Ajukan Fee Rp80 Miliar, Pengurus PKPU GRP Dinilai Tidak Fair

Sabtu, 06 Maret 2021 - 04:02 WIB
Foto: Ilustrasi/SINDOnews/Dok
JAKARTA - Persoalan jumlah imbalan jasa pengurus dalam kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Gunung Raja Paksi (GRP) masih belum mencapai kesepakatan. Hal ini disebabkan jumlah fee pengurus yang diajukan dinilai tidak sesuai dengan tingkat kerumitan kasus, yakni sebesar Rp80 miliar.

Kuasa hukum GRP Rizky Hariyo Wibowo meminta agar kasus ini tidak dimanfaatkan tim pengurus untuk meminta imbalan tinggi. Ia juga berharap Hakim Pemutus dapat menilai berdasarkan skala kerumitan dan kinerja pengurus dalam menangani kasus.

“Apakah layak kasus yang tingkat pengurusan dan penanganannya tergolong tidak rumit ditagih sekian mahalnya? Meski di permenkumham diatur mengenai nilai persentase namun parameternya juga harus jelas dalam mencharge nilai fee, standartnya paling tidak dinilai berdasarkan tingkat kerumitan. Kalau mau fair tim pengurus harus jelaskan dasar menagih sekian mahalnya itu apa? apakah ini bagi pengurus dianggap sangat rumit? Kami tidak minta restrukturisasi, semua sesuai kesepakatan awal dengan para kreditor, hitungan penyelesaiannya pun tergolong cepat, jadi yang membuat terkesan sangat rumit itu dimana” tegas Rizkymelalui sambungan telepon.

Angka tersebut merupakan hasil perhitungan total utang yang sudah jatuh tempo dan belum jatuh tempo milik GRP, kemudian dikalikan 4 persen. Padahal, pada sidang 1 Maret 2021, Hakim Pengawas dan mayoritas Kreditur telah menyepakati pembayaran hanya dilakukan untuk utang-utang yang telah jatuh tempo saja.

Kuasa hukum GGRP yang lain, yakni Harmaein Lubis menegaskan bahwa jumlah fee pengurus seharusnya ditentukan berdasarkan jumlah jam kerja dan biaya operasional yang dikeluarkan pihak pengurus, bukan berdasarkan persentase.



“Kasus ini spesial, dimana kita menggunakan Pasal 259 untuk Pencabutan PKPU yang terdapat kekosongan terkait fee Pengurus. Kami menyimpulkan perhitungannya berdasarkan hourly atau jam kerja berdasarkan Permenkumham Tahun 2017,” ujar Harmaein Lubis

Dalam Permenkumham Nomor 2 Tahun 2017, imbalan jasa bagi Kurator dan Pengurus untuk PKPU yang berakhir dengan perdamaian diatur dengan ketentuan paling banyak 5,5% dari nilai utang yang harus dibayarkan. Namun, tambah Harmaein,hal ini tidak berlaku karena landasan yang digunakan ialah Pencabutan PKPU Pasal 259, bukan landasan homologasi atau perdamaian.

“Kita bisa melihatnya dari tingkat kerumitan dan jam kerja Pengurus juga. Tidak tepat kalau menggunakan aturan persentase” jelasnya.

Di tempat terpisah, Presiden Direktur GRP, Abednedju Giovano Warani Sangkaeng menilai fee pengurus yang yang diminta tidak mencerminkan nilai keadilan. Ia mengungkapkan bahwa nilai utang pemohon atau PT Naga Bestindo Utama (NBU) hanya sebesar Rp 1,9 miliar, sangat jauh di bawah nilai fee pengurus yang diminta.

"Nilai utang Pemohon kan tidak sampai Rp2 miliar, apakah wajar untuk pihak pengurus meminta imbalan yang sangat besar? Menurut saya tidak fair," ujar Sangkaeng dalam keterangannya kepada media.

Selain jumlah imbalan yang dinilai terlalu tinggi, Sangkaeng menerangkan ketidaksepakatan ini turut menghambat proses Permohonan Pencabutan PKPU secara efektif. Apalagi Hakim Pengawas meminta nominal fee pengurus disepakati terlebih dahulu sebelum mengajukan permohonan pencabutan PKPU secara formal.

“Tentu saja menghambat. Tapi kuasa hukum nanti akan mengajukan surat keberatan terkait fee untuk direkomendasikan ke Hakim Pemutus. Kami yakin Hakim dapat menilainya secara bijak,” tutup Sangkaeng.
(thm)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More