Melihat Potret Kemesraan Anies dengan Ulama Kharismatik
Jum'at, 19 Februari 2021 - 07:10 WIB
“Ngobrol dengan Gus Miftah itu selalu menarik. Ada hikmah dan ilmu yang mengalir sepanjang percakapan.
Pekan lalu, saat ngobrol dengan Gus Miftah di Balaikota terungkap bahwa ternyata ia adalah keturunan ke-9 dari Kyai Hasan Besari. Kita sama-sama terkejut karena ada ketersambungan historis, yaitu joglo peninggalan Kyai Hasan Besari itu kini jadi rumah tinggal kami.
Lalu kita janjian, Gus Miftah akan ke rumah untuk melihat joglo warisan dari kakek buyutnya itu. Sabtu pagi, beliau datang dari Yogya, dalam perjalanan menuju HongKong, transit di Jakarta.
Kita berempat ngobrol di areal Joglo dan Gus Miftah memperkaya cerita di balik sosok Kyai Hasan Besari yang legendaris itu.
Kyai Hasan Besari adalah ulama tersohor di pertengahan abad 18. Ia pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Tegalsari di Ponorogo. Pondok ini adalah salah satu pondok tertua di pulau Jawa. Beberapa santri dari Pesantren Tegalsari yang kemudian terkenal diantaranya Ronggawarsito, Cokroaminoto. Bahkan Gus Miftah menjelaskan bahwa Pangeran Diponegoro pada masa mudanya pernah nyantri di Tegalsari juga.
Joglo yang dibangun sekitar 1740an ini adalah hadiah pernikahan dari Sunan Pakubuwono II saat Kyai Hasan Besari dinikahkan dengan putrinya. Karena itulah, jenis joglo ini berbeda dengan joglo yang ada di daerah Ponorogo. Jenis joglo ini adalah Satrio Pinayungan Lambang Gantung yang biasa ditemukan di dalam kompleks Kraton. Keunikannya karena ada “blandar gantung”, yaitu balok kayu yg menggantung tanpa disangga dengan tiang. Kami bersyukur, bahwa joglo bersejarah ini masih tegak berdiri walau kayunya sudah keriput melewati ratusan tahun usianya.
Kita ngobrol panjang. Gus Miftah cerita tentang silsilah, sejarah keluarganya yang turun temurun menjadi Kyai, ulama di lintas jaman dan juga tentang kekayaan, keunikan pengalaman berdakwahnya.
Sebuah pagi penuh hikmah, dalam suasana silaturahmi dan persaudaraan yang hangat. Sebuah hikmah bahwa kelak, kita semua dan jejak kita hari ini akan dibaca, dibahas dan semoga didoakan oleh anak cucu kita.”
Anies dan Gus Miftah. Foto: @aniesbaswedan
Pekan lalu, saat ngobrol dengan Gus Miftah di Balaikota terungkap bahwa ternyata ia adalah keturunan ke-9 dari Kyai Hasan Besari. Kita sama-sama terkejut karena ada ketersambungan historis, yaitu joglo peninggalan Kyai Hasan Besari itu kini jadi rumah tinggal kami.
Lalu kita janjian, Gus Miftah akan ke rumah untuk melihat joglo warisan dari kakek buyutnya itu. Sabtu pagi, beliau datang dari Yogya, dalam perjalanan menuju HongKong, transit di Jakarta.
Kita berempat ngobrol di areal Joglo dan Gus Miftah memperkaya cerita di balik sosok Kyai Hasan Besari yang legendaris itu.
Kyai Hasan Besari adalah ulama tersohor di pertengahan abad 18. Ia pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Tegalsari di Ponorogo. Pondok ini adalah salah satu pondok tertua di pulau Jawa. Beberapa santri dari Pesantren Tegalsari yang kemudian terkenal diantaranya Ronggawarsito, Cokroaminoto. Bahkan Gus Miftah menjelaskan bahwa Pangeran Diponegoro pada masa mudanya pernah nyantri di Tegalsari juga.
Joglo yang dibangun sekitar 1740an ini adalah hadiah pernikahan dari Sunan Pakubuwono II saat Kyai Hasan Besari dinikahkan dengan putrinya. Karena itulah, jenis joglo ini berbeda dengan joglo yang ada di daerah Ponorogo. Jenis joglo ini adalah Satrio Pinayungan Lambang Gantung yang biasa ditemukan di dalam kompleks Kraton. Keunikannya karena ada “blandar gantung”, yaitu balok kayu yg menggantung tanpa disangga dengan tiang. Kami bersyukur, bahwa joglo bersejarah ini masih tegak berdiri walau kayunya sudah keriput melewati ratusan tahun usianya.
Kita ngobrol panjang. Gus Miftah cerita tentang silsilah, sejarah keluarganya yang turun temurun menjadi Kyai, ulama di lintas jaman dan juga tentang kekayaan, keunikan pengalaman berdakwahnya.
Sebuah pagi penuh hikmah, dalam suasana silaturahmi dan persaudaraan yang hangat. Sebuah hikmah bahwa kelak, kita semua dan jejak kita hari ini akan dibaca, dibahas dan semoga didoakan oleh anak cucu kita.”
Anies dan Gus Miftah. Foto: @aniesbaswedan
tulis komentar anda