Si Gantang dan Entong Tolo, Dua Bandit Pondok Gede Bikin Pusing Polisi Batavia dan Tuan Tanah
Minggu, 19 September 2021 - 05:00 WIB
JAKARTA - Di awal abad XX pada waktu hampir bersamaan muncul dua tokoh berandal ternama yang dianggap bandit membuat pusing polisi Batavia dan tuan tanah perkebunan di daerah Ommelanden yaitu Si Gantang dan Entong Tolo. Keduanya sama-sama menjadikan Pondok Gede sebagai “Koplakan” atau markas yang jaraknya sekitar 15 km dari Meester Cornelis.
Dikutip dari Facebook Betawi Antar Generasi, Minggu (19/9/2021), selama abad XIX hingga awal abad XX menurut penuturan Multatuli dalam buku Max Havelaar, di Banten dan seputar Batavia (Ommelanden) telah muncul perbanditan terorganisasi yang daerah operasinya meliputi Banten, Tangerang, Jatinegara, Bekasi, Karawang, dan Bogor. Istilah perbanditan memiliki pandangan subjektivitas dari dua kutub yang berbeda. Satu sisi dari pandangan pihak pemerintah kolonial dan pengelola perkebunan dan satu sisi dari kalangan penduduk, petani atau rakyat kecil.
Baca juga: Di Masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Ini Banyak Prestasi juga Marak Korupsi
Sejak dibukanya area perkebunan oleh pemerintah kolonial Belanda di daerah pedesaan di seputar Batavia banyak menimbulkan resistensi dari kaum tani yang merasa tertindas dan dirugikan, terlebih ketika pengelolaannya diserahkan kepada swasta tuan-tuan tanah perkebunan (particuliere landerijen).
Pemerintah kolonial dan pengelola perkebunan menganggap mereka yang mengganggu stabilitas jalannya pemerintahan, keamanan dan ketertiban di daerah perkebunan (rust en orde) baik itu sendiri maupun kelompok dengan cara merampok, mencuri, bahkan membunuh disebut Bandiet, Bendewezen, Rooftpartij, Roverbende, dan Roverij.
Sementara, masyarakat menganggap resistensi mereka merupakan manifestasi protes sosial terhadap tindakan pemerintah dan tuan tanah pengelola perkebunan yang dianggap merugikan petani sebagai pahlawan atau jago, meskipun cara-cara yang dilakukan dengan merampok tuan-tuan tanah yang dalam istilah tradisional disebut sebagai Berandal (dalam Serat Babad banyak dilukiskan kegiatan Bandit Tradisional yang disebut sebagai Brandhal).
Jagoan unjuk gigi adu belati. Foto: Ilustrasi/sejarahjakarta.com
Sejarawan sosial Inggris EJ Hosbawn mendefinisikan istilah bandit sebagai seseorang atau kelompok yang merampok dengan kekerasan. Namun demikian, bandit ini dibedakan menjadi Bandit Biasa (Ordinary Bandit) dan Bandit Sosial (Social Bandit). Bandit Biasa melakukan kejahatan dengan cara merampok tanpa latar belakang apapun. Sedangkan, Bandit Sosial adalah perbuatan seseorang atau sekelompok untuk merampok yang dilatarbelakangi kepentingan sosial-politik.
Dikutip dari Facebook Betawi Antar Generasi, Minggu (19/9/2021), selama abad XIX hingga awal abad XX menurut penuturan Multatuli dalam buku Max Havelaar, di Banten dan seputar Batavia (Ommelanden) telah muncul perbanditan terorganisasi yang daerah operasinya meliputi Banten, Tangerang, Jatinegara, Bekasi, Karawang, dan Bogor. Istilah perbanditan memiliki pandangan subjektivitas dari dua kutub yang berbeda. Satu sisi dari pandangan pihak pemerintah kolonial dan pengelola perkebunan dan satu sisi dari kalangan penduduk, petani atau rakyat kecil.
Baca juga: Di Masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Ini Banyak Prestasi juga Marak Korupsi
Sejak dibukanya area perkebunan oleh pemerintah kolonial Belanda di daerah pedesaan di seputar Batavia banyak menimbulkan resistensi dari kaum tani yang merasa tertindas dan dirugikan, terlebih ketika pengelolaannya diserahkan kepada swasta tuan-tuan tanah perkebunan (particuliere landerijen).
Pemerintah kolonial dan pengelola perkebunan menganggap mereka yang mengganggu stabilitas jalannya pemerintahan, keamanan dan ketertiban di daerah perkebunan (rust en orde) baik itu sendiri maupun kelompok dengan cara merampok, mencuri, bahkan membunuh disebut Bandiet, Bendewezen, Rooftpartij, Roverbende, dan Roverij.
Sementara, masyarakat menganggap resistensi mereka merupakan manifestasi protes sosial terhadap tindakan pemerintah dan tuan tanah pengelola perkebunan yang dianggap merugikan petani sebagai pahlawan atau jago, meskipun cara-cara yang dilakukan dengan merampok tuan-tuan tanah yang dalam istilah tradisional disebut sebagai Berandal (dalam Serat Babad banyak dilukiskan kegiatan Bandit Tradisional yang disebut sebagai Brandhal).
Jagoan unjuk gigi adu belati. Foto: Ilustrasi/sejarahjakarta.com
Sejarawan sosial Inggris EJ Hosbawn mendefinisikan istilah bandit sebagai seseorang atau kelompok yang merampok dengan kekerasan. Namun demikian, bandit ini dibedakan menjadi Bandit Biasa (Ordinary Bandit) dan Bandit Sosial (Social Bandit). Bandit Biasa melakukan kejahatan dengan cara merampok tanpa latar belakang apapun. Sedangkan, Bandit Sosial adalah perbuatan seseorang atau sekelompok untuk merampok yang dilatarbelakangi kepentingan sosial-politik.
tulis komentar anda