Pandemi Covid-19, Kasus Perceraian di Jakarta Selatan Menurun
Senin, 16 Agustus 2021 - 11:33 WIB
JAKARTA - Kasus perceraian di Jakarta Selatan pada masa pandemi Covid-19 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 meski tak signifikan. Ada sejumlah alasan kasus perceraian turun.
"Alasannya bisa jadi orang disuruh di rumah dengan adanya orang itu di rumah berarti dia koreksi diri komunikasi berjalan dengan baik," ujar Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan Taslimah kepada wartawan, Senin (16/8/2021).
Menurutnya, adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini mengakibatkan angka kasus perceraian mengalami penurunan. Alasannya, kata dia, pasangan suami istri tersebut lebih banyak bertemu dan saat ada persoalan rumah tangga lebih bisa menyelesaiakannya.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, kata dia, tingkat perceraian masih banyak terjadi. Salah satu faktor perceraian itu adalah ekonomi. "Kalau dari sebelum pandemi kasus perceraian pun banyak, selain perekonomian dan berbagai macam hal," tuturnya.
Berdasarkan data dari Januari hingga Juli Pengadilan Agama Jakarta Selatan menerima pengajuan kasus gugatan perceraian sebanyak 2.618 kasus. Rinciannya, sambungnya, pihak perempuan yang mendominasi paling banyak mengajukan yakni sebanyak 1.873, sedangkan untuk laki-laki 745.
"Ini per bulan ya, untuk kasus perceraian Januari 2021 diajukan pihak laki-laki cerai atau talak yang masuk diterima 264. Untuk yang diajukan pihak perempuan 367 perkara," jelasnya.
Dia menerangkan, dari bulan Februari hingga Juni 2021 masih sama pihak perempuan yang mendominasi untuk mengajukan perceraian. Februari 102 diajukan pihak laki-laki, 261 pihak perempuan. Maret 123 perkara sedangkan cerai gugat 357. April 73 (laki-laki) perempuan (243) kasus cerai gugat. Mei 55 kasus (laki-laki), 202 (cerai gugat. Juni 96 (cerai talak), 337 (cerai gugat).
Hingga memasuki bulan Juli diketahui mulai diberlakukannya PPKM, tanbahnya, untuk angka perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan menurun. Meski begitu,kata dia, tetap didominasi oleh pihak perempuan yang mengajukan gugatan perceraian.
"Bulan juli 32, karena PPKM. Itu laki laki. Kalau cerai gugat 106," katanya.
"Alasannya bisa jadi orang disuruh di rumah dengan adanya orang itu di rumah berarti dia koreksi diri komunikasi berjalan dengan baik," ujar Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan Taslimah kepada wartawan, Senin (16/8/2021).
Menurutnya, adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini mengakibatkan angka kasus perceraian mengalami penurunan. Alasannya, kata dia, pasangan suami istri tersebut lebih banyak bertemu dan saat ada persoalan rumah tangga lebih bisa menyelesaiakannya.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, kata dia, tingkat perceraian masih banyak terjadi. Salah satu faktor perceraian itu adalah ekonomi. "Kalau dari sebelum pandemi kasus perceraian pun banyak, selain perekonomian dan berbagai macam hal," tuturnya.
Berdasarkan data dari Januari hingga Juli Pengadilan Agama Jakarta Selatan menerima pengajuan kasus gugatan perceraian sebanyak 2.618 kasus. Rinciannya, sambungnya, pihak perempuan yang mendominasi paling banyak mengajukan yakni sebanyak 1.873, sedangkan untuk laki-laki 745.
"Ini per bulan ya, untuk kasus perceraian Januari 2021 diajukan pihak laki-laki cerai atau talak yang masuk diterima 264. Untuk yang diajukan pihak perempuan 367 perkara," jelasnya.
Dia menerangkan, dari bulan Februari hingga Juni 2021 masih sama pihak perempuan yang mendominasi untuk mengajukan perceraian. Februari 102 diajukan pihak laki-laki, 261 pihak perempuan. Maret 123 perkara sedangkan cerai gugat 357. April 73 (laki-laki) perempuan (243) kasus cerai gugat. Mei 55 kasus (laki-laki), 202 (cerai gugat. Juni 96 (cerai talak), 337 (cerai gugat).
Hingga memasuki bulan Juli diketahui mulai diberlakukannya PPKM, tanbahnya, untuk angka perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan menurun. Meski begitu,kata dia, tetap didominasi oleh pihak perempuan yang mengajukan gugatan perceraian.
"Bulan juli 32, karena PPKM. Itu laki laki. Kalau cerai gugat 106," katanya.
(mhd)
tulis komentar anda