Kasus Perundungan Siswa Berkebutuhan Khusus, Begini Penjelasan Kepala Sekolah
Sabtu, 23 April 2022 - 13:37 WIB
DEPOK - Video perundungan anak berkebutuhan khusus ( ABK ) terjadi di SDN Depok Baru 8 pada Kamis 21 April 2022 tersebar luas. Kepala korban diduduki oleh pelaku yang sama-sama ABK.
“Kejadian itu kemarin (Kamis), sangat cepat karena itu ABK semua. Ada empat orang, yang ada di video tiga anak ABK juga, yang menyiarkan dan memvideokan ABK,” kata Plt Kepala SDN Depok Baru 8 Kusrini Maryati, Jumat 22 April 2022.
Korban berinisial G dan Pelaku J, tidak pernah berbuat demikian sebelumnya. Itu adalah kejadian pertama. “Biasanya dia malah melapor kalau ada teman-temannya yang berantem setahu saya,” ujarnya.
Terungkapnya video ini ketika para ABK itu mengirimkan ke grup WhatsApp. Grup tersebut tidak diketahui oleh orang tua maunpun guru. “Jadi tanpa sepengetahuan kami, ABK punya grup sendiri. Jadi inilah dari hp ini, orang tua nggak tau, guru nggak tahu. Ketahuannya dia share ke grup, lalu dari grupnya itu ada kakaknya. Dishare kemarin,” ceritanya.
Dikatakan, saat kejadian itu ada guru yang mondar-mandir sebentar. Anak-anak lainnya sedang menggambar. Kemudian terjadilah peristiwa tersebut. Pengakuan pelaku, hal itu dilakukan hanya bercanda.
“Dia bilangnya bercanda, 'Ibu aku hanya bercanda' pokoknya dia bilang hanya bercanda. Hanya itu saja si J itu, sebenarnya dia anak yang baik, tidak pernah seperti itu,” ungkapnya.
Ditegaskan, anak-anak tidak pernah membawa handphone sebelumnya. Dia pun mengaku heran mengapa ada anak yang membawa handphone. Saat itu anak-anak sedang menggambar dan mewarnai.
“Karena yang ABK ini sudah selesai kata gurunya masuklah ke kelas. Baru gurunya, ngak tahu berapa menit, sudah baku hantam. Menurut cerita dari gurunya, ketika balik anak ada yang memberitahu kalau korban menangis dan berantem dengan J,” katanya.
Ketika guru datang, G dan J sudah keluar kelas dan G sedang menangis.
Di sekolah tersebut ada 58 ABK karena sekolah tersebut adalah hasil penggabungan. Menurutnya peristiwa tersebut menjadi pelajaran. G dan J adalah siswa kelas VI. Di kelas VI terdapat 10 ABK dan hanya ada dua orang guru.
“Kita kan harusnya nerima anak yang autis saja. Jadi bisa dibayangkan, itu yang 10 ABK, lima di antaranya autisnya tinggi, main tonjok, main tendang, gurunya dijenggut. Nah ada juga yang lemah sekali, nulis aja enggak bisa,” pungkasnya.
R Ratna Purnama
“Kejadian itu kemarin (Kamis), sangat cepat karena itu ABK semua. Ada empat orang, yang ada di video tiga anak ABK juga, yang menyiarkan dan memvideokan ABK,” kata Plt Kepala SDN Depok Baru 8 Kusrini Maryati, Jumat 22 April 2022.
Korban berinisial G dan Pelaku J, tidak pernah berbuat demikian sebelumnya. Itu adalah kejadian pertama. “Biasanya dia malah melapor kalau ada teman-temannya yang berantem setahu saya,” ujarnya.
Terungkapnya video ini ketika para ABK itu mengirimkan ke grup WhatsApp. Grup tersebut tidak diketahui oleh orang tua maunpun guru. “Jadi tanpa sepengetahuan kami, ABK punya grup sendiri. Jadi inilah dari hp ini, orang tua nggak tau, guru nggak tahu. Ketahuannya dia share ke grup, lalu dari grupnya itu ada kakaknya. Dishare kemarin,” ceritanya.
Dikatakan, saat kejadian itu ada guru yang mondar-mandir sebentar. Anak-anak lainnya sedang menggambar. Kemudian terjadilah peristiwa tersebut. Pengakuan pelaku, hal itu dilakukan hanya bercanda.
“Dia bilangnya bercanda, 'Ibu aku hanya bercanda' pokoknya dia bilang hanya bercanda. Hanya itu saja si J itu, sebenarnya dia anak yang baik, tidak pernah seperti itu,” ungkapnya.
Ditegaskan, anak-anak tidak pernah membawa handphone sebelumnya. Dia pun mengaku heran mengapa ada anak yang membawa handphone. Saat itu anak-anak sedang menggambar dan mewarnai.
“Karena yang ABK ini sudah selesai kata gurunya masuklah ke kelas. Baru gurunya, ngak tahu berapa menit, sudah baku hantam. Menurut cerita dari gurunya, ketika balik anak ada yang memberitahu kalau korban menangis dan berantem dengan J,” katanya.
Ketika guru datang, G dan J sudah keluar kelas dan G sedang menangis.
Di sekolah tersebut ada 58 ABK karena sekolah tersebut adalah hasil penggabungan. Menurutnya peristiwa tersebut menjadi pelajaran. G dan J adalah siswa kelas VI. Di kelas VI terdapat 10 ABK dan hanya ada dua orang guru.
“Kita kan harusnya nerima anak yang autis saja. Jadi bisa dibayangkan, itu yang 10 ABK, lima di antaranya autisnya tinggi, main tonjok, main tendang, gurunya dijenggut. Nah ada juga yang lemah sekali, nulis aja enggak bisa,” pungkasnya.
R Ratna Purnama
(mhd)
tulis komentar anda