratu Jaya, Depok, pertama kali membentuk kelompok 21 pada September 1945 di sebuah rumah di Jalan Citayam (sekarang: Jalan Kartini). Mereka hanya memiliki empat pucuk senjata peninggalan tentara Jepang untuk melawan Belanda.
Tole Iskandar yang saat itu masih berusia 25 tahun dengan pangkat Letnan Dua akhirnya gugur di daerah perkebunan (Onderneming) Cikasintu, Sukabumi. Citayam juga menyimpan legenda kepahlawanan Raden Sungging. Dia merupakan tokoh kharismatik masyarakat di sekitar Citayam dan Depok yang melawan kolonial Belanda.
Dia digambarkan sebagai sosok ulama berperawakan kecil, janggut panjang, dengan sorban hijau yang selalu tampil membakar semangat rakyat untuk melakukan perlawanan. Berdasarkan cerita turun-temurun, Raden Sungging yang berasal dari Mataram (ada yang menyebut dari Demak) memiliki karomah dan ilmu kedigjayaan tinggi.
Bersenjatakan sebilah keris dia memimpin rakyat melawan penjajah sampai ke Jatinegara dan Bekasi. Namun, Raden Sungging tertangkap dan dijatuhi hukuman mati sehingga pasukannya kembali ke Citayam dan Depok. Sebelum dieksekusi, Raden Sungging mengajukan permintaan terakhir untuk disediakan makanan, minuman, dan rokok kesukaannya.
Ketika selesai menyantap semua hidangan, sebelum dieksekusi, mendadak Raden Sungging meninggal hingga semua pejabat Belanda kaget. Pasukan Belanda menguburkan dan menjaga makam Raden Sungging selama satu pekan. Setelah sepekan, para prajurit Belanda meninggalkan makam tersebut dan timbul keanehan.
Konon menurut cerita yang percaya warga sekitar secara turun-temurun, Raden Sungging bangkit dari kuburnya dan berjalan menuju Citayam. Dia kembali memimpin rakyat dan memperingatkan penjajah Belanda tidak berbuat semena-mena terhadap rakyat.
Dan menurut cerita, ancamannya kali ini ternyata membuat takut Belanda. Kejadian ini membuat gembira rakyat dan menyerukan kata-kata “Ratu Jaya..Ratu Jaya..” Sampai akhirnya Raden Sungging wafat dan dimakamkan di daerah Pondok Terong, Pancoran Mas, Depok.
tulis komentar anda