Kenaikan Gaji DPRD DKI Dinilai Bebani Rakyat
Senin, 30 November 2020 - 12:34 WIB
JAKARTA - Kenaikan anggaran Rancangan Kerja Tahunan (RKT) DPRD DKI Jakarta dinilai membuktikan niat dari anggota dewan menggelar rapat pembahasan APBD di luar kota. Tujuannya agar masyarakat tidak bisa mengawasi pembahasan yang dilakukan oleh anggota legislatif.
Diketahui, pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021 oleh komisi-komisi DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI akan kembali digelar di luar Jakarta. Pertimbangan utama adalah upaya mencegah penularan Covid-19. (Baca juga: DPRD-Pemprov Bahas APBD Perubahan 2020 dan RAPBD DKI 2021 secara Pararel di Puncak)
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, dengan memilih tempat yang jauh dari Jakarta, DPRD DKI terbukti bisa menelurkan keputusan menguntungkan bagi mereka sendiri yakni menaikkan gaji masing-masing.
"Rupanya pilihan tempat di luar Jakarta itu menjelaskan apa yang ditakutkan DPRD jika proses pembahasan itu dilakukan secara terbuka di gedung DPRD dengan disaksikan masyarakat DKI. Jika prosesnya terbuka ketika pembahasan, maka mimpi untuk menambah anggaran secara signifikan mungkin akan mendapat hadangan atau tantangan dari masyarakat," ujarnya saat dihubungi, Senin (30/11/2020).
Dia menjelaskan, pada situasi normal keinginan menaikkan gaji anggota DPRD DKI pasti mendapatkan banyak penolakan lantaran anggota legislatif mendapatkan gaji bersumber dari uang rakyat.
"Nyatanya kenaikan gaji itu terlihat hanya membebankan keuangan daerah (keuangan rakyat) tanpa rakyat diberikan hasil dari kerja mereka yang dilakukan untuk kepentingan rakyat. Penambahan gaji dalam konteks perusahaan swasta biasanya hanya akan diberikan sebagai apresiasi atas kinerja seseorang. Gaji tak bisa naik begitu saja untuk pemalas dan apalagi kalau doyan 'makan uang'," ungkap Lucius.
Dia mengingatkan anggota dewan akan didukung menambah penghasilan jika rakyat merasakan manfaat keberadaannya. Jika wakil rakyat justru 'hilang' dari pembicaraan soal kebutuhan rakyat sehingga sulit mendapatkan alasan untuk kenaikan gaji bagi mereka.
"Apalagi sekarang ini sedang parah-parahnya situasi masyarakat akibat pandemi. Ketika wakil rakyat malah menaikkan gaji, mereka seperti menegasikan fakta bahwa situasi kita sedang sulit-sulitnya. Jika wakil rakyat saja tak mampu menyelami situasi sulit ini artinya mereka sesungguhnya tak tahu kondisi rakyat atau pura-pura tak tahu karena ingin untung sendiri," jelasnya.
"Tak pantas banget rasanya wakil rakyat yang justru memperlihatkan ketidakpedulian pada situasi rakyat dengan memanfaatkannya justru untuk kepentingan memperkaya diri. Ini seolah-olah korupsi yang dilegalkan karena membuat kebijakan menguntungkan diri sendiri," sambungnya.
Diketahui, pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021 oleh komisi-komisi DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI akan kembali digelar di luar Jakarta. Pertimbangan utama adalah upaya mencegah penularan Covid-19. (Baca juga: DPRD-Pemprov Bahas APBD Perubahan 2020 dan RAPBD DKI 2021 secara Pararel di Puncak)
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, dengan memilih tempat yang jauh dari Jakarta, DPRD DKI terbukti bisa menelurkan keputusan menguntungkan bagi mereka sendiri yakni menaikkan gaji masing-masing.
"Rupanya pilihan tempat di luar Jakarta itu menjelaskan apa yang ditakutkan DPRD jika proses pembahasan itu dilakukan secara terbuka di gedung DPRD dengan disaksikan masyarakat DKI. Jika prosesnya terbuka ketika pembahasan, maka mimpi untuk menambah anggaran secara signifikan mungkin akan mendapat hadangan atau tantangan dari masyarakat," ujarnya saat dihubungi, Senin (30/11/2020).
Dia menjelaskan, pada situasi normal keinginan menaikkan gaji anggota DPRD DKI pasti mendapatkan banyak penolakan lantaran anggota legislatif mendapatkan gaji bersumber dari uang rakyat.
"Nyatanya kenaikan gaji itu terlihat hanya membebankan keuangan daerah (keuangan rakyat) tanpa rakyat diberikan hasil dari kerja mereka yang dilakukan untuk kepentingan rakyat. Penambahan gaji dalam konteks perusahaan swasta biasanya hanya akan diberikan sebagai apresiasi atas kinerja seseorang. Gaji tak bisa naik begitu saja untuk pemalas dan apalagi kalau doyan 'makan uang'," ungkap Lucius.
Dia mengingatkan anggota dewan akan didukung menambah penghasilan jika rakyat merasakan manfaat keberadaannya. Jika wakil rakyat justru 'hilang' dari pembicaraan soal kebutuhan rakyat sehingga sulit mendapatkan alasan untuk kenaikan gaji bagi mereka.
"Apalagi sekarang ini sedang parah-parahnya situasi masyarakat akibat pandemi. Ketika wakil rakyat malah menaikkan gaji, mereka seperti menegasikan fakta bahwa situasi kita sedang sulit-sulitnya. Jika wakil rakyat saja tak mampu menyelami situasi sulit ini artinya mereka sesungguhnya tak tahu kondisi rakyat atau pura-pura tak tahu karena ingin untung sendiri," jelasnya.
"Tak pantas banget rasanya wakil rakyat yang justru memperlihatkan ketidakpedulian pada situasi rakyat dengan memanfaatkannya justru untuk kepentingan memperkaya diri. Ini seolah-olah korupsi yang dilegalkan karena membuat kebijakan menguntungkan diri sendiri," sambungnya.
tulis komentar anda