Ingin Eksis, Partai Menengah Minta Jatah di DPRD DKI
A
A
A
JAKARTA - Usulan menambah menambah jabatan untuk wakil Ketua DPRD dan wakil ketua komisi di DPRD DKI Jakarta disinyalir ingin eksis.
Untuk diketahui Partai Golkar mengusulkan penambahan jabatan wakil ketua komisi. Sedangkan, Partai Hanura mengusulkan penambahan wakil ketua DPRD DKI Jakarta.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung menuturkan, perolehan kursi partai menengah di DPRD DKI Jakarta tidak terpaut jauh dengan partai besar.
Sehingga mereka merasa memiliki peluang dan kesempatan dalam mengambil kebijakan yang diputuskan DPRD.
Upaya untuk bisa terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut harus berada jabatan strategis, yakni di pimpinan dewan dan pimpinan komisi. "Mereka (partai menengah) ingin eksis," ujar Lisman Manurung di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Lisman mengungkapkan, karena Partai Hanura merasa memiliki suara cukup banyak atau sama dengan PPP dan Partai Demokrat, maka mereka berupaya menjadi pihak yang ikut mengambil kebijakan strategis di DPRD.
Salah satu celah untuk bisa berada sebagai bagian yang berperan di kebijakan strategis harus berada di level pimpinan.
"Mereka merasa berhak mengusulkan ini karena memiliki kekuatan elektabilitas dengan dua partai lainnnya yang notabene mendapatkan jabatan wakil ketua," sebutnya.
Di sisi lain cara seperti ini, sambung Lisman, dapat dengan mudah dinilai oleh publik bahwa Partai Hanura dan Golkar berusaha mencari celah untuk mendapatkan jatah jabatan.
Selisih suara mereka tidak jauh berbeda dengan partai pemenang. "Kalau partai pemenangnya 50% tambah 1, bisa ketentuan tatib di DPRD diputuskan dengan sendirinya oleh partai pemenang itu. Faktanya partai pemenang pun tidak terlalu dominan," terang Lisman.
Dalam demokrasi ketentuan itu bisa saja terjadi sepanjang ada peluang dan aturan hukum yang tidak mengikat.
Untuk diketahui Partai Golkar mengusulkan penambahan jabatan wakil ketua komisi. Sedangkan, Partai Hanura mengusulkan penambahan wakil ketua DPRD DKI Jakarta.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung menuturkan, perolehan kursi partai menengah di DPRD DKI Jakarta tidak terpaut jauh dengan partai besar.
Sehingga mereka merasa memiliki peluang dan kesempatan dalam mengambil kebijakan yang diputuskan DPRD.
Upaya untuk bisa terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut harus berada jabatan strategis, yakni di pimpinan dewan dan pimpinan komisi. "Mereka (partai menengah) ingin eksis," ujar Lisman Manurung di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Lisman mengungkapkan, karena Partai Hanura merasa memiliki suara cukup banyak atau sama dengan PPP dan Partai Demokrat, maka mereka berupaya menjadi pihak yang ikut mengambil kebijakan strategis di DPRD.
Salah satu celah untuk bisa berada sebagai bagian yang berperan di kebijakan strategis harus berada di level pimpinan.
"Mereka merasa berhak mengusulkan ini karena memiliki kekuatan elektabilitas dengan dua partai lainnnya yang notabene mendapatkan jabatan wakil ketua," sebutnya.
Di sisi lain cara seperti ini, sambung Lisman, dapat dengan mudah dinilai oleh publik bahwa Partai Hanura dan Golkar berusaha mencari celah untuk mendapatkan jatah jabatan.
Selisih suara mereka tidak jauh berbeda dengan partai pemenang. "Kalau partai pemenangnya 50% tambah 1, bisa ketentuan tatib di DPRD diputuskan dengan sendirinya oleh partai pemenang itu. Faktanya partai pemenang pun tidak terlalu dominan," terang Lisman.
Dalam demokrasi ketentuan itu bisa saja terjadi sepanjang ada peluang dan aturan hukum yang tidak mengikat.
(whb)