Tekan Pelanggar, Penegakan Hukum Harus Konsisten
A
A
A
JAKARTA - Hukum berlalu lintas harus ditegakkan secara konsisten. Tidak boleh membuat celah untuk para pelanggar lalu lintas mengulangi kesalahannya lagi.
"Jika celah itu masih ada, atau masih ada peluang untuk bernegosiasi, maka penegakan hukum atau pelanggaran masih terus ada," kata pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati di Depok, Rabu 8 April 2015.
Selanjutnya, penegakan hukum bisa digalakkan mulai dari lingkungan sosial terkecil. Peran sosial masyarakat bisa dilibatkan dalam penegakan tersebut, seperti dengan membangun sistem jaringan komunikasi dari semua stakeholder.
"Misalnya dengan membangun komunikasi dengan perangkat RT dan RW. Jadi kalau ada warga yang tidak lengkap berkendara mereka bisa melakukan peneguran dalam rangka peringatan," tuturnya.
Jika hal itu dilakukan, kata dia, maka pelanggaran berlalu lintas bisa berkurang. Dengan demikian, kesadaran masyarakat pun terbangun secara mandiri. "Karena ada sistem komunikasi sosial yang berjalan," pungkasnya.
Sebelumnya, selama Operasi Simpatik 2015, pihak kepolisian tidak melakukan penindakan berupa tilang. Akibatnya, banyak pelanggar lalu lintas justru memanfaatkan hal tersebut untuk melanggar.
"Waktu Senin (6 April 2015) kemarin, saya diberhentikan, saya pikir mau ditilang enggak tahunya cuma dikasih peringatan saja," pungkasnya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa 7 April 2015.
"Jika celah itu masih ada, atau masih ada peluang untuk bernegosiasi, maka penegakan hukum atau pelanggaran masih terus ada," kata pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati di Depok, Rabu 8 April 2015.
Selanjutnya, penegakan hukum bisa digalakkan mulai dari lingkungan sosial terkecil. Peran sosial masyarakat bisa dilibatkan dalam penegakan tersebut, seperti dengan membangun sistem jaringan komunikasi dari semua stakeholder.
"Misalnya dengan membangun komunikasi dengan perangkat RT dan RW. Jadi kalau ada warga yang tidak lengkap berkendara mereka bisa melakukan peneguran dalam rangka peringatan," tuturnya.
Jika hal itu dilakukan, kata dia, maka pelanggaran berlalu lintas bisa berkurang. Dengan demikian, kesadaran masyarakat pun terbangun secara mandiri. "Karena ada sistem komunikasi sosial yang berjalan," pungkasnya.
Sebelumnya, selama Operasi Simpatik 2015, pihak kepolisian tidak melakukan penindakan berupa tilang. Akibatnya, banyak pelanggar lalu lintas justru memanfaatkan hal tersebut untuk melanggar.
"Waktu Senin (6 April 2015) kemarin, saya diberhentikan, saya pikir mau ditilang enggak tahunya cuma dikasih peringatan saja," pungkasnya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa 7 April 2015.
(mhd)