Bergabung dengan KIM Plus Langkah Paling Realistis PKS Pilgub di Jakarta
Kamis, 08 Agustus 2024 - 16:32 WIB
JAKARTA - Bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus adalah langkah paling realistis bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk bisa berlayar di Pilkada Jakarta 2024 . Sebab ada beberapa alasan yang bisa mendorong PKS bergabung ke KIM Plus.
Pertama, sulitnya mencapai kata sepakat berkoalisi dengan PDIP. Kedua, terjadinya pelanggaran kesepakatan oleh Anies Baswedan, sosok yang sempat dideklarasikan akan diusung PKS.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menyebut ada cerita yang belum usai antara PDIP dan PKS pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, PKS turut berkontribusi dalam memenangkan pasangan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno yang mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari PDIP.
Dendam masa lalu ini, jadi batu sandungan untuk membentuk koalisi. Faktor penghambat lainnya, primodialisme. Hal ini yang menempatkan PKS dan PDIP saling berhadap-hadapan.
“Nah jadi secara institutional memang ini perlu ikhtiar yang cukup ekstra. Basis pemilihnya berbeda, ideologinya juga, terus ada cerita yang belum selesai sampai hari ini, seperti itu,” tuturnya, Kamis (8/8/2024).
Dia mengatakan, PDIP tentu tidak akan menerima PKS begitu saja yang mengusung duet Anies Baswedan-Sohibul Iman di Pilgub Jakarta 2024. Mengingat, PDIP juga memiliki beberapa tokoh atau sosok potensial yang dapat diusung maju. Ditambah, PDIP juga memiliki banyak kursi di Jakarta.
“Kecuali memang PDIP-nya enggak ada suara, bahkan suaranya jauh gitu ya. Tapi ini kan suaranya dekat. Jadi kurang realistis dan rasional kalau PDIP hanya iya saja. Jadi enggak masuk ini secara personalnya. Jadi deadlock. Ya bukan deadlock untuk wakil. Bahkan deadlock secara keseluruhan,” kata Agung.
Pertama, sulitnya mencapai kata sepakat berkoalisi dengan PDIP. Kedua, terjadinya pelanggaran kesepakatan oleh Anies Baswedan, sosok yang sempat dideklarasikan akan diusung PKS.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menyebut ada cerita yang belum usai antara PDIP dan PKS pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, PKS turut berkontribusi dalam memenangkan pasangan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno yang mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari PDIP.
Baca Juga
Dendam masa lalu ini, jadi batu sandungan untuk membentuk koalisi. Faktor penghambat lainnya, primodialisme. Hal ini yang menempatkan PKS dan PDIP saling berhadap-hadapan.
“Nah jadi secara institutional memang ini perlu ikhtiar yang cukup ekstra. Basis pemilihnya berbeda, ideologinya juga, terus ada cerita yang belum selesai sampai hari ini, seperti itu,” tuturnya, Kamis (8/8/2024).
Dia mengatakan, PDIP tentu tidak akan menerima PKS begitu saja yang mengusung duet Anies Baswedan-Sohibul Iman di Pilgub Jakarta 2024. Mengingat, PDIP juga memiliki beberapa tokoh atau sosok potensial yang dapat diusung maju. Ditambah, PDIP juga memiliki banyak kursi di Jakarta.
“Kecuali memang PDIP-nya enggak ada suara, bahkan suaranya jauh gitu ya. Tapi ini kan suaranya dekat. Jadi kurang realistis dan rasional kalau PDIP hanya iya saja. Jadi enggak masuk ini secara personalnya. Jadi deadlock. Ya bukan deadlock untuk wakil. Bahkan deadlock secara keseluruhan,” kata Agung.
tulis komentar anda