Ini Kata Psikolog Forensik Soal Vonis 4 Siswa SMAN 3
A
A
A
JAKARTA - Psikolog forensik menanggapi vonis masa percobaan terhadap empat siswa SMAN 3, penganiaya Afriand Caesar Al Irhamy.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan, vonis 1,6 tahun dan dengan masa percobaan dua tahun, memang tidak akan berefek positif terhadap para pelaku.
"Penghukuman yang menyakitkan (punitive) niscaya tidak akan berefek positif bagi modifikasi tabiat dan tindak-tanduk anak," tegas Reza saat dihubungi Selasa (26/8/2014).
Namun, dengan putusan tersebut menempatkan anak dan orang tuanya sebagai pihak yang sama-sama bermasalah. Maka intervensi psikoedukatif semestinya tidak difokuskan sebatas pada diri anak.
Secara komprehensif dan simultan patut pula diselenggarakan program edukasi ulang bagi orang tua si anak. Penanganan yang dilakukan secara parsial tidak akan memadai bagi proses perubahan pada diri anak.
Apalagi sekian banyak teori menekankan peran orang tua sebagai acuan bagi anak dalam berperilaku patuh terhadap norma. Sehingga begitu krusialnya harapan akan membaiknya budi pekerti si anak juga bertitik tolak dari fungsi orang tua sebagai sosok panutan.
"Jadi, alih-alih pendekatan yang tertuju pada individu semata, lebih tepat jika diadakan intervensi berbasis keluarga," tegasnya.
Penerapan alur atau ganjaran seperti putusan hakim dengan demikian, tidak menjadikan anak dikembalikan ke orang tua sebagai sesuatu yang bersifat final. Bunyi putusan sedemikian rupa lebih tepat dijadikan sebagai semacam hukuman percobaan atau pengenaan wajib lapor.
Format semacam itu sekaligus mengikat hakim untuk tetap hirau atau tidak berlepas tangan pada kondisi anak yang telah dijatuhi vonis dan sanksi.
Itu konsekuensi hukum ketika yang berhadapan dengan hukum adalah individu berusia kanak-kanak. Keadilan restoratif, suka tidak suka menjadi pilihan.
"Makanya, saya tidak setuju dengan penentuan usia anak dipatok berdasarkan usia biologis. Andai usia psikologis yang dijadikan acuan, maka anak sudah bisa dipidana murni jika dia sudah tahu mana baik dan buruk. Mumayiz, istilah dalam kazanah keislaman," pungkasnya.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan, vonis 1,6 tahun dan dengan masa percobaan dua tahun, memang tidak akan berefek positif terhadap para pelaku.
"Penghukuman yang menyakitkan (punitive) niscaya tidak akan berefek positif bagi modifikasi tabiat dan tindak-tanduk anak," tegas Reza saat dihubungi Selasa (26/8/2014).
Namun, dengan putusan tersebut menempatkan anak dan orang tuanya sebagai pihak yang sama-sama bermasalah. Maka intervensi psikoedukatif semestinya tidak difokuskan sebatas pada diri anak.
Secara komprehensif dan simultan patut pula diselenggarakan program edukasi ulang bagi orang tua si anak. Penanganan yang dilakukan secara parsial tidak akan memadai bagi proses perubahan pada diri anak.
Apalagi sekian banyak teori menekankan peran orang tua sebagai acuan bagi anak dalam berperilaku patuh terhadap norma. Sehingga begitu krusialnya harapan akan membaiknya budi pekerti si anak juga bertitik tolak dari fungsi orang tua sebagai sosok panutan.
"Jadi, alih-alih pendekatan yang tertuju pada individu semata, lebih tepat jika diadakan intervensi berbasis keluarga," tegasnya.
Penerapan alur atau ganjaran seperti putusan hakim dengan demikian, tidak menjadikan anak dikembalikan ke orang tua sebagai sesuatu yang bersifat final. Bunyi putusan sedemikian rupa lebih tepat dijadikan sebagai semacam hukuman percobaan atau pengenaan wajib lapor.
Format semacam itu sekaligus mengikat hakim untuk tetap hirau atau tidak berlepas tangan pada kondisi anak yang telah dijatuhi vonis dan sanksi.
Itu konsekuensi hukum ketika yang berhadapan dengan hukum adalah individu berusia kanak-kanak. Keadilan restoratif, suka tidak suka menjadi pilihan.
"Makanya, saya tidak setuju dengan penentuan usia anak dipatok berdasarkan usia biologis. Andai usia psikologis yang dijadikan acuan, maka anak sudah bisa dipidana murni jika dia sudah tahu mana baik dan buruk. Mumayiz, istilah dalam kazanah keislaman," pungkasnya.
(whb)