Fahira Idris: Mobilitas dan Kapasitas Fasilitas Kesehatan Jadi Tantangan PSBB DKI
Jum'at, 25 September 2020 - 16:38 WIB
JAKARTA - Mobilitas atau pergerakan orang dan kapasitas fasilitas kesehatan jadi tantangan penerapan pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta. Hal itu diungkapkan Anggota DPD RI, Fahira Idris dalam siaran tertulis yang diterima SINDOnews.
Fahira mengatakan, setelah melakukan pemantauan dan evaluasi, Pemprov DKI Jakarta kembali memperpanjang PSBB hingga 11 Oktober 2020. "Mobilitas atau pergerakan orang dan kapasitas fasilitas kesehatan jadi tantangan penerapan pengetatan PSBB di Jakarta," kata Fahira dalam siaran tertulisnya Jumat (25/9/2020).
Senator DKI Jakarta ini menuturkan, sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, Jakarta sama sekali sulit dilepaskan pergerakan orang, terlebih kebijakan PSBB memang membolehkan warga berkegiatan walau sangat dibatasi. Masih adanya pergerakan orang ini memang menjadi salah satu potensi terjadinya penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat agar saat ini berdiam dulu di rumah dan keluar rumah hanya untuk keperluan penting dan mendesak harus terus ditingkatkan.
“Jika persentase pergerakan orang atau penduduk di Jakarta semakin bisa dikurangi, semakin cepat penyebaran virus ini bisa kita kendalikan. Ini memang butuh keikhlasan dan kasadaran kita semua bahwa hanya keluar rumah untuk keperluan penting dan mendesak saja. Menurut saya, esensi dari pengetatan PSBB Jakarta itu salah satunya mengurangi pergerakan orang,” tuturnya. (Baca: 26 Rumah Sakit Swasta Akan Melayani Pasien Positif Covid-19 di Jakarta)
Dia melanjutkan, seiring terus meningkatnya kapasitas tes massal (testing) disertai pelacakan (tracing) dan tindakan medis (treatment) atau 3T selama PSBB di Jakarta, kapasitas fasilitas kesehatan termasuk tenaga medis juga harus selalu siap menghadapi lonjakan kasus positif. Fahira melihat Pemprov DKI Jakarta mempunyai concern yang sangat tinggi mempersiapkan kapasitas fasilitas kesehatan termasuk tenaga medis untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
Berbagai terobosan dilakukan Pemprov DKI agar warga yang positif Covid-19 mendapat fasilitas dan perawatan medis sehingga penyebaran virus bisa diputus. Menurut Fahira, sebagai wilayah dengan kasus positif terbanyak, Pemprov DKI Jakarta memang sejak awal pandemi dituntut untuk selalu siap menghadapi berbagai kondisi penyebaran Covid-19.
Itulah kenapa dalam setiap kebijakan dan aksi penanggulangan Covid-19 didasarakan atas data dan kajian yang komprehensif dengan melibatkan pakar dan stakeholder yang lain. Termasuk saat mengambil kebijakan untuk mengetatkan kembali PSBB dan memperpanjangnya hingga 11 Oktober mendatang.
Selain mobilitas dan kesiapan fasilitas kesehatan, poin penting lain dari upaya besar melandaikan grafik dan mengendalikan penyebaran Covid-19 adalah koordinasi yang erat dan intensif dengan daerah-daerah di sekitar Jakarta (Bodetabek). Pelandaian grafik kasus aktif di Jakarta, idealnya juga diikuti dengan melandaikan grafik di Bodetabek.
“Ini agar satu kawasan (Jabodetabek) yang punya interaksi erat ini mempunyai grafik yang senada atau terjadi penurunan grafik kasus aktif yang sama. Jika ini terjadi maka pengendalian penyebaran Covid-19 di Jakarta dan wilayah sekitar lebih efektif menutup celah terjadi lonjakan kembali. Untuk itu perlu penyelarasan langkah-langkah kebijakan Jakarta dengan daerah sekitarnya,” pungkas Fahira.
Fahira mengatakan, setelah melakukan pemantauan dan evaluasi, Pemprov DKI Jakarta kembali memperpanjang PSBB hingga 11 Oktober 2020. "Mobilitas atau pergerakan orang dan kapasitas fasilitas kesehatan jadi tantangan penerapan pengetatan PSBB di Jakarta," kata Fahira dalam siaran tertulisnya Jumat (25/9/2020).
Senator DKI Jakarta ini menuturkan, sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, Jakarta sama sekali sulit dilepaskan pergerakan orang, terlebih kebijakan PSBB memang membolehkan warga berkegiatan walau sangat dibatasi. Masih adanya pergerakan orang ini memang menjadi salah satu potensi terjadinya penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat agar saat ini berdiam dulu di rumah dan keluar rumah hanya untuk keperluan penting dan mendesak harus terus ditingkatkan.
“Jika persentase pergerakan orang atau penduduk di Jakarta semakin bisa dikurangi, semakin cepat penyebaran virus ini bisa kita kendalikan. Ini memang butuh keikhlasan dan kasadaran kita semua bahwa hanya keluar rumah untuk keperluan penting dan mendesak saja. Menurut saya, esensi dari pengetatan PSBB Jakarta itu salah satunya mengurangi pergerakan orang,” tuturnya. (Baca: 26 Rumah Sakit Swasta Akan Melayani Pasien Positif Covid-19 di Jakarta)
Dia melanjutkan, seiring terus meningkatnya kapasitas tes massal (testing) disertai pelacakan (tracing) dan tindakan medis (treatment) atau 3T selama PSBB di Jakarta, kapasitas fasilitas kesehatan termasuk tenaga medis juga harus selalu siap menghadapi lonjakan kasus positif. Fahira melihat Pemprov DKI Jakarta mempunyai concern yang sangat tinggi mempersiapkan kapasitas fasilitas kesehatan termasuk tenaga medis untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
Berbagai terobosan dilakukan Pemprov DKI agar warga yang positif Covid-19 mendapat fasilitas dan perawatan medis sehingga penyebaran virus bisa diputus. Menurut Fahira, sebagai wilayah dengan kasus positif terbanyak, Pemprov DKI Jakarta memang sejak awal pandemi dituntut untuk selalu siap menghadapi berbagai kondisi penyebaran Covid-19.
Itulah kenapa dalam setiap kebijakan dan aksi penanggulangan Covid-19 didasarakan atas data dan kajian yang komprehensif dengan melibatkan pakar dan stakeholder yang lain. Termasuk saat mengambil kebijakan untuk mengetatkan kembali PSBB dan memperpanjangnya hingga 11 Oktober mendatang.
Selain mobilitas dan kesiapan fasilitas kesehatan, poin penting lain dari upaya besar melandaikan grafik dan mengendalikan penyebaran Covid-19 adalah koordinasi yang erat dan intensif dengan daerah-daerah di sekitar Jakarta (Bodetabek). Pelandaian grafik kasus aktif di Jakarta, idealnya juga diikuti dengan melandaikan grafik di Bodetabek.
“Ini agar satu kawasan (Jabodetabek) yang punya interaksi erat ini mempunyai grafik yang senada atau terjadi penurunan grafik kasus aktif yang sama. Jika ini terjadi maka pengendalian penyebaran Covid-19 di Jakarta dan wilayah sekitar lebih efektif menutup celah terjadi lonjakan kembali. Untuk itu perlu penyelarasan langkah-langkah kebijakan Jakarta dengan daerah sekitarnya,” pungkas Fahira.
(hab)
tulis komentar anda