Mau Lancar, Batasi Pertumbuhan Kendaraan Bermotor
A
A
A
DEPOK - Untuk mengurai kemacetan di Jakarta, Pemprov DKI harus mau mengambil kebijakan kontroversial seperti membatasi pertumbuhan motor dan mobil.
Pengamat transportasi dan peneliti dari Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Universitas Indonesia (UI), Boy Berawi, menilai kemacetan saat ini tidak bisa dilihat secara parsial.
Banyak faktor yang menjadi penyebab kemacetan, tidak dari mobil dan motor, tetapi akibat tidak memadainya sarana transportasi umum sehingga warga lebih memilih menggunakan motor.
"Pemicu lainnya, perilaku buruk pengendara dan tata ruang juga menjadi penyebabnya," katanya, Rabu (7/1/2015)
Yang tidak diperhatikan pemerintah adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang signifikan. Seperti diketahui, dalam tiga tahun belakangan jumlah kendaraan mencapai 15 juta unit dengan pertambahan 75ribu kendaraan tiap hari.
"Tidak ada batasan produksi motor dan mobil dan ataupun kurang ketatnya penegakkan peraturan lalulintas sehingga kemacetan di Jakarta menjadi seperti saat ini," tandasnya.
Kebijakan-kebijakan transportasi perkotaan dalam mengatasi macet seharusnya dilakukan secara menyeluruh.
Pemprov DKI juga harus paham bahwa siapapun tidak dapat membatasi hak akses masyarakat menuju dalam kota.
Dia menyarankan, sebelum dilakukan pembatasan harus disediakan moda transportasi yang memadai dan pembenaran jalur trotoar pejalan kaki atau sepeda.
"Selain itu dilakukan juga pembuatan park and ride bagi pengemudi kendaraan di kantung-kantung stasiun luar kota, dan pengntegrasian moda transportasi umum," tegasnya.
Tanpa adanya upaya tersebut diatas, kata Boy, maka pelarangan sepeda motor menjadi sia-sia. Karena sama saja dengan hanya memindahkan titik-titik kemacetan baru di ruas-ruas jalan lain.
Pengamat transportasi dan peneliti dari Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Universitas Indonesia (UI), Boy Berawi, menilai kemacetan saat ini tidak bisa dilihat secara parsial.
Banyak faktor yang menjadi penyebab kemacetan, tidak dari mobil dan motor, tetapi akibat tidak memadainya sarana transportasi umum sehingga warga lebih memilih menggunakan motor.
"Pemicu lainnya, perilaku buruk pengendara dan tata ruang juga menjadi penyebabnya," katanya, Rabu (7/1/2015)
Yang tidak diperhatikan pemerintah adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang signifikan. Seperti diketahui, dalam tiga tahun belakangan jumlah kendaraan mencapai 15 juta unit dengan pertambahan 75ribu kendaraan tiap hari.
"Tidak ada batasan produksi motor dan mobil dan ataupun kurang ketatnya penegakkan peraturan lalulintas sehingga kemacetan di Jakarta menjadi seperti saat ini," tandasnya.
Kebijakan-kebijakan transportasi perkotaan dalam mengatasi macet seharusnya dilakukan secara menyeluruh.
Pemprov DKI juga harus paham bahwa siapapun tidak dapat membatasi hak akses masyarakat menuju dalam kota.
Dia menyarankan, sebelum dilakukan pembatasan harus disediakan moda transportasi yang memadai dan pembenaran jalur trotoar pejalan kaki atau sepeda.
"Selain itu dilakukan juga pembuatan park and ride bagi pengemudi kendaraan di kantung-kantung stasiun luar kota, dan pengntegrasian moda transportasi umum," tegasnya.
Tanpa adanya upaya tersebut diatas, kata Boy, maka pelarangan sepeda motor menjadi sia-sia. Karena sama saja dengan hanya memindahkan titik-titik kemacetan baru di ruas-ruas jalan lain.
(ysw)