Jual Obat Melebihi Harga Eceran, Pelaku Dibekuk Polisi

Jum'at, 09 Juli 2021 - 14:50 WIB
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Kabid Humas Polda Metro Jaya , Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, polisi menciduk dua pelaku penjualan obat-obatan yang harganya dipatok melebihi harga eceran tertinggi (HET) sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah. Kini, polisi tengah menelusuri lebih jauh tentang kasus tersebut.

"Ditreskrimum baru saja menangkap dua pelaku yang menjual obat keras tanpa izin dan dengan harga melebihi HET, yakni MPP dan M," ujarnya kepada wartawan, Jumat (9/7/2021).

Menurutnya, MPP merupakan orang yang menjual obat-obatan dengan harga melebihi HET, sedangkan M merupakan orang yang memasarkan obat-obatan tersebut melalui media sosial. Padahal, obat-obatan tersebut seharusnya dijual oleh pihak yang memiliki izin khusus, seperti apoteker dan harus disertai pula dengan resep dokter.



"Jadi, dia ini menjual obat Oseltamivir 75 gram, seharusnya HET sesuai Kemenkes obat itu di jual 1 kotak isi 10 seharga Rp260 ribu atau 10 kotak Rp2,6 juta. Nah ini sampai di masyarakat Rp8,5 juta (10 kotak). Sama seperti Ivermectin yang kami ungkap sebelumnya harganya 4 kali lipat," tuturnya.

Keduanya, kata dia, menjual dengan harga di atas HET lantaran tahu ada 11 jenis obat yang tergolong langka dan banyak dicari masyarakat, seperti Oseltamivir dan Ivermectin sehingga keduanya pun mencari keuntungan tersebut. Kedua pelaku yang telah menari-nari di atas penderitaan orang lain itu kini dijerat UU RI nomor 7 tahun 2014 pasal 107 juncto pasal 29 dan UU RI nomor 8 tentang perlindungan konsumen serta UU RI nomor 19 perubahan dari UU RI nomor 11 tentang ITE dengan ancama hukuman maksimal 10 tahun penjara.

"Kami masih selidiki lebih lanjut untuk mencari sampai ke atas, termasuk mencari ada tidaknya distributor nakal yang coba bermain," jelasnya.

Sementara itu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat menambahkan, sejatinya penjualan obat itu harus disertai resep dokter agar tak terjadi hal tak diinginkan lantaran obat tersebut masuk dalam kategori obat keras. Apalagi, obat tersebut juga dijual oleh orang yang tak punya keahlin dibidang obat-obatan dan tak memiliki izin khusus.

"Bayangkan kalau orang beli lewat online yang menjual orang yang tidak punya keahlian, lalu bagaimana cara mengatur dosisnya, lalu bagaimana obat itu bisa efektif buat pasiennya?," katanya.
(mhd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More