Pembongkaran Pasar Tumpah Bogor Dibatalkan, Warga Kesal dan Siapkan Aksi Demo
Minggu, 17 November 2024 - 17:03 WIB
"Akan ada 500 warga yang turun ke Jalan Merdeka dan 1.500 orang ke Balai Kota dalam waktu dekat. Kami ingin mempertanyakan alasan pembatalan pembongkaran. Kalau memang tidak bisa bongkar, apa perlu kami yang bongkar," kata Asep.
Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan, semua aksi premanisme yang terjadi di pasar itu karena adanya underground economic di kota.
"Jadi, ada bisnis ekonomi yang menjadi kebutuhan bagi kelompok informal, bagi mereka-mereka yang termarjinalkan tidak punya aset, tidak punya tempat, dan tidak punya power," ujar Yayat dalam tayangan salah satu stasiun TV swasta, Sabtu (16/11/2024).
Orang-orang tersebut membutuhkan sandaran yang dipegang oleh aktor-aktor yang merasa punya kuasa. "Kita terus terang saja di ruang ini kan dulu banyak bentrok antarkelompok preman dan antarkelompok ormas yang memperebutkan jasa keamanan dan parkir," katanya.
"Jadi ketika ada kuasa yang bukan negara menguasai kota, ya, tidak bisa apa-apa. Aparat pun harusnya memahaminya, tetapi alasannya selalu kurang personel, kurang anggaran," ujarnya.
Dia menilai jika negara tidak menegakkan aturan, para preman akan terus berkuasa. "Mereka akan berkuasa atau masyarakat akan punya pesimisme. Ada persoalan distrust atau runtuhnya kepercayaan. Jadi, jika negara tidak hadir, kepercayaannya runtuh. Keamanan dan premanisme itu bisa diatasi tergantung trust yang dibangun pemilik kuasa atas ruang itu misalnya wali kota, bupati, kepolisian, dan keamanan," ungkap Yayat.
Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan, semua aksi premanisme yang terjadi di pasar itu karena adanya underground economic di kota.
"Jadi, ada bisnis ekonomi yang menjadi kebutuhan bagi kelompok informal, bagi mereka-mereka yang termarjinalkan tidak punya aset, tidak punya tempat, dan tidak punya power," ujar Yayat dalam tayangan salah satu stasiun TV swasta, Sabtu (16/11/2024).
Orang-orang tersebut membutuhkan sandaran yang dipegang oleh aktor-aktor yang merasa punya kuasa. "Kita terus terang saja di ruang ini kan dulu banyak bentrok antarkelompok preman dan antarkelompok ormas yang memperebutkan jasa keamanan dan parkir," katanya.
"Jadi ketika ada kuasa yang bukan negara menguasai kota, ya, tidak bisa apa-apa. Aparat pun harusnya memahaminya, tetapi alasannya selalu kurang personel, kurang anggaran," ujarnya.
Dia menilai jika negara tidak menegakkan aturan, para preman akan terus berkuasa. "Mereka akan berkuasa atau masyarakat akan punya pesimisme. Ada persoalan distrust atau runtuhnya kepercayaan. Jadi, jika negara tidak hadir, kepercayaannya runtuh. Keamanan dan premanisme itu bisa diatasi tergantung trust yang dibangun pemilik kuasa atas ruang itu misalnya wali kota, bupati, kepolisian, dan keamanan," ungkap Yayat.
(jon)
tulis komentar anda