Proyek Infrastruktur Ancam Keselamatan Warga

Kamis, 13 November 2014 - 05:13 WIB
Proyek Infrastruktur...
Proyek Infrastruktur Ancam Keselamatan Warga
A A A
JAKARTA - Pekerjaan proyek fisik di lingkungan Pemprov DKI Jakarta membahayakan keselamatan warga. Setiap lokasi pekerjaan tidak memiliki pengamanan yang standar.

Banyak material pekerjaan infrastruktur tergeletak begitu saja di tengah jalan. Hal ini rawan terhadap keselamatan warga dan pekerjanya. Contohnya, pekerjaan taman trotoar di sepanjang Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan dan Jalan Bekasi Timur Raya, Jakarta Timur.

Proyek milik Dinas Pertamanan dan Pemakaman itu membahayakan pengendara yang melewati lokasi. Separator yang membatasi antara taman dan jalan dibongkar dan tidak disusun rapi. Material paving block-nya ditumpuk begitu saja.

Volume kendaraan yang melintas di lokasi itu sangat padat. Bila pengendara melintas dengan kecepatan tinggi, sangat mengancam nyawa mereka, karena tumpukan pasir dan meterial lainnya tidak dipagari.

"Tadi ada yang terpeleset, Pak. Untung korban tidak mengalami luka parah. Kalau dibiarkan bisa memakan korban jiwa," keluh Noorsudin, 45, salah seorang pengendara yang ditemui di Jalan Bekasi Timur Raya, Jatinegara, Jakarta Timur, kemarin.

Contoh lain yang membuat publik khawatir akan jatuh korban yakni pekerjaan pipanisasi saluran limbah milik PD Pengelolaan Air Limbah (PAL) Jaya di Jalan Rasuna Said arah perempatan Kuningan, Jakarta Selatan. Pekerjaan di pinggir badan jalan tanpa dipagari yang memadai.

Meskipun ada pagar, papan pemberitahuan kegiatan berada langsung di pagarnya, sehingga menyulitkan bagi pengendara untuk menghindar. Di lokasi itu alat berat yang dipakai untuk memasukkan pipa berdiameter sekitar 80 cm-1 meter. Barang tersebut juga digeletakkan di badan jalan. Tidak ada pemagaran yang kuat dan aman.

Di dua lokasi itu terdapat plang nama kegiatan dan lembaga yang memiliki, yakni satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Kondisi pekerjaan yang cukup mengkhawatirkan lainnya di Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur dan kompleks permukiman Jalan Kebon Sirih dekat kawasan Jalan Jaksa, Kelurahan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Di dua lokasi itu terdapat pengerukan lumpur di saluran air dan pemasangan gorong-gorong di drainase. Banyak saluran yang terbuka dengan lebar setengah meter hingga satu meter. Hal bisa membuat kendaraan atau orang nyemplung ke dalamnya.

Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, Pemprov DKI Jakarta memiliki tanggung jawab penuh untuk melindungi warga dari bahaya keselamatan warga, termasuk pekerjanya.

SKPD adalah penanggung jawab proyek dan wajib mengawal dan mengawasi pekerjaan. SKPD dapat menegur dan memberi sanksi tegas kepada kontrktor yang membahayakan warga dan pekerjaan.

Jika lalai, tahun depan kontraktor harus masuk daftar hitam dan diskors. Kontraktor itu tidak boleh ikut proyek lagi di bawah Pemprov DKI Jakarta. Melihat kondisi lapangan beberapa tahun terakhir, dapat dikatakan aparat Pemprov DKI Jakarta terkesan lalai dalam memperhatikan keselamatan kerja.

Sebagai contoh, kasus ambruknya jembatan penghubung yang sedang dikerjakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) beberapa waktu lalu. Proyek tersebut milik dari Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD). Insiden itu menelan korban jiwa tewas empat orang dan korban luka delapan orang. Hingga kini tidak ada tindakan konkret dari Pemprov DKI Jakarta. Kasus terbaru, masuknya para pesepeda motor ke lubang galian sedalam 12 meter.

"Kontraktor setiap SKPD adalah rekanannya. Jadi SKPD tidak bisa tegas. Apalagi memberi sanksi ke kontraktor lalai itu," ungkapnya, Rabu (12/11/2014).

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku setiap pekerjaan fisik di Jakarta itu telah ada standar minimal keselamatan kerja. Hanya saja, setiap standar itu tidak ada yang dipenuhi oleh kontraktor.

"Saya sudah sering tegur tapi dicuekin. Masalah ini sudah saya minta ke Kepala Dinas PU yang dulu, tapi tidak diindahkan," katanya.

Ke depan dia meminta setiap kontrak apa pun dalam pekerjaan fisik di Jakarta harus membuat kontrak sanksi kerja kalau mereka lalai. Bila tidak memenuhi kontrak itu, kontraktor dianggap wanprestasi. Sehingga, keterlambatan dan kelalaiannya akan diambil alih oleh pemerintah.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1003 seconds (0.1#10.140)