6 Siswa SMAN 3 Jakarta Laporkan Kepsek dan Erick ke Polisi
A
A
A
JAKARTA - Enam orang tua siswa SMAN 3 Setiabudi, Jakarta Selatan, melaporkan pihak sekolah ke Polda Metro Jaya. Mereka tidak terima dengan perbuatan pihak sekolah yang menskors anak-anaknya, hingga terancam tak lulus sekolah.
Enam siswa itu adalah HJP (16) perempuan, PRA (17), AEM (17), EMA (17), MRPA (17) dan PC (17) adalah laki-laki. Mereka diskors mulai 11 Februari hingga 13 April 2015 mendatang. Akan tetapi, tanggal 10-15 Maret, enam siswa itu diperbolehkan masuk.
"Skorsing diberikan pihak sekolah. Pihak sekolah menilai apa yang dilakukan oleh keenam anak kami itu merupakan tindak kekerasan. Padahal apa yang mereka lakukan adalah membela diri," tutur orang tua HJP, yang enggan disebutkan namanya itu di Jakarta, Rabu 4 Januari 2015.
Skors yang diberikan pihak sekolah itu dianggap terlalu berat. Karena, menurut dia, enam siswa itu diduga menjadi korban Erick (30).
"Anak saya dilecehkan, dipegang-pegang. Karena temannya enggak suka makanya dibela. Yang jadi korban itu anak saya karena dilecehkan, bukan Erick," tegasnya.
Dia juga menuturkan, anaknya itu mencium bau alkohol dari mulut Erick. "Erick ini memang preman," ucapnya.
Di lokasi yang sama, ibu MRPA (17) juga mengatakan sanksi skors yang diterima anaknya dan rekan lainnya terlalu berat. Sanksi itu bisa merusak masa depan anaknya.
"Kalau seminggu mungkin enggak masalah. Tapi kalau seperti ini, namanya merusak generasi muda. Kalau nilai hancur, apa sekolah mau tanggung jawab?" ketusnya.
Dia juga menambahkan, awalnya pihak sekolah mengundang keenam orang tua siswi tersebut untuk mencari jalan tengah atas kasus tersebut. Namun, pihak orang tua justru menerima surat skorsing dari pihak sekolah tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu.
"Katanya mereka mau mencari win-win solution, ternyata justru menskorsing anak kami dengan waktu yang cukup lama. Harusnya diberikan surat peringatan dahulu. Jangan langsung menskorsing," katanya kesal.
Kini, orang tua murid pun sudah mengadukan peristiwa yang tengah dihadapinya kepada pihak kepolisian. Mereka melaporkan hal itu kemarin petang ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan TBL/466/II/2015/PMJ/Ditreskrimum terlapor Retno Listyarti (Kepsek SMAN 3). Dugaan pelanggaran pasal 77 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014.
Kepsek SMAN 3 dilaporkan atas tindakan yang semena-mena. Begitu juga dengan Erick, dia dilaporkan atas tindakan pelecehan yang telah dilakukannya pada HJP.
Sedangkan Erick dilaporkan dengan nomor laporan TBL/467/II/2015/PMJ/Ditreskrimum terlapor Erick. Dugaan pelanggaran Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014.
Enam siswa itu adalah HJP (16) perempuan, PRA (17), AEM (17), EMA (17), MRPA (17) dan PC (17) adalah laki-laki. Mereka diskors mulai 11 Februari hingga 13 April 2015 mendatang. Akan tetapi, tanggal 10-15 Maret, enam siswa itu diperbolehkan masuk.
"Skorsing diberikan pihak sekolah. Pihak sekolah menilai apa yang dilakukan oleh keenam anak kami itu merupakan tindak kekerasan. Padahal apa yang mereka lakukan adalah membela diri," tutur orang tua HJP, yang enggan disebutkan namanya itu di Jakarta, Rabu 4 Januari 2015.
Skors yang diberikan pihak sekolah itu dianggap terlalu berat. Karena, menurut dia, enam siswa itu diduga menjadi korban Erick (30).
"Anak saya dilecehkan, dipegang-pegang. Karena temannya enggak suka makanya dibela. Yang jadi korban itu anak saya karena dilecehkan, bukan Erick," tegasnya.
Dia juga menuturkan, anaknya itu mencium bau alkohol dari mulut Erick. "Erick ini memang preman," ucapnya.
Di lokasi yang sama, ibu MRPA (17) juga mengatakan sanksi skors yang diterima anaknya dan rekan lainnya terlalu berat. Sanksi itu bisa merusak masa depan anaknya.
"Kalau seminggu mungkin enggak masalah. Tapi kalau seperti ini, namanya merusak generasi muda. Kalau nilai hancur, apa sekolah mau tanggung jawab?" ketusnya.
Dia juga menambahkan, awalnya pihak sekolah mengundang keenam orang tua siswi tersebut untuk mencari jalan tengah atas kasus tersebut. Namun, pihak orang tua justru menerima surat skorsing dari pihak sekolah tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu.
"Katanya mereka mau mencari win-win solution, ternyata justru menskorsing anak kami dengan waktu yang cukup lama. Harusnya diberikan surat peringatan dahulu. Jangan langsung menskorsing," katanya kesal.
Kini, orang tua murid pun sudah mengadukan peristiwa yang tengah dihadapinya kepada pihak kepolisian. Mereka melaporkan hal itu kemarin petang ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan TBL/466/II/2015/PMJ/Ditreskrimum terlapor Retno Listyarti (Kepsek SMAN 3). Dugaan pelanggaran pasal 77 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014.
Kepsek SMAN 3 dilaporkan atas tindakan yang semena-mena. Begitu juga dengan Erick, dia dilaporkan atas tindakan pelecehan yang telah dilakukannya pada HJP.
Sedangkan Erick dilaporkan dengan nomor laporan TBL/467/II/2015/PMJ/Ditreskrimum terlapor Erick. Dugaan pelanggaran Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014.
(mhd)