Kasus DBD Naik, Atang Minta Dinkes Kota Bogor Turunkan Nakes
Rabu, 28 Februari 2024 - 11:51 WIB
BOGOR - Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto meminta Dinkes Kota Bogor menurunkan tenaga kesehatan (nakes) ke setiap RT yang ada di wilayah Kota Bogor. Permintaan ini menyusul membeludaknya pasien penderita Demam Berdarah Dengue ( DBD ) di Kota Bogor saat ini di RSUD Kota Bogor.
Tahun ini tercatat sudah tembus 845 kasus DBD dengan total empat kasus kematian. "Kami mendapatkan informasi bahwa pasien DBD di RSUD Kota Bogor saat ini sedang membludak, terkhusus pada ruangan untuk anak yang sudah penuh," kata Atang, Selasa (27/2/2024).
Selain mengecek kondisi warga yang terjangkit DBD, para nakes ini diharapkan dapat mengedukasi langsung masyarakat di kalangan bawah, untuk aktif melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lingkungannya. "Minimal harus sering melakukan survei untuk bisa mengetahui dan mendata tempat yang berpotensi menjadi sarang penyebaran demam berdarah," ujarnya.
Selain kegiatan 3M Plus berupa mengubur, menguras, menutup, juga melipat baju-baju yang digantung yang menjadi tempat sarang nyamuk. Pemberantasan jentik nyamuk juga bisa dilakukan melalui kerja bakti setiap minggu sekali, fogging, hingga membagikan obat abate untuk ditempatkan di genangan air.
“Datangi juga rumah-rumah warga untuk melihat ada genangan air atau tidak. Sekaligus melakukan edukasi ke masyarakat agar melakukan 3M plus serta melakukan pencegahan,” ungkapnya.
Para nakes yang bertugas di puskesmas biasanya melakukan pendampingan rutin ke wilayah-wilayah. Namun kali ini harus dilakukan secara serentak. "Ini untuk mengantisipasi jatuhnya korban DBD sekaligus mengedukasi warga, sehingga dengan upaya yang sudah dilakukan tidak ada lagi tempat berkembangnya nyamuk Aedes Aegypti," jelasnya.
Setelah upaya preventif, tindakan kuratif juga penting sebab masyarakat belum tentu edukatif terhadap kasus DBD. Terkadang masyarakat menganggap sepele ketika badannya terasa mual dan deman.
“Mungkin dianggap bukan DBD. Dianggap sakit maag, sakit demam. Jadi perlu diedukasi, kalau sudah minum obat, demamnya belum juga turun selama berhari-hari, maka bisa diindikasi terkena DBD. Sehingga harus segera diperiksakan ke Puskesmas,” paparnya.
Atang juga mengingatkan agar upaya-upaya turun langsung ke masyarakat ini dapat dijalankan secara konsisten. Hal ini dilakukan agar Kota Bogor tidak masuk ke dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus DBD.
Diketahui, kasus DBD di Kota Bogor sudah menyentuh angka 845 kasus pada awal tahun 2024 ini. Di mana, sebanyak 4 orang meninggal dunia. Rinciannya pada Januari sebanyak 389 kasus dan Februari 456 kasus.
Tahun ini tercatat sudah tembus 845 kasus DBD dengan total empat kasus kematian. "Kami mendapatkan informasi bahwa pasien DBD di RSUD Kota Bogor saat ini sedang membludak, terkhusus pada ruangan untuk anak yang sudah penuh," kata Atang, Selasa (27/2/2024).
Selain mengecek kondisi warga yang terjangkit DBD, para nakes ini diharapkan dapat mengedukasi langsung masyarakat di kalangan bawah, untuk aktif melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lingkungannya. "Minimal harus sering melakukan survei untuk bisa mengetahui dan mendata tempat yang berpotensi menjadi sarang penyebaran demam berdarah," ujarnya.
Selain kegiatan 3M Plus berupa mengubur, menguras, menutup, juga melipat baju-baju yang digantung yang menjadi tempat sarang nyamuk. Pemberantasan jentik nyamuk juga bisa dilakukan melalui kerja bakti setiap minggu sekali, fogging, hingga membagikan obat abate untuk ditempatkan di genangan air.
“Datangi juga rumah-rumah warga untuk melihat ada genangan air atau tidak. Sekaligus melakukan edukasi ke masyarakat agar melakukan 3M plus serta melakukan pencegahan,” ungkapnya.
Para nakes yang bertugas di puskesmas biasanya melakukan pendampingan rutin ke wilayah-wilayah. Namun kali ini harus dilakukan secara serentak. "Ini untuk mengantisipasi jatuhnya korban DBD sekaligus mengedukasi warga, sehingga dengan upaya yang sudah dilakukan tidak ada lagi tempat berkembangnya nyamuk Aedes Aegypti," jelasnya.
Setelah upaya preventif, tindakan kuratif juga penting sebab masyarakat belum tentu edukatif terhadap kasus DBD. Terkadang masyarakat menganggap sepele ketika badannya terasa mual dan deman.
“Mungkin dianggap bukan DBD. Dianggap sakit maag, sakit demam. Jadi perlu diedukasi, kalau sudah minum obat, demamnya belum juga turun selama berhari-hari, maka bisa diindikasi terkena DBD. Sehingga harus segera diperiksakan ke Puskesmas,” paparnya.
Atang juga mengingatkan agar upaya-upaya turun langsung ke masyarakat ini dapat dijalankan secara konsisten. Hal ini dilakukan agar Kota Bogor tidak masuk ke dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus DBD.
Diketahui, kasus DBD di Kota Bogor sudah menyentuh angka 845 kasus pada awal tahun 2024 ini. Di mana, sebanyak 4 orang meninggal dunia. Rinciannya pada Januari sebanyak 389 kasus dan Februari 456 kasus.
(poe)
Lihat Juga :
tulis komentar anda